Citayam fashion week merupakan tren street fashion yang dilakukan oleh kebanyakan remaja asal Citayam namun selain itu ada pula yang berasal dari Bojong Gede dan Depok di kawasan Sudirman. Alhasil, kawasan SCBD yang dulu terkenal dengan singkatan Sudirman Central Business District pun berubah menjadi Sudirman Citayam Bojonggede Depok.
Tren ini baru merebak beberapa waktu lalu. Diawali dengan anak-anak remaja yang nongkrong di kawasan Sudirman. Ide untuk menghabiskan waktu dan adu kreativitas para anak muda dalam tampil modis, saling beradu gaya dengan memanfaatkan outfit pilihan masing-masing di Citayam Fashion Week.
Para remaja memilih SCBD Sudirman karena kawasan yang berlokasi di Jakarta Pusat itu punya pemandangan layaknya di luar negeri. Bukan cuma itu, kawasan ini juga dikenal ramah pejalan kaki karena lebarnya trotoar dan banyak ditumbuhi pepohonan. Lokasinya pun strategis bagi warga Citayam, Bojong Gede dan Depok lantaran bisa diakses hanya dengan menggunakan KRL.
Menurut sosiolog dari FISIP UI, Ida Ruwaida mengatakan bahwa fenomena Citayam Fashion Week ini awalnya diciptakan oleh remaja yang tergolong marginal untuk memanfaatkan fungsi-fungsi sosial dari fasilitas publik. Kreasi remaja mereka pada dasarnya lebih bersifat alamiah, tanpa dirancang sebelumnya, hanya lebih karena dipicu tampil eksis untuk nongkrong dan berekspresi di ruang terbuka.
Tetapi seiring berjalannya waktu, ruang kreasi remaja marjinal tersebut justru dimanfaatkan kaum kelas menengah atas untuk berbagai kepentingan. Fenomena ini mengundang banyak selebritas hingga sosialita untuk ikut tampil di jalanan kawasan tersebut. Bahkan, kini banyak merek fesyen juga turut serta memanfaatkan atensi dari fenomena itu untuk dijadikan ajang promosi produk mereka.
Namun, kehadiran dari berbagai merek fesyen maupun public figure tersebut sebagian besar cenderung terlihat hanya sekadar memanfaatkan momen yang sedang ramai.
Senada dengan hal tersebut Ida mengatakan, “meski sebagian kalangan mengklaim akan memfasilitasi remaja tersebut, namun yang terjadi adalah mereka memanfaatkan keterbatasan anak-anak suburban maupun anak-anak kota yang marginal ini untuk kepentingan tertentu.”
“Ini cermin lemahnya kohesi sosial warga kota, juga solidaritas antar kelas karena pembangunan kota selama ini memang cenderung bias kelas,” sambung dia. Alih-alih memfasilitasi eksistensi remaja SCBD dengan cara yang unik dan menarik, Ida mengatakan bahwa banyak kalangan menengah ke atas justru mengambil ruang kreasi mereka.
“Sebagian kalangan juga cenderung reaktif dan menstigma latar belakang remaja tersebut sebagai anak pinggiran dan dianggap mengganggu wajah kota, khususnya kehidupan para elit kota,” tuturnya.
“Maka dari itu, fenomena ini seharusnya bisa diapresiasi sebagai wujud kemampuan remaja pinggiran maupun kota yang latar sosial ekonominya rendah untuk merespons konteks situasi terkini dengan cara mereka yang lebih kreatif,” imbuh Ida.
Artikel ini ambil dari: https://lifestyle.kompas.com/read/2022/07/26/063000120/remaja-citayam-fashion-week-ditunggangi-demi-popularitas-ini-kata-sosiolog?page=2