Diskusi Publik “Pemilu 2024 dan Ancaman Erosi Demokrasi”

Puskapol FISIP UI (Pusat Kajian Politik) telah menyelenggarakan diskusi publik dengan tajuk “Pemilu 2024 dan Ancaman Erosi Demokrasi” yang diselenggarakan secara langsung pada Selasa (5/12) di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP UI dan disiarkan secara daring melalui akun Youtube Puskapol FISIP UI. Diskusi ini mempertemukan para akademisi, intelektual publik, dan mahasiswa guna membicarakan dan merefleksikan arah Pemilu 2024 dalam konteks diskursus akademik. Diskusi ini dirancang berdasarkan tinjauan terhadap kondisi dan arah politik elektoral di Indonesia yang saat ini dibayang-bayangi oleh ancaman politik dinasti, oligarki, dan erosi demokrasi.

Kegiatan diskusi publik ini menghadirkan narasumber yaitu Titi Anggraini (Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia), Panji Anugrah Permana (Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia), Bivitri Susanti (Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera), Melki Sedek (Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia), dan Hurriyah (Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia).

Kegiatan diskusi dibuka oleh Julian Aldrin Pasha selaku ketua Departemen Ilmu Politik FISIP UI. Dalam sambutannya, Julian menyampaikan keterkaitan antara fenomena erosi demokrasi dengan faktor kepemimpinan politik yang menentukan apakah demokrasi dijadikan sebagai tujuan akhir atau semata-mata alat untuk mencapai kemakmuran rakyat.

Isu regresi demokrasi sebetulnya telah menjadi perhatian para scholars dalam 10 tahun terakhir yang kemudian semakin mengalami situasi yang mengkhawatirkan jelang Pemilu 2024. Kelima narasumber menyoroti fenomena ancaman erosi demokrasi dari berbagai aspek.

Titi Anggraini menyoroti kemunduran dalam prosedur dan substansi kompetisi elektoral. Hal ini dapat diidentifikasi dari beberapa hal yaitu proses pemilu yang sejak awal lekat dengan narasi kecurangan misalnya pada tahapan verifikasi partai politik serta fenomena penundukan lembaga penyelenggara pemilu secara sukarela terhadap kekuatan politik/parpol di DPR, salah satunya terkait isu pencalonan keterwakilan perempuan.

Selain itu, adanya fenomena juristocracy yaitu pengalihan persoalan kebijakan legislasi ke pengadilan dan menantang masyarakat sipil untuk melakukan aktivisme hukum.

Sementara itu, Panji Anugrah menyoroti ancaman erosi demokrasi oleh elit politik yang mampu melakukan akumulasi kekuasaan dan membajak demokrasi. Elit politik berjalan dalam gelombang populisme instrumental dan berhasil melakukan rekayasa persetujuan (manufacturing consent) dengan narasi “dia orang yang baik”, “dia adalah kita”.

Menurut Panji, elit politik hari ini memenuhi karakteristik elit yang disebut ilmuwan politik Pareto (1968) sebagai elit dengan karakter rubah dan lion, yakni elit yang inovatif, spekulatif, dan skeptis. Berbeda dengan rezim sebelumnya yang cenderung menekankan pada stabilitas dan keseimbangan, elit politik hari ini memiliki kecenderungan untuk mengabaikan suara publik.

Panji juga menyoal tentang tantangan demokrasi hari ini, yakni bagaimana menghadapi elitelit politik yang mampu melakukan rekayasa persetujuan tanpa harus menciptakan instrumen kekerasan seperti di era Orde Baru.

Berkaitan dengan itu juga, Bivitri menekankan pada fenomena autocratic legalism yakni adanya upaya pembajakan mekanisme konstitusi untuk mendapatkan keuntungan dari dangkalnya demokrasi dan hukum yang berlaku. Hukum dijadikan sebagai alat penyelewengan intrumen kekuasaan.

Menurut Bivitri, cara ini lebih sadis dibandingkan penggunaan senjata karena memberikan dampak luas bagi masyarakat. Dalam konteks autocratic legalism tersebut, ada pelemahan empat institusi demokrasi di Indonesia yaitu KPK, DPR (dalam hal ini fungsi pengawasannya), masyarakat sipil (melalui intimidasi, kriminalisasi, doxing), serta Mahkamah Konstitusi.

Sebagai representasi mahasiswa dan anak muda, Melki menyoroti ancaman demokrasi dengan adanya pembungkaman gerakan mahasiswa melalui upaya peretasan, intimidasi, dan represi yang mengakibatkan redupnya gerakan mahasiswa. Di sisi lain, mahasiswa sebagai representasi anak muda seringkali hanya diposisikan perannya untuk memilih dan dipilih.

Padahal lebih dari itu, anak muda dalam demokrasi perlu diberikan ruang untuk berpartisipasi dengan beragam cara. Adapun putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan ketentuan cawapres sesungguhnya juga tidak memberikan kontribusi bagi pengakuan dan penguatan representasi bagi anak muda, karena tidak mengubah apapun soal kategori usia muda.

Sebaliknya, putusan tersebut justru berpotensi menguatkan oligarki karena hanya memberi akses bagi “anak muda yang punya pengalaman menjabat sebagai pemimpin politik”. Ancaman erosi demokrasi tidak selalu bersumber dari elit-elit politik.

Hurriyah melihat ancaman demokrasi juga muncul dari bawah, yakni dari masyarakat sipil. Dalam konteks politik hari ini, suara kritis masyarakat sipil, terutama di media sosial, seringkali dibungkam oleh kelompok masyarakat sipil lainnya terutama kelompok buzzer.

Kondisi ini menurut Hurriyah adalah ironi karena masyarakat sipil selama ini diyakini sebagai agen utama demokratisasi, dan kritik terhadap kekuasaan justru merupakan prasyarat penting bagi terwujudnya demokrasi yang sehat. Ketika masyarakat sipil terkooptasi dan menjadi pendukung kekuasaan, hal itu justru perlahan-lahan akan mematikan kontrol publik.

Fenomena-fenomena ini menunjukan bahwa demokrasi tidak pernah runtuh secara tiba-tiba, melainkan terjadi pengikisan secara perlahan dan tidak disadari. Karenanya, Hurriyah menyarankan pentingnya komitmen elit pada demokrasi, keberadaan oposisi dan masyarakat sipil yang kritis dan resilien dalam rangka menjaga kontrol publik dan melawan erosi demokrasi.

Related Posts

Hubungi Kami

Kampus UI Depok
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Jl. Prof. Dr. Selo Soemardjan, Depok, Jawa Barat 16424 Indonesia
E-mail: fisip@ui.ac.id
Tel.: (+62-21) 7270 006
Fax.: (+62-21) 7872 820
Kampus UI Salemba
Gedung IASTH Lt. 6, Universitas Indonesia
Jl. Salemba Raya 4, Jakarta 10430 Indonesia

E-mail: fisip@ui.ac.id
Tel.: (+62-21) 315 6941, 390 4722

Waktu Layanan

Administrasi dan Fasilitas
Hari : Senin- Jumat
Waktu : 08:30 - 16:00 WIB (UTC+7)
Istirahat : 12.00 - 13.00 WIB (UTC+7)

Catatan:
*) Layanan tutup pada hari libur nasional, cuti bersama, atau bila terdapat kegiatan internal.