Terbentuknya kebijakan baru dari pemerintah pasti tidak terlepas dari pengaruh kekuatan politik yang ada di belakangnya. Begitu pula dengan penentuan tarif cukai rokok maksimal dalam pembahasan UU No.39 Tahun 2007 yang sempat diwarnai dengan fenomena politik menarik, karena melibatkan beberapa kekuatan politik. Sebelum akhirnya didapatkan angka 57% sebagai kesepakatan bersama atas perubahan tarif cukai rokok maksimal, pembahasan diwarnai perdebatan yang dimulai dari usulan pemerintah menaikkan tarif cukai rokok sebesar 65%. Usulan tersebut ditolak oleh beberapa fraksi di DPR dan industri rokok, sehingga akhirnya disepakati kenaikan tarif cukai maksimal hanya sebesar 57% dari tarif awal 55%.
Perdebatan inilah yang diteliti oleh seorang mahasiswa doktoral Ilmu Politik FISIP UI, Abdillah Ahsan, dalam disertasinya. Ia meneliti peran masing – masing kekuatan politik dalam perdebatan penentuan tarif cukai rokok maksimal pada pembahasan UU No.39 Tahun 2007. Salah satu yang menjadi acuannya adalah pendapat B. Guy Peters, seorang professor of American Government di University of Pittsburgh, yang mengatakan dalam bukunya bahwa terdapat empat kekuatan politik yang berkepentingan dalam pembuatan kebijakan perpajakan, yaitu partai politik melalui anggotanya di parlemen, pemerintah, bisnis rokok, dan masyarakat sipil.
Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, kekuatan bisnis rokok dalam mempengaruhi perdebatan tarif cukai rokok maksimal lebih besar daripada kekuatan masyarakat sipil pro kesehatan. Kedua, hubungan yang terjadi di antara 4 kekuatan politik memiliki sebuah pola relasi tertentu, pemerintah lebih akrab dengan masyarakat sipil pro kesehatan karena mereka membantu pemerintah dalam merumuskan usulan kebijakan yang bersifat teknokratis. Sementara politisi di DPR lebih akrab dengan bisnis rokok karena keduanya saling membutuhkan. Ketiga, terjadi diskoneksi antara kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan legislatif dalam kasus ini.
Rekomendasi penelitian ini kepada pemerintah dan DPR adalah perlunya pembuatan dan penegakan aturan tentang intervensi bisnis dalam proses pembuatan kebijakan.
Abdillah berhasil menjadi doktor Ilmu Politik setelah mempertahankan disertasinya ini di hadapan Dewan Juri dalam sidang doktoralnya yang digelar pada Selasa (09/01) di Auditorium Juwono Sudarsono.