Hutan dan Masyarakat yang Dilindungi: Memahami Kaitan antara Kesejahteraan & Pelanggaran Aturan di Ekosistem Leuser, Indonesia

Depok, 28 Februari 2024 – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) menyelenggarakan seminar yang berjudul “Protected Forests & People: Understanding The Links Between Well-Being & Rule Breaking Around The Leuser Ecosystem, Indonesia” pada Rabu (28/2) di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP UI.

Dalam seminar ini, para peneliti memaparkan hasil penelitiannya.  Melalui penelitian mendalam yang berkolaborasi secara menyeluruh antara Bangor University, Wales, Britania Raya dan Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC UI) pada tahun 2020 hingga Juni 2023, tentunya para peneliti mendapatkan informasi-informasi bermanfaat yang bisa mereka sampaikan kepada masyarakat.

Para narasumber pada seminar ini adalah Dr. Freya St. John (Bangor University), Dr. Leejiah Dorward (Bangor University), Dr. Harriet Ibbett (Bangor University), Dr. Dra. Vinita Susanti, M.Si (Dosen Kriminologi FISIP UI) dan Rhino Ariefieansyah, S.Sos., M.E.A.P (Dosen Antropologi FISIP UI).

Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto, Dekan FISIP UI membuka seminar ini dengan menyampaikan, ia bangga dapat menghadiri pertemuan luar biasa ini. “Seminar ini tidak hanya terdiri dari para peneliti tetapi juga individu-individu yang memiliki minat yang sama terhadap kajian aspek sosial konservasi lingkungan,” ujarnya.

“Seminar ini akan menjadi katalisator untuk solusi yang dapat ditindaklanjuti dan perubahan transformatif. Saya berharap diskusi kita hari ini tidak hanya memperdalam pemahaman kita tentang tantangan yang dihadapi hutan lindung, khususnya di ekosistem Leuser, namun juga menginspirasi tindakan nyata yang akan menjaga masa depan hutan lindung untuk generasi mendatang,” ujarnya.

Tema seminar ini berfokus pada hubungan antara kesejahteraan masyarakat dan konservasi ekosistem Leuser di Indonesia, sejalan dengan tanggung jawab bersama terhadap pemeliharaan lingkungan. Ekosistem Leuser berdiri sebagai mercusuar keanekaragaman hayati, hutan lebat, beragam satwa liar, dan berperan sebagai jalur kehidupan penting bagi banyak komunitas.

Namun, terlepas dari keindahan alamnya, ekosistem Leuser dan hutan lindung lainnya menghadapi banyak tantangan, salah satunya adalah rentannya mereka terancam oleh aktivitas ilegal dan praktik tidak berkelanjutan yang dapat membahayakan keseimbangan ekosistem.

Seperti yang disampaikan Vinita dalam presentasinya yang berjudul “Crimes Against Orangutans in Gunung Leuser National Park”. Ia mengatakan, orangutan merupakan mamalia dengan tingkat kecerdasan yang hampir mirip dengan manusia, DNA orangutan 97% sama dengan manusia. Perilaku dan pola pikir orangutan sangat mirip dengan manusia.

“Populasi orangutan di Taman Nasional Gunung Leuser Aceh semakin menurun. Dari 14.600 ekor pada tahun 2016 menjadi hanya 710 ekor orangutan pada tahun 2023. Perdagangan satwa liar ilegal melalui penyelundupan dan perburuan ilegal merupakan tindakan tidak bertanggung jawab yang berujung pada kepunahan orangutan,” ujarnya.

Bagian timur Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Langsa, dan Kabupaten Aceh Tamiang, di mana kasus perburuan, perdagangan dan penyelundupan orangutan paling banyak ditemukan.

Lebih lanjut Vinita mengatakan, tindakan hukum telah diambil terhadap pelaku sebagai penjual orangutan. Namun luasnya populasi dan kurangnya tim patroli menyebabkan kurangnya pengawasan, sementara pemburu ahli dalam mengidentifikasi dan melacak jejak orangutan, karenanya pengawasan di TNGL perlu ditingkatkan lagi.

Masalah pelanggaran peraturan tidak hanya melemahkan integritas kawasan lindung namun juga menimbulkan ancaman langsung terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakat lokal yang bergantung pada hutan untuk kehidupan mereka.

Sementara itu, Leejiah mengatakan, banyak orang yang tinggal di kawasan lindung ini mendukung keberadaan hutan konservasi dan menyadari pentingnya perlindungan lingkungan. Namun, banyak responden yang merasa bahwa beberapa manfaat tidak terdistribusi dengan baik. Masyarakat rata-rata tidak menganggap hutan konservasi sebagai sesuatu yang ‘mahal’.

“Lalu banyak yang berjuang untuk hidup berdampingan dengan satwa liar yang meninggalkan hutan konservasi dan masuk ke tanah desa. Maka dari itu, perlu memperkuat hubungan antara masyarakat lokal dan penjaga hutan akan membantu menyelesaikan banyak tantangan yang ditimbulkan oleh hutan konservasi terhadap masyarakat yang tinggal di dekatnya,” ujarnya.

Leejiah menutup presentasinya dengan mengatakan bahwa konservasi dan hutan konservasi memiliki dampak yang nyata dan besar terhadap kehidupan dan kesejahteraan masyarakat di seluruh dunia. “Memahami dampak-dampak ini, dan bagaimana dampak-dampak ini didistribusikan di masyarakat, sangat penting jika kita ingin memastikan bahwa konservasi adalah adil secara sosial,” ujarnya.

Related Posts

Hubungi Kami

Kampus UI Depok
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Jl. Prof. Dr. Selo Soemardjan, Depok, Jawa Barat 16424 Indonesia
E-mail: fisip@ui.ac.id
Tel.: (+62-21) 7270 006
Fax.: (+62-21) 7872 820
Kampus UI Salemba
Gedung IASTH Lt. 6, Universitas Indonesia
Jl. Salemba Raya 4, Jakarta 10430 Indonesia

E-mail: fisip@ui.ac.id
Tel.: (+62-21) 315 6941, 390 4722

Waktu Layanan

Administrasi dan Fasilitas
Hari : Senin- Jumat
Waktu : 08:30 - 16:00 WIB (UTC+7)
Istirahat : 12.00 - 13.00 WIB (UTC+7)

Catatan:
*) Layanan tutup pada hari libur nasional, cuti bersama, atau bila terdapat kegiatan internal.