Kepemimpinan pragmatik Presiden Joko Widodo dan jiwa kewirausahaannya muncul sebagai pendorong utama upaya yang lebih ekspansif politik luar negeri Indonesia terhadap benua Afrika, yang berpotensi menjadi langkah revolusioner dalam perspektif yang terbuka untuk Indonesia, yang telah lama digambarkan dalam karya akademik sebagai negara “inward-looking” atau dalam kata lain negara yang kurang mendunia dan terlalu fokus pada urusan domestik. Menariknya Afrika bisa menjadi jalan Indonesia menuju kekuatan besar jika Indonesia dapat meningkatkan kapasitas pengetahuannya tentang Afrika dan bekerja sama dalam kedudukan yang setara dengan benua yang ukurannya lebih besar dari gabungan Cina, Amerika Serikat, India, Indonesia, dan Eropa Barat. Inilah yang ditulis oleh Christophe Dorigné-Thomson, seorang pria warga negara ganda Inggris-Perancis yang melakukan penelitian disertasinya dengan judul “Pergeseran Politik Luar Negeri Indonesia menuju Afrika dalam Konteks Asia-Afrika di bawah Kepemimpinan Presiden Ir. H. Joko Widodo” yang berhasil memertahankan disertasinya pada Sidang Promosi Doktor Program Pascasarjana Ilmu Politik FISIP UI secara daring (07/01). Christophe lulus dengan predikat cumlaude dan IPK 3,87; menjadi Doktor Ilmu Politik ke-133 .
Promosi Doktor ini di ketuai oleh Prof. Drs. Isbandi Rukminto Adi, M.Kes., Ph.D. Sebagai promotor Guru Besar Ilmu Politik UI Prof. Dr. Maswadi Rauf, MA, kopromotor 1 Edy Prasetyono, S.Sos, M.I.S., Ph.D. dan kopromotor 2 Meidi Kosandi, S.IP., M.A., Ph.D. Tim penguji Dr. H. Teuku Faizasyah, M.Si. (Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia), Julian Aldrin Pasha, M.A., Ph.D. (Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP UI), dan Drs. Fredy Buhama Lumban Tobing, M.Si (Departemen Hubungan Internasional FISIP UI).
Penelitian ini mengkaji politik luar negeri Indonesia kontemporer terutama di periode kepemimpinan Presiden Jokowi dan mengalikan analogi dengan politik luar negeri terhadap benua Afrika kekuatan besar Asia lainnya seperti Jepang, Tiongkok, India atau Korea Selatan; atau kekuatan baru lain seperti Brasil atau Turki. Meskipun pernah menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955, Indonesia terlambat dalam hubungan bilateral dengan negara-negara Afrika di abad ke-21 dibandingkan dengan negara-negara berkembang besar lainnya. Bertujuan untuk mengejar keterlambatan melalui jalur bilateral yang lebih dinamis di bawah Presiden Jokowi, Indonesia memutuskan untuk menjadikan Afrika sebagai prioritas politik luar negeri.
Sirkulasi pengetahuan melalui pencampuran ide dari pengaruh eksternal dan lokal menjelaskan kerangka politik Afrika yang dipilih Indonesia; dilihat sebagai perpanjangan paradigma pembangunan domestik ke benua Afrika dengan pengaruh dari kekuatan Asia dan negara-negara berkembang lainnya. Ekspansi Afrika mewujudkan keberhasilan pembangunan Indonesia; mendukung legitimasi domestik Jokowi.
Dengan bantuan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan, gaya Jokowi yang sederhana dan rendah hati dapat memberikan hasil nyata dalam politik luar negeri dengan contoh politik luar negeri baru Indonesia terhadap Afrika dimulai dengan Indonesia Africa Forum yang diadakan pada April 2018 di Bali.
“Jokowi ingin memanfaatkan Bandung untuk keuntungan ekonomi bersama dengan Afrika; sejalan dengan final communiqué KAA Bandung tahun 1955 yang menyerukan hubungan ekonomi Asia-Afrika yang kuat. Gayanya membantu menyederhanakan masalah rumit dan pragmatismenya menembus rintangan birokrasi” tutur Christophe.
Menutup research gap yang jelas dan mengalikan analogi dengan kekuatan eksternal lainnya di Afrika, studi baru ini yang topiknya belum pernah dipelajari secara menyeluruh sebelumnya memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam tentang pergeseran politik luar negeri kontemporer Indonesia menuju Afrika dan politik luar negeri Indonesia pada umumnya. Mengingat Indonesia merupakan negara yang berkembang pesat, ide dan konsep baru perlu digunakan untuk menggambarkan Indonesia dalam studi akademis..
Menurut Christophe, “Politik luar negeri yang lebih ekspansif dimungkinkan oleh kekuatan material Indonesia yang meningkat. Namun faktor material tidak dapat sepenuhnya menjelaskan keterlibatan Indonesia dengan Afrika. Indonesia sebagai developmental state dan para pemimpin tertingginya terutama Presiden memiliki logikanya sendiri. Status internasional dan politik domestik seperti pembenaran keberhasilan pembangunan domestik terhadap khalayak domestik dapat dilihat di antara kepentingan nasional inti tertinggi Indonesia; berkorelasi dengan keamanan dan stabilitas rezim.” Popularitas domestik Jokowi memfasilitasi ekspansi politik luar negeri Indonesia dan pendekatan baru terhadap Afrika.
Selain itu Christophe menjelaskan bahwa “dalam konteks geopolitik persaingan sistemik AS-China, Afrika dapat menawarkan solusi baru untuk menyeimbangkan kekuatan besar bagi Indonesia dan ASEAN.”
Kesimpulan dari penelitian Christophe ini bahwa ketahanan dan keberhasilan pendekatan Afrika baru Indonesia hanya dapat dinilai dalam jangka panjang dan sangat bergantung pada kepemimpinan presiden, dan peningkatan kapasitas pengetahuan terutama tentang Afrika di bidang akademik.