Pilih Laman

Syafril Efendi menjadi Doktor dari Ilmu Politik dengan predikat cumlaude, pada Selasa (25/7) di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP UI dengan judul disertasi “Dinamika Koalisi Partai Politik Pasca Pemilu 2014: Studi Kasus Penerapan Executive Toolbox Selama Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla Periode 2014-2019”.

Sebagai ketua sidang promosi doktor, Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto. Selaku promotor, Dr.phil. Aditya Perdana, S.IP., M.Si dan kopromotor, Drs. Julian Aldrin Pasha, M.A., Ph.D. Para dewan penguji, Djayadi Hanan, Ph.D., Dr.phil. Panji Anugrah Permana, M.Si., Dr. Nur Iman Subono, M.Hum., Meidi Kosandi, Ph.D.

Disertasi ini berangkat dari hubungan eksekutif-legislatif dalam sistem presidensial multipartai dan koalisi presidensial pada masa pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) atau Jokowi-JK, selama periode 2014-2019. Dalam literatur ilmu politik, studi mengenai sistem presidensialisme multipartai telah lama dipelajari yaitu sejak terbitnya tulisan Juan Linz (1990) berjudul “the perils of presidentialism”.

Hal ini karena potensi kebuntuan (deadlock) pemerintahan dan penyalahgunaan kewenangan eksekutif yang kerap terjadi. Studi-studi terkait sistem ini berikutnya menunjukkan permasalahan pada hubungan eksekutif dan legislatif yang kecenderungannya tidak ramah terhadap pemerintahan.

Studi ini menganalisa dinamika politik kekuasaan yang terjadi pasca pemilu 2014 di Indonesia dengan implikasi pada pemerintahan yang terbelah (divided government), di mana satu koalisi partai politik menguasai pemerintahan di eksekutif, sementara koalisi yang lain menguasai DPR di legislatif pada awal pemerintahan terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) Tahun 2014-2019.

Hal ini sebagai dampak dari kombinasi sistem presidensial dengan multipartai, di mana relasi eksekutif dan legislatif menunjukkan kecenderungan bahwa pemerintah dan oposisi sering kali gagal dalam mengambil keputusan bersama. Dalam kasus Indonesia pada pemerintahan Jokowi, krisis divided government dihadapi dengan upaya pemerintah untuk mencapai keseimbangan kekuatan politik demi berjalannya pemerintahan agar tidak terjadi deadlock.

Studi ini menemukan bahwa eksekutif memainkan kotak alat eksekutif (executive toolbox) dengan menawarkan posisi strategis bagi pihak oposisi untuk bergabung pada koalisi pemerintah.

Sebagai temuan penelitian, pemerintahan Jokowi menggunakan executive toolbox melalui strategi menarik dukungan partai oposisi di parlemen dengan menawarkan bergabung dengan koalisi pemerintahan Jokowi-JK pada periode 2014-2019. Studi ini menyimpulkan bahwa kepemimpinan Jokowi-JK berhasil menarik dukungan partai-partai politik melalui penggunaan executive toolbox dalam sistem pemerintahan presidensial.

Penelitian terkait selanjutnya dapat meneruskan analisis kepemimpinan Jokowi yang transaksional dan transformatif dengan melihat ruang politik akomodatif Jokowi dalam periode kedua menjabat sebagai Presiden tahun 2019-2024. Penggunaan kotak alat eksekutif dan koalisi presidensial tidak hanya tetap dilanjutkan melainkan juga semakin dipertegas dengan semakin meluasnya distribusi kotak alat eksekutif dan bertambahnya jumlah partai oposisi yang bergabung ke dalam pemerintahan pada masa pemerintahan Jokowi 2019-2024.