Dua puluh tahun sejak transisi politik Indonesia pada tahun 1998, kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa Orde Baru belum dapat diselesaikan. Indonesia menghadapi situasi impunitas, sementara agenda keadilan transisi yang diperjuangkan oleh gerakan HAM pun semakin hilang dari diskursus publik.
Atnike Nova Sigiro, mahasiswa doktoral Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia mengangkat topik tentang pendekatan advokasi dalam kelanjutan agenda keadilan transisi sebagai bahan disertasinya. Atnike menganalisa bagaimana pendekatan advokasi yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terhadap kebijakan Bantuan Medis dan Psikososial (BMP) Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), tidak hanya memperbaiki prosedur dan pelaksanaan kebijakan BMP tetapi juga dapat mendorong kelanjutan agenda keadilan transisi di Indonesia. Hasilnya, penelitian ini menemukan bahwa kualitas pemilihan dari kebijakan BMP ditentukan oleh koherensi internal dan eksternal dari kebijakan tersebut. Advokasi yang dilakukan oleh KSM dan Komnas HAM terhadap kebijakan BMP telah menyentuh hal-hal yang menjadi masalah di dalam koherensi kebijakan BMP. Atnike juga menyimpulkan bahwa pendekatan ilmu kesejahteraan sosial tidak hanya bersifat komplementer terhadap pendekatan hukum dalam memandang korban dan hak-hak korban, melainkan justru memberikan perspektif baru dalam memandang fungsi kelembagaan LPSK dan Komnas HAM sebagai Lembaga Pelayanan Manusia. Pendekatan dalam ilmu kesejahteraan sosial dapat memberikan jalan alternatif bagi upaya untuk memajukan hak atas pemulihan bagi korban pelanggaran berat HAM masa lalu dalam konteks keadilan transisi di Indonesia.
Disertasinya ini berhasil mengantarkan Atnike meraih gelar doktor Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI yang ke-42 setelah melewati sidang terbuka dengan promotor Prof. Dr. Sulistyowati Irianto Suwarno, M.A. pada Selasa (26/6).