Peredaran obat palsu di Indonesia telah mencapai 2 miliar dollar Amerika atau 25% dari total presentase bisnis farmasi di Indonesia pada 2016. Produksi dan peredaran obat palsu keuntungan ekonomisnya jauh lebih besar dibandingkan produksi narkotika atau psikotropika dan resiko ancaman hukuman pidana penjara maupun dendanya pun jauh lebih ringan dari pada kejahatan narkotika atau psikotropika.
Bahan baku obat palsu mudah didapat, demikian pula mesin-mesin produksi bekas, bahan kemasan yang sangat menyerupai produk asli bukanlah hal yang sulit dikenali dengan kemajuan teknologi saat ini. Terlepas dari risiko memperoleh obat palsu, berbelanja obat secara online memberikan keuntungan seperti mendapatkan obat yang sulit ditemukan di pasaran dan tentu saja harga yang lebih murah.
Upaya pencegahan dan penanggulangan permasalahan ini telah diupayakan lintas sektor instansi formal sebagai respon tindak lanjutnya. Pada tanggal 30 Mei sampai 7 Juni 2016, Indonesia mengamankan ribuan kemasan obat ilegal senilai 4,2 juta dollar Amerika. Ribuan obat palsu ini diamankan dari 64 pabrik dan tempat produksi di seluruh Indonesia. Di waktu yang berasamaan, sebanyak 214 situs website yang menjual obat palsu online juga dipaksa tutup.
Namun demikian, produsen obat palsu justru tetap langgeng menjalankan bisnisnya. Langgengnya bisnis obat palsu di Indonesia mungkin ditengarai oleh politico-criminal configurations yaitu konsep yang mengungkap adanya interaksi yang bersifat symbiosis mutualism antara holders of political power (negara) dengan users of extralegal force and intimidation (organized crime).
Hasilnya menemukan bahwa gagasan terdapatnya relasi antara negara dan organized crime dalam konsep politico-criminal configurations tampaknya belum dapat dibuktikan sepenuhnya. Relasi ini hanya ditemukan dalam bentuk kooptasi fungsi negara sebagai enforcement of norms oleh organized crime melalui corrupted state apparatus.
Walaupun begitu bahaya yang ditimbulkan oleh relasi politico-criminal configurations dalam bisnis obat palsu tidak hanya berdampak pada semakin luasnya pengaruh kelompok organized crime dalam mempengaruhi negara dan juga semakin meluasnya kekuasaan organized crime dalam menguasai pasar obat di Indonesia.
Kelompok organized crime mengakses state apparatus dengan uang sebagai imbalan perlindungan dan pengunaan pasal yang ringan. Kelompok organized crime tidak mengakses negara secara langsung sehingga relasi yang terbentuk belum merupakan relasi politico-criminal configurations yang sempurna.
Secara umum fenomena peredaran obat palsu di Indonesia sebenarnya dapat diselesaikan oleh pemerintah, namun pemerintah harus dengan segera melakukan evaluasi terhadap kebijakan dan aturan-aturan terkait produksi dan distribusi obat-obatan di Indonesia. Selain itu pemerintah harus mempertegas sanksi hukum dan memperketat pengawasan dan penindakan terhadap perusahaan maupun terhadap organized crime yang terlibat.
Bismo Teguh Prakoso berhasil menyandang gelar doktor Kriminologi. Setelah berhasil mempertahankan hasil disertasinya yang berjudul “Relasi politico-criminal configurations antara organized crime dan negara sebagai bentuk state-organized crime dalam fenomena produksi dan peredaran obat palsu di Indonesia” di hadapan para penguji. Sidang promosi doktor Bismo dilaksanakan pada Selasa (07/01) di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI.