Indo-Pasifik telah menjadi topik perdabatan hangat dalam perspektif geopolitik semenjak 10-15 tahun yang lalu. Pasalnya, Kawasan perairan yang membentang dari Samudera Hindia, Samudera Pasifik bagian barat dan tengah, laut-laut pedalaman yang berada di wilayah Indonesia dan Filipina ini dinilai memiliki peluang geoekonomi yang besar, sama besarnya dengan tantangan keamanan yang ada. Tidak hanya untuk Asia, tetapi untuk dunia secara keseluruhan.
ASEAN, yang wilayahnya berada di tengah-tengah kawasan Indo-Pasifik, sedang giat-giatnya merancang strategi untuk agenda geopolitik Indo-Pasifik. Hal tersebut yang disampaikan oleh Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri RI, Dr. Siswo Pramono, SH, LLM., dalam forum Debriefing IV Kepala Perwakilan RI yang diselenggarakan di Auditorium Juwono Soedarsono FISIP UI pada Kamis (27/9). Dr. Siswo mengungkapkan bahwa Indonesia mengambil inisiatif pertama dalam mengajukan rancangan konsep.
“Jadi ini belum merupakan konsep ASEAN, baru konsep kita untuk mendorong ASEAN punya konsepnya sendiri”, ujar doktor lulusan Australian National University ini.
Konsep yang Masih Terus Dikembangkan
Melalui konsep yang berjudul “Indonesia’s Perspective For ASEAN Outlook on Indo-Pacific”, Indonesia menawarkan suatu cara pandang (outlook) terhadap kawasan Indo-Pasifik yang diarahkan untuk peningkatan kerjasama di bidang maritim, konektivitas, dan agenda pembangunan yang berkesinambungan. Konsep yang sedang dikembangkan ini adalah salah satu dari lima konsep Indo-Pasifik yang ada, seperti Indo-Pacific Command milik Amerika Serikat, konsep Indo-Pasifik dalam Buku Putih Australia, Free and Open Indo-Pacific (FOIP) milik Jepang, dan konsep milik India.
Dr. Siswo menyatakan bahwa konsep ini dikembangkan dalam 2 tahun terakhir. Sebelumnya, baik Indonesia ataupun ASEAN belum memiliki pernyataan agenda Indo-Pasifik. Ia menekankan, isu Indo-Pasifik menjadi penting ketika Donald Trump menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat dan mengumumkan National Security Strategy (NSS) yang mencantumkan satu poin penting terkait ASEAN. Terdapat kategorisasi negara-negara ASEAN berdasarkan kedekatan hubungan bilateral dengan Amerika Serikat.
“Kita ngga mau ASEAN dibagi-bagi seperti itu. Konsep Indo-Pasifik seperti ini tentunya berbahaya buat kita”, tegas Dr. Siswo.
Konsep ini masih berkembang sesuai dinamika wawasan. Perkembangannya pun melalui proses konsultasi yang pajang dengan lembaga-lembaga think tank dan universitas dari dalam negeri dan luar negeri, seperti Jepang, Korea, dan Amerika Serikat.
“UI dan CSIS itu paling sering kita, untuk gagasan ekonominya. Karena Indonesia itu pendekatannya ekonomi”, ucapnya.
Sentralitas ASEAN dan Convergence of Interest
Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur (KTT) atau East Asia Summit (EAS) dinilai Dr.Siswo memegang peran penting dalam dasar strategi Indo-Pasifik yang digagas Indonesia. KTT yang beranggotakan 10 negara ASEAN dan 8 mitra wicara (China, Jepang, Korea, Amerika, Rusia, India, Australia, dan Selandia Baru) memiliki himpunan kepentingan politik dan ekonomi. Dari hal tersebut, KTT menjadi platform utama yang ideal dalam menjalankan kerja sama bidang ekonomi.
“EAS sudah inklusif secara natural satu sama lain. EAS itu sudah dagang satu sama lain. Mitra dagangnya ya sudah sesama anggota EAS. China pasarnya Amerika, besarnya 19%. Yang kedua hongkong, ketiga jepang. Ekspornya ada ke Korea, Jepang, US. Kenapa ini ngga kita manfaatkan?”, kata Dr.Siswo.
Kerja sama bidang ekonomi ini menguatkan kesempatan bagi ASEAN untuk mempertahankan sentralitasnya baik di kawasan atau perluasannya, yakni Asia Timur, Asia Pasifik, dan Indo-Pasifik. Sentralitas ASEAN yang tercantum sebagai salah satu prinsip kerjasama ASEAN ini memiliki dua kualitas, yaitu Quality of Norm-Setting dan ASEAN as Fulcrum Connectivity. Norm-Setting sebagai kekuatan ASEAN berbicara tentang norma yang diberlakukan oleh ASEAN untuk mengatur bagaimana negara-negara ‘berkelakuan’ di kawasan Asia Tenggara, contohnya adalah Traktat Persahabatan dan Kerjasama (Treaty of Amity and Cooperation). Sementara, ASEAN as Fulcrum Connectivity dilihat sebagai proyek-proyek konektivitas yang dapat menghasilkan keuntungan ekonomi.
Dr. Siswo menegaskan bahwa konsep Indo-Pasifik yang akan ditanggung dalam KTT tidak memiliki asas tunggal, sehingga tidak akan menghancurkan atau mencampurkan konsep Indo-Pasifik yang lain. Artinya, masing-masing konsep strategi Indo-Pasifik dari Amerika, Jepang, Australia, dan India Amerika ditemukan dalam satu pembahasan untuk diperoleh kesamaan kepentingan (convergence of interest).
“Proyek nasional masing-masing negara itu bisa ga digathuk-gathukan sebagai sebuah masterplan. Yang nyambungin ya Sekretariat ASEAN”, tuturnya.
Apabila konsep Indo-Pasifik yang digagas telah memenuhi proyek, GDP total KTT diperkirakan sebesar 25 trilyun. Dilihat dari kepentingan Indonesia sendiri, keuntungan tersebut dapat dibelanjakan untuk kebutuhan infrastruktur.
“Kalau ada yang bertengkar-tengkar itu saya kira bodoh sekali. Misalnya harus berperang satu sama lain untuk mendominasi, padahal ada potensi besar untuk dikerjasamakan”, pungkas Dr. Siswo.