Diskusi Publik PUSKAPOL Universitas Indonesia Mengenai Peran Perempuan dan Orang Muda dalam Ruang Politik

Pusat Kajian Politik (PUSKAPOL) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI)mengadakan townhall meeting yang bertemakann “Berdaya dan Bersuara: Peran Perempuan dan Orang Muda dalam Ruang Politik” pada Rabu (04/06) di Auditorium Mochtar Riady, FISIP UI.

“Diskusi ini diselenggarakan untuk membuka ruang refleksi dan dialog kritis tentang bagaimana perempuan dan orang muda dapat memperkuat posisi mereka dalam ranah politik, baik di tingkat formal maupun informal. Tujuan dari diskusi ini untuk memaknai politik yang inklusif dan berkeadilan di Indonesia, khususnya bagi kelompok perempuan dan orang muda. Serta mengidentifikasi peluang strategis dan momentum sosial-politik untuk menciptakan politik yang lebih setara, inklusif, dan berkeadilan sosial di Indonesia,” ujar Hurriyah (Direktur Puskapol UI).

Menurut Hurriyah, meskipun terdapat peningkatan angka representasi perempuan di lembaga legislatif, tercatat 22% perempuan di DPR RI, 37% di DPD RI, dan 19% di DPRD Provinsi – namun angka ini masih belum mencerminkan keterwakilan ideal dan substantif bagi perempuan dalam ruang pengambilan keputusan.

Salah satu fenomena penting yang muncul dalam Pemilu 2024 adalah menguatnya politik kekerabatan atau dinasti politik. Ada beberapa anggota DPR RI yang terpilih memiliki hubungan kekerabatan dengan elite politik. Fenomena ini berdampak serius terhadap kualitas demokrasi, termasuk dalam hal keterwakilan perempuan.

Tingginya biaya politik menjadi faktor penghambat utama dalam menciptakan politik yang lebih inklusif. Dalam sistem proporsional daftar terbuka yang berfokus pada kandidat, partai politik cenderung memilih calon yang memiliki modal sosial dan ekonomi kuat, dua hal yang secara struktural lebih sulit diakses oleh perempuan dan generasi muda.

Sri Budi Eko Wardani (Dosen Departemen Ilmu Politik FISIP UI) mengatakan bahwa, politik hari ini bukan hanya soal ideologi, tapi transaksi. Ada “biaya” untuk ikut politik, baik uang maupun relasi. Perempuan dan anak muda menghadapi banyak hambatan struktural dan budaya politik kita masih sangat eksklusif. ruang politik justru dimanfaatkan untuk melanggengkan dinasti politik, di mana perempuan dan anak muda yang dicalonkan berasal dari lingkaran sosial atau keluarga elite politik, bukan karena kapasitas dan rekam jejak perjuangan politik mereka.

“Perempuan banyak berkontribusi dalam kerja-kerja logistik partai, tapi tidak mendapat ruang representasi yang setara. Ini disebut silent labor, kerja politik yang dilakukan, tapi tidak dianggap sebagai kerja politik,” ujar Wardani.

Di sisi lain, Indonesia saat ini tengah mengalami bonus demografi, dengan meningkatnya jumlah penduduk usia produktif, termasuk Gen Y dan Gen Z. Kondisi ini seharusnya menjadi peluang emas untuk melakukan regenerasi politik, sementara mayoritas masih didominasi oleh politisi senior.

Minimnya representasi generasi muda mengindikasikan masih kuatnya hambatan struktural dan kultural terhadap partisipasi mereka, termasuk stereotip ketidakmampuan, kurangnya akses terhadap pendidikan politik, dan eksklusi dari proses pengambilan keputusan.

Lebih lanjut Wardani menjelaskan, “hal ini terjadi pada anak muda, mereka tertarik pada isu politik, aktif di media sosial, tapi enggan bergabung ke partai politik karena partai tidak punya jalur regenerasi yang jelas, tidak ada sistem insentif, dan budaya politik yang elitis dan tertutup. Kebijakan afirmatif seperti kuota 30% menjadi stagnan, hanya jadi simbol, bukan strategi perubahan. Bias kelas dan gender semakin menguat, partai dikuasai elite ekonomi dan politik. Lalu regenerasi macet, anak muda tidak diberi ruang belajar dan berproses.”

Menurut Rocky Gerung (Ketua Tumbuh Institute), eksklusi perempuan dari ruang publik dan politik, disebut sebagai ‘utang peradaban’. Kuota 30% dianggap bukan bentuk kemajuan, tapi justru kompromi yang sangat kecil terhadap utang besar sejarah kepada perempuan.

“Dulu, perempuan adalah ‘unspeakable’—tak boleh berbicara, tak dianggap mampu berpikir politik, tak diundang dalam pengambilan keputusan. Hari ini, mereka mulai menjadi ‘speakable’—berbicara, memimpin, mengajar, dan membela yang tertindas. Politik yang sejati bukan soal siapa yang paling kuat, tapi siapa yang paling peduli. Keadilan bukan soal menang atau kalah, tapi tentang siapa yang mendengarkan suara yang paling pelan. Dan dalam perjuangan ini, perempuan memegang peran utama,” jelas Rocky Gerung.

Rocky mengatakan bahwa transformasi bukan hanya dalam praktik politik, tapi juga dalam cara berpikir menggeser politik dari ruang institusional ke ruang etis dan relasional, terutama dengan mendengarkan suara dan pengalaman perempuan.

Wardani mengatakan ada beberapa solusi yang bisa dilakukan, yaitu dengan reformasi internal partai dengan buka jalur kaderisasi yang transparan bagi perempuan dan anak muda. Serta pendanaan publik untuk partai politik  supaya partai tidak hanya tergantung pada sponsor elite. Melibatkan perempuan dan anak muda bukan sekadar pilihan moral, tapi syarat mutlak untuk demokrasi yang sehat.

Hadir juga pembicara lainnya yaitu, Garda Maharsi (Politisi PDI Perjuangan), Sekarwati (Politisi partai Golkar) dan Fariz Ma’arif  (Politisi Partai Demokrat).

Related Posts

Hubungi Kami

Kampus UI Depok
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Jl. Prof. Dr. Selo Soemardjan, Depok, Jawa Barat 16424 Indonesia
E-mail: fisip@ui.ac.id
Tel.: (+62-21) 7270 006
Fax.: (+62-21) 7872 820
Kampus UI Salemba
Gedung IASTH Lt. 6, Universitas Indonesia
Jl. Salemba Raya 4, Jakarta 10430 Indonesia

E-mail: fisip@ui.ac.id
Tel.: (+62-21) 315 6941, 390 4722

Waktu Layanan

Administrasi dan Fasilitas
Hari : Senin- Jumat
Waktu : 08:30 - 16:00 WIB (UTC+7)
Istirahat : 12.00 - 13.00 WIB (UTC+7)

Catatan:
*) Layanan tutup pada hari libur nasional, cuti bersama, atau bila terdapat kegiatan internal.