Stunting dapat terjadi karena perilaku konsumsi keluarga yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah kesehatan. Di Indonesia, upaya menurunkan prevalensi stunting dilakukan dengan Program Indonesia Sehat, diantaranya adalah bayi mendapat ASI eksklusif, bayi mendapat imunisasi dan balita mendapat pemantauan pertumbuhan.
Disertasi ini melihat bahwa program yang dilakukan belum maksimal, karena permasalahan Stunting merupakan permasalahan sosial, sehingga penyelesaian masalahnya harus ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mendasar yaitu pembangunan kualitas kehidupan sosial budaya, dengan cara memperbaiki elemen: struktur, kultur dan proses.
Hal tersebut disampaikan oleh Titik Harsanti pada Sidang Promosi Doktor Departemen Sosiologi FISIP UI pada Selasa (27/07) secara daring melalui Zoom. Disertasinya berjudul “Perilaku Konsumsi Keluarga Dalam Permasalahan Balita Stunting: Perspektif Struktur, Kultur dan Proses”. Penelitian ini dilakukan di 5 kota provinsi DKI Jakarta.
“Penelitian ini menghipotesiskan bahwa ibu yang memiliki modal manusia yang baik akan menghasilkan kualitas prosesual yang baik sehingga memiliki anak-anak yang tidak stunting. Dalam penelitian ini, kualitas prosesual ditentukan oleh ibu yang memiliki pendidikan baik, ibu bekerja dan ibu yang memiliki share keuangan terbesar dalam keluarga” jelas Titik.
Temuan penting dari penelitian ini adalah dalam pembahasan Struktur, perlu dilihat Struktur dari Struktur, yaitu kesesuaian jenjang dari seluruh peraturan yang berlaku di Indonesia. Dengan adanya Hierarki, Pemerintah daerah dapat menyelenggarakan fungsi otonomi lingkup daerahnya masing-masing sesuai aturan regulasi yang lebih tinggi.
DKI Jakarta termasuk provinsi yang hingga saat ini belum mempunyai perda khusus tentang pemberian ASI eksklusif, sehingga pelaksanaan peraturan tentang ASI Eksklusif sepenuhnya ada di pemerintah pusat. Sehingga kontrol terhadap peraturan ini tidak berjalan dengan baik. Kekuatan pasar sebagai struktur non formal dari pengusaha susu formula banyak ditemui dalam bentuk iklan di berbagai media, display dan pemasaran susu formula di toko-toko dan supermarket. Hal ini melemahkan pemberian ASI Esksklusif di DKI Jakarta.
Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 90 Tahun 2017 Tentang Penyediaan Ruang Laktasi/Menyusui di lingkungan Pemda DKI Jakarta. Tidak ada kewajiban bagi kantor-kantor lain di wilayah DKI Jakarta, menunjukkan kurangnya dukungan terhadap ibu bekerja dalam memberikan ASI Eksklusif. Padahal Persentase ibu bekerja di DKI Jakarta terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Selanjutnya Budaya dari Struktur, yaitu norma atau cara pandang masyarakat, pemerintah atau para pengusaha di Indonesia menanggapi suatu peraturan yang diundangkan, patuh atau yakin terhadap diundangkannya sebuah peraturan. Penelitian ini melihat bahwa, Adanya sanksi yang lemah dalam penegakkan peraturan dan Adanya sikap apatis dari masyarakat.
Budaya dalam perilaku konsumsi adanya mitos bahwa ASI saja tidak mencukupi, budaya memberikan makanan instan dan ringan seperti biskuit sebagai pengganti makanan pokok dan wewenang menentukan pembelian barang tahan lama yang mengarah pada perilaku konsumtif.
Ibu juga memiliki peran ekonomi penting dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Dapat disimpulkan bahwa ibu yang berpendidikan minimal tamat SMA, Ibu yang bekerja dan ibu yang memiliki share keuangan terbesar dalam keluarga memiliki kecenderungan untuk tidak stunting dibandingkan ibu berpendidikan rendah, tidak bekerja, dan tidak memiliki share keuangan utama dalam keluarga.
Titik menyimpulkan, pada akhir dari penelitian ini bahwa elemen prosesual merupakan elemen yang paling berperan bagi terciptanya balita dengan status gizi yang baik. Dengan meningkatnya tingkat pendidikan ibu, ibu bekerja, serta meningkatnya teknologi informasi secara revolusioner memungkinkan ibu bisa mengakses berbagai ilmu pengetahuan secara individu maupun dalam group, sehingga bisa meningkatkan kualitas prosesual. Hal ini dibuktikan menggunakan hasil regresi logistic binomial Bayesian bahwa ibu yang memiliki modal manusia yang baik signifikan mempengaruhi status gizi balita.
“Selain itu berkembangnya budaya memberikan ASI Eksklusif dikalangan para ibu muda yang semakin modern, mendukung prosesual terhadap struktur yang dibangun para pengusaha. Meskipun demikian, proses pencapaian menurunkan balita stunting berjalan lambat karena masih adanya beberapa hambatan struktural, diantaranya, kurangnya inisiatif DPRD DKI Jakarta dalam menampung aspirasi rakyat ditandai dengan kurangnya dukungan regulasi berupa perda tentang pemberian ASI Eksklusif, cuti hamil dan melahirkan serta sarana dan prasarana pendukung bagi ibu agar tetap bisa memberikan ASI Eksklusif ketika kembali bekerja” ujar Titik.