Pasca Reformasi, kelompok yang selalu memperjuangkan Negara Islam ini kembali bermunculan. Salah satunya adalah kemunculan Jemaah Islamiyah, yang memiliki genealogi ideologi kuat dengan Negara Islam Indonesia. Jemaah Islamiyah rutin dan konsisten melakukan aksi terror paling tidak sampai dengan tahun 2012.
Fenomena desistensi dari terorisme tidak hanya sebatas menjelaskan bagaimana mantan pelaku teror dapat berhenti menjadi teroris atau kembali terlibat dalam kelompok teroris. Di sisi lain, penelitian tentang Desistensi dari terorisme harus menjawab berbagai macam faktor dan pengaruh lain yang mendukung seseorang mengalami desistensi dari terorisme.
Ardi Putra Prasetya, resmi menjadi Doktor dari Departemen Kriminologi yang meneliti “Desistensi dari Terorisme (Desifter): Konsepsi Komprehensif Tentang Tipologi, Peramalan dan Intervensi Mantan Pelaku Teror” pada Kamis (24/10) di Auditorium Juwono Sudarsono dan berhasil mempertahankan disertasinya dihadapan para dewan penguji.
Penelitian tentang desistensi dari terorisme telah berkembang secara subtansial dalam beberapa tahun terakhir. Kriminologi sekarang memberikan sejumlah proposisi tentang desistensi dari terorisme mencakup penghentian dari bentuk spesifikasi kekerasan kriminal yang dikenal sebagai kejahatan terorisme.
Teori desistensi menekankan perlunya penjelasan holistik untuk menjelaskan individu yang terlibat dalam kejahatan terorisme dan ingin berhenti melakukannya. Faktanya, dibandingkan dengan kejahatan biasa, kejahatan terorisme cenderung langka, terselubung dan kolektif.
Dengan potensi yang dapat menghasilkan konsekuensi serius, perlunya menuniukkan bahwa untuk memahami desistensi sebagai proses daripada keadaan diskrit, ditandai dengan kondisi berakhirnya dukungan terhadap ideologi radikal daripada partisipasi dalam serangan teroris telah menunjukkan tersediannya penjelasan teoritis tentang desistensi dari terorisme. Di sisi lain, melihat kondisi kejahatan terorisme yang terus berkembang, perlu adanya upaya untuk memperkuat dan memahami desistensi dari terorisme.
Peneliti memulai penelitian ini dengan tinjauan existing literatur tentang Desistensi dari terorisme, dengan mempertimbangkan tantangan konseptual dan meninjau teori utama kerangka kerja dan temuan empiris dari Desistensi dari terorisme khususnya di Indonesia.
Didasarkan pada hal ini terdapat kemungkinan pembentukan tipologi Desistensi dari terorisme berserta peramalannya dapat memberikan pandangan yang berbeda terkait penanganan dan pencegahan tindak pidana terorisme. Peramalan tersebut akan mencakup berkembangnya kondisi idling mode yang cenderung dialami oleh mantan pelaku teror. Setelah idling mode, ditemukan catalyst event yang mendorong mantan pelaku teror kembali melakukan aksinya. Kondisi in juga tidak terlepas dari pengaruh globalisasi yang telah mengakibatkan badai informasi, di mana mantan pelaku terror terlibat dan memiliki peran dalam organisasi terorisme. Dengan menggunakan metode kualitatif, Peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap 35 Mantan Teroris, serta melakukan Focus Group Disscussion (FGD) bersama 13 Pakar intervensi pelaku teror.
Dari hasil penelitian ini, tergambarkan bagaimana wujud dari tipologi Desistensi dari terorisme. Berdasarkan tipologi tersebut, dapat dilihat faktor yang mendukung dan menghambat teriadinya Desistensi dari terorisme, seperti catalyst event dan idling mode. Di bagian akhir, penelitian ini membahas tentang bentuk intervensi yang dapat dilakukan kepada Mantan pelaku teror, yaitu pendekatan heaven, home, dan habit.
Penelitian ini melahirkan rekomendasi secara metodologis, penelitian terkait eksistensi kelompok terorisme dan pelaku terorisme dapat memberikan data yang dinamis dengan tidak adanya informasi tentang variasi intensitasnva dan kondisinya. Karena itu, untuk lebih memahami proses Desistensi dari terorisme, penting untuk menggunakan analisis yang dapat mengakomodasi perubahan antar waktu dari perilaku pelaku terorisme.
Hal ini akan sangat bermanfaat bagi para pembuat kebijakan untuk mengetahui peningkatan aktivitas terorisme para mantan pelaku setelah adanya intervensi tertentu. Dalam konteks ini, Desistensi dari terorisme memiliki peran penting untuk membedah dan mendalami cara seseorang untuk mengakhiri masa keterlibatan dalam aksi terorisme.