21 Desember 2024 – Guru Besar Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia, Prof. Dra. F. Fentiny Nugroho, M.A., Ph.D menyampaikan pidatonya yang berjudul “Kebijakan Global dan Penanggulangan Kemiskinan Melalui Kolaborasi Pentahelix” di hadapan para dewan Guru Besar UI. Ia resmi di kukuhkan sebagai Guru Besar Kesejahteraan Sosial oleh Rektor Universitas Indonesia, Prof. Dr. Ir. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU pada Sabtu, 21 Desember 2024 di Makara Art Center, UI Depok.
Dalam pidato pengukuhan Guru Besar, Prof. Fentiny membahas terkait dengan isu kemiskinan di Indonesia yang perlu menjadi perhatian pemerintah. Isu kemiskinan merupakan sebuah tantangan bagi Indonesia dalam perjalanan untuk mencapai visi Indonesia Emas tahun 2045. Masalah kemiskinan merupakan “multi faceted” hal yang umum terjadi di berbagai negara, tetapi Indonesia sebagai negara berkembang, melihat kemiskinan dari kompleksitas yang berbeda. Dengan berbagai penelitian terkait kemiskinan yang sudah dilakukan Prof. Fentiny, pidatonya juga membahas terkait berbagai bukti yang menjadi pendukung dalam masalah dan solusi yang ditawarkan.
Pidato yang disampaikan juga membahas terkait dengan hubungan kemiskinan dengan era perdagangan bebas yang saat ini tengah berlangsung. Bagi negara berkembang, perdagangan bebas ini merupakan hal yang dapat memudahkan, tetapi disisi lain banyak menyimpan konsekuensi negatif. Prof. Fentiny juga membahas terkait dengan keadaan yang eksis, seperti harga pangan yang justru semakin meningkat, penggunaan pestisida terhadap pangan yang akan membahayakan, serta petani perempuan yang semakin tergerus oleh pasar bebas.
Perdagangan bebas dapat berkontribusi positif dalam pertumbuhan ekonomi negara maju, tetapi untuk negara berkembang, mereka memiliki keterbatasan dalam aspek sumber daya manusia dan ekonomi untuk dapat menjalankan perdagangan bebas secara tepat sasaran Menganalisis hal ini, meminimalisir dampak negatif dari perdagangan bebas sangat dibutuhkan bagi negara berkembang, khususnya Indonesia.

Tidak hanya secara teori, Prof Fentiny juga memakai ilustrasi kasus untuk dapat menggambarkan isu kemiskinan dan perdagangan bebas, yaitu terkait dengan barang dan bahan pokok impor yang membanjiri Indonesia. Pasukan bahan pangan impor ini membuat harga bahan pangan menjadi meningkat, misalnya komoditas apel dan kentang. Pada akhirnya, perdagangan bebas yang diharapkan menjadi kebijakan yang tepat untuk peningkatan ekonomi, menjadi kontradiktif dengan realita yang dihadapi di lapangan.
Pidato ini lalu membahas terkait dengan kemiskinan dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Kemiskinan merupakan pelanggaran HAM, yang dapat menghambat manusia untuk bertahan hidup. Pembahasan berlanjut kepada perkembangan HAM, yaitu HAM generasi pertama yang berfokus kepada hak-hak sipil dan politik, generasi kedua yang berfokus kepada hak sosial, ekonomi dan budaya, serta HAM generasi ketiga yang dikaitkan dengan tingkat kolektif. Kemiskinan terdapat di HAM generasi kedua, yang mencakup hak individu yang dapat menghambat realisasi potensi dan kemampuan mereka sebagai manusia.
Selain itu, isu perdagangan bebas merupakan isu kolektif yang menjadi isu global saat ini, yang termasuk HAM generasi ketiga. Hal ini berhubungan dengan keberlangsungan ekonomi masyarakat, yang berpotensi semakin tergerus karena perdagangan bebas bila masyarakat tidak siap dalam menghadapi pasar global.
Melihat semua isu terkait dengan kemiskinan, HAM, dan perdagangan bebas yang saling berkaitan, Prof. Fentiny menjabarkan terkait dengan Kolaborasi Pentahelix sebagai solusi dari dampak negatif perdagangan bebas di Indonesia. Menurutnya, pembentukan komite nasional yang berfokus menangani masalah perdagangan bebas sangat diperlukan untuk mengatasi isu perdagangan bebas, dan dapat menangani masalah tersebut dari aspek internal, misalnya terkait dengan produk ekspor, dan eksternal, yang berkaitan dengan produk impor, serta mengawal implementasi kebijakan yang berasal dari World Trade Organization (WTO), agar tidak merugikan Indonesia dalam aspek ekonomi.
Komite Nasional ini juga diharapkan dapat menggunakan Strategi Pembangunan Sosial dengan tiga aspek, yaitu individu, masyarakat, dan pemerintah. Strategi ini juga dapat digunakan kepada lima pilar, yaitu pemerintah, akademisi, dunia bisnis, masyarakat, dan media. Dalam menjalankan tugasnya Komite Nasional juga harus melaksanakan misinya secara holistik, dengan mencakup pengembangan kapasitas secara individu, ekonomi, sosial, budaya, serta lingkungan.
Berkaitan dengan lintas sektor dan lintas aspek, konsep Pentahelix dikembangkan oleh Prof Fentiny sebagai konsep Pentahelix Plus. Konsep Pentahelix sendiri dapat menyelesaikan masalah secara holistik, yang harus melibatkan masyarakat dari berbagai sektor dengan berbagai peran yang bisa dilakukan, misalnya akademisi yang membantu dengan kajian dan penelitian sebagai dasar dari pengambilan kebijakan, serta peran media dalam mempublikasikan program yang akan dijalankan, dan dukungan pemerintah dalam menyediakan anggaran dan membangun infrastruktur.
Pada akhir pidatonya, Prof. Fentiny menyatakan bahwa dalam konsep Pentahelix Plus, Lembaga/NGO internasional dapat menjadi salah satu elemen yang krusial dalam membantu advokasi dan pengembangan kebijakan berbasis riset dan bukti. Konsep Pentahelix Plus dapat menjadi solusi bagi Indonesia dalam memperoleh dampak positif dari perdagangan bebas.
Prof. Dra. F. Fentiny Nugroho, M.A., Ph.D merupakan Guru Besar dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Sebelum memperoleh gelar guru besar dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial, Prof. Fentiny menamatkan pendidikan program Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial pada tahun 1985, menyelesaikan pendidikan master di University of Kent, England, dalam bidang Social Work, serta menyelesaikan kuliah Doktoral di Curtin University, Australia dalam bidang Social Work and Social Policy.