


Salah satu partai Islam di Indonesia yang dianggap sukses secara elektoral adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Tetapi di tingkat lokal, dukungan terhadap partai ini bervariasi, dari signifikan hingga kurang bahkan tidak signifikan. Padahal konteks sosial-politik lokal memungkinkan partai ini meraih dukungan signifikan.
Andi Rahman Alamsyah mengangkat judul disertasi “Saling Memengaruhi Peran dan Empat Pola Dukungan dalam Kompetisi Elektoral Lokal: Performa Partai Keadilan Sejahtera di Dua Kelurahan di Kota Depok dalam Pemilihan Anggota Legislatif Lokal” dan resmi mendapatkan gelar Doktor Sosiologi dari FISIP UI pada Senin (30/06) di Auditorium Juwono Sudarsono.
Menurut Andi, sejumlah studi mengaitkan variasi itu dengan ideologi Islamis dan moderasi atas ideologi tersebut, kemampuan dalam beradaptasi dengan konteks sosial-politik lokal, dan pelembagaan partai. Namun, karena berfokus pada penyebab tunggal yang konstan, berlaku umum, dan hanya berkaitan dengan internal partai, studi-studi itu tidak selalu terkonfirmasi secara faktual.
“Celah analisis itu dapat ditambal dengan cara pandang multikausalitas, fleksibel, berlaku setempat, dan mempertimbangkan aspek-aspek eksternal partai. Hal ini dapat ditemukan dalam teori strategic action field (SAF) versi modifikasi,” ujar Andi.
Andi menjelaskan bahwa mengacu pada hal itu, penulis berargumen bahwa dukungan terhadap cabang partai dalam pemilihan legislatif lokal dipengaruhi oleh 4 pola yaitu, elektoral—aktorideasional, aktor-material, struktur-ideasional, dan struktur-material—yang terbentuk dari saling memengaruhi peran antara SAF kompetisi elektoral lokal, SAF-SAF eksogen, dan keterampilan sosial cabang partai.
Dukungan signifikan terjadi di daerah di mana keempat pola dapat bekerja secara penuh, dan kurang signifikan bila sebaliknya. Keampuhan keempatnya tergantung pada kondisi khas setiap daerah. Argumen itu terkonfirmasi dalam penelitian yang dilakukan di Depok Jaya dan Cinangka, Kota Depok.
Dalam penelitian Andi tersebut bahwa variasi dukungan terhadap PKS dalam Pileg lokal 2019 dipengaruhi oleh tujuh aspek yang merefleksikan empat pola elektoral: kampanye door to door, kepemimpinan dalam masyarakat, figur caleg (aktor-ideasional); pelayanan sosial (aktor-material); figur capres, peran ormas-ormas Islam (struktur-ideasional); bantuan sosial pemerintah kota (strukturmaterial).
“Ketujuhnya merupakan produk dari saling memengaruhi peran antara Pileg lokal 2019, Pilpres 2019, ormas-ormas Islam, pemerintah Kota Depok, dan kepiawaian PKS di dua kelurahan itu dalam menggalang dukungan. Di Depok Jaya PKS meraih dukungan signifikan sebab kondisi-kondisi spesifiknya menunjang bekerjanya ketujuh aspek tersebut, sedangkan di Cinangka tidak,” jelas Andi.
Lebih lanjut Andi menjelaskan bahwa ketujuh aspek yang merupakan manifestasi dari empat pola dukungan elektoral itu dibentuk oleh mekanisme saling memengaruhi peran (interplay of roles) antara Pileg lokal sebagai suatu SAF dan keterampilan sosial cabang.
“Penelitian ini memperlihatkan bahwa variasi dukungan terhadap PKS dalam kompetisi elektoral lokal di dua daerah dengan konteks sosial-politik yang relatif sama dipengaruhi oleh tujuh aspek yang merefleksikan empat pola dukungan elektoral, yakni pola aktor-ideasional, pola aktor-material, pola struktur-ideasional, dan pola struktur-material,” jelas Andi.
Andi memberikan sejumlah rekomendasi seperti 4 pola dukungan elektoral yang ditawarkan dalam penelitian ini dapat direplikasi oleh cabang partai dengan beberapa penyesuaian sesuai dengan kondisi-kondisi yang dihadapi.
Andi menekankan, dengan empat pola dukungan elektoral tersebut, cabang partai memiliki peluang untuk memperoleh dukungan dari beragam segmen pemilih. Dalam implementasinya, 4 pola dukungan elektoral tersebut memerlukan kesiapan cabang partai maupun partai di tingkat nasional utamanya dari sisi kelembagaan, seperti visi-misi, aturan, struktur organisasi, sumberdaya, prosedur.
“Dalam sejumlah kasus, 4 pola dukungan elektoral termanifestasikan pada aspek-aspek yang bersifat ekstrim, seperti politik uang (pola aktor atau struktur-material), penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah lokal atau elemen-elemen yang mempresentasikan pemerintah pusat (pola struktur-material), eksploitasi sentimen identitas seperti agama, etnik (pola aktor atau struktur-ideasional),” ujarnya.
Dalam kondisi seperti itu, negara harus hadir untuk mengaturnya dan memastikan penerapannya di tingkat lokal. Tidak hanya negara, organisasi masyarakat sipil pun dapat berperan dalam mencegah munculnya aspek-aspek ekstrim tersebut.