Menjelang satu tahun perhelatan pemilu yang ke enam di era Reformasi, sekaligus menandai 30 tahun reformasi politik di Indonesia, berbagai pertemuan dan konsolidasi politik dilakukan para elite partai politik dalam bursa pencalonan presiden. Pencalonan presiden paling menyita perhatian publik karena akan menandai sebuah perubahan rezim atau keberlanjutan rezim yang berkuasa pada periode berikutnya.
Departemen Ilmu Politik FISIP UI mengadakan serial diskusi seputar Pemilu 2024 bertajuk Election Talks “Kemana Arah Politik Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu 2024?” pada Kamis (30/3/23) di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI.
Diskusi publik ini menghadirkan para narasumber yaitu Budi Arie Setiadi, S.Sos, MBA, (Ketua Umum Relawan Projo/Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi), Dr. Ir. Hasto Kristiyanto, M.M (Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan), Dr. H. Cucun Ahmad Syamsurizal, M.Ag (Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan DPP PKB/Ketua Fraksi PKB DPR RI), Pipin Sofyan (Juru Bicara Partai PKS), Dr. Sri Budi Eko Wardani, M.Si (Dosen Departemen Ilmu Politik FISIP UI).
Diskusi Election Talk ke-1 ini membahas tentang politik pencalonan presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2024 yang mendiskusikan mengenai sudut pandang partai politik dalam pencalonan presiden dan wakil presiden serta dalam membangun koalisi politik dalam pencalonan presiden.
Hasto mengatakan bahwa PDIP untuk saat ini sedang menunggu momentum yang tepat. Skala prioritas PDIP saat ini adalah mempersiapkan partai untuk turun mempersiapkan agenda daripada visi misi Presiden dan Wakil. Konfigurasi kekuasaan dengan Presiden memerlukan sikap kepemimpinan yang kokoh maka dianggap dua hingga empat pasangan calon dianggap bagus.
“Yang menjadi penting adalah bagaimana aspirasi dan bagaimana penyerapan aspirasi itu. Tak hanya fokus pada capres cawapres, juga membangun sistem politik yang mendukung, salah satunya dengan mempersiapkan anggota legislatif yang baik,” ujar Hasto.
Menurut Budi Arie yang difokuskan adalah kesepakatan antarpartai. Memang ada background diplomacy yang dilakukan Jokowi dengan beberapa capres, salah satu contohnya di Kebumen. Wajar memang jika ada preferensi ke capres tertentu, utamanya yang memiliki hubungan emosional dan keterikatan dengan Jokowi.
“Ini soal kesepakatan antarpartai. Semua partai juga punya kepentingan dengan legislatifnya, bagaimana pilpresnya bisa membawa cottle effect ke pemilihan legislatif nya. Jokowi secara offical ga mungkin menyebutkan nama. Waktu di kebumen isunya Prabowo dan Ganjar yang didukung.
Di kebumen itu menurut saya lebih dari sinyalemen. Yang pasti, wajar saja pak jokowi punya preferensi ke keduanya, karena beliau berdua punya hubungan emosional dan keterikatan dengan Jokowi. Prabowo yang menganjurkan untuk memajukan Jokowi di 2012 Gubernur Jakarta,” ujar Relawan Projo itu.
Kang Cucun mengatakan bahwa koalisi yang sejak dulu, lebih jelas adalah Gerindra dengan PKB. Gerindra dan PKB yang sudah punya ikatan. Kita punya keyakinan, mau jalan di mana, dan kita sudah ada agreement nya, sudah ada klausul awalnya. Yakin perhitungan matang dua partai, dan yakin bahwa mereka yang akan memimpin daripada Indonesia.
Pipin sendiri berpendapat bahwa menurut survey yang dilakukan PKS dapat disimpulkan politik adalah sebuah moment. Rakyat ingin perubahan bukan berkelanjutan berdasarkan survey PKS. Meksipun berbeda perspektif tetapi yang penting adalah harus saling menghormati.
Pipin juga menekankan bahwa politik uang menjadi racun demokrasi, maka penting untuk adanya pendidikan politik, PKS berkomitmen dengan capresnya bahwa politik ke depan adalah politik gagasan, yang saling memperlihatkan track record dan prestasi kerja. Partai harus siap dan saling menghormati demi Indonesia 2045.
Menurut Dhani sendiri, melihat di media yang tiba-tiba Surya Paloh mendukung Anies, tiba-tiba gabung PKS, seperti durian runtuh, hal yang ada di media itu ada permukaan dan maka perlu adanya pemahaman lebih mendalam. kadang-kadang tidak ada teori yang pakem tentang pembentukan teori. Yang ingin ditekankan adalah, menurut kalangan akademisi, proses pemilihan “orang” di partai harusnya terbuka sehingga masyarakat bisa mengetahui syarat capres, platform yang digariskan untuk menjadi arah kampanye pilpres sehingga harus membuka diri.
Melihat politik dari dekat, partai memiliki strategi dalam memutuskan calon. Proses bagaimana partai menentukan koalisi bersama siapa, apakah penting untuk berkoalisi. Biasanya koalisi berdasarkan kesamaan historis, platform. Perlu forum untuk membicarakan apa saja tuntutan dari masyarakat. Politik saat ini di driven oleh elit karena elit yang menentukan program.
Walaupun statement kelimanya berbeda-beda, tetapi satu hal yang disetujui oleh kelima narasumber, bahwa akan lebih baik apabila pada pemilu 2024 akan ada dua hingga empat pasangan calon untuk mencegah polarisasi seperti yang terjadi pada pemilu sebelumnya.
Dhani memberikan kesimpulannya untuk akademisi forum seperti ini digunakan untuk menjadi sarana pendidikan politik.
Kang Cucun juga berharap untuk mahasiswa tidak boleh bersikap apriori dan apolitis. Mahasiswa harus bisa mengontrol sebab arah penentu presiden dan wakil presiden adalah berada di tangan mahasiswa.
Optimis dengan masa depan politik Indonesia ke depan ditandai dengan kepedulian mahasiswa terhadap nasib bangsa dan arah politik Indonesia di tahun 2024. Indonesia di tahun 2045 akan menjadi tahun besar memperingati 100 tahun kemerdekaannya.
Dapat disaksikan lebih lanjut di Youtube FISIP Universitas Indonesia: https://www.youtube.com/watch?v=SKbHUrZ5pHw&t=523s