Dalam upaya pembentukan provinsi dan kabupaten baru ini, tidak jarang terjadi tarik menarik antara kelompok yang setuju dan tidak setuju terhadap pemekaran daerah sebagai akibat dari otonomi daerah yang dapat meningkatkan suhu politik lokal. Indikasi ini tercermin dari munculnya ancaman dari masing-masing kelompok yang pro dan kontra terhadap terbentuknya daerah baru, mobilitas massa dengan sentimen kesukuan, bahkan ancaman pembunuhan.
Terbentuknya daerah baru tersebut tidak lepas dari pengaruh demokratisasi dan desentralisasi yang terjadi di Indonesia. Demokratisasi dan desentralisasi itu memberikan ruang lebih lebar bagi berbagai elemen masyarakat lokal untuk berpartisipasi dalam proses politik.
Namun demikian, proses terbentuknya daerah baru sering menimbulkan konflik antara berbagai kelompok masyarakat yang melibatkan elit lokal—baik secara vertikal maupun horizontal. Sebuah penelitian disertasi yang dilakukan oleh Zaman Zaini, mengangkat tema “Konflik Politik dalam Proses Pembentukan Daerah Otonomi Baru.”
Dalam disertasi ini, Zaman membahas mengenai konflik politik dalam Pembetukan Daerah Otonomi Baru (DOB) studi kasus pembentukan Kabupaten Musi Rawas Utara Provinsi Sumatera Selatan 2007—2013. Pembetukan DOB adalah usaha untuk merekonstruksi kembali distributif of power antara pusat dan daerah sebagai upaya membentuk format baru otonomi daerah yang lebih demokratis yang akan sangat menentukan masa depan demokrasi Indonesia. Tujuan penelitiannya adalah untuk menjelaskan mengapa proses pembentukan Kabupaten Musi Rawas Utara mengalami penundaan.
Studi ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus dengan teori utama yang digunakan dalam disertasi adalah Teori Konflik. Didukung oleh beberapa teori lain seperti Teori Elit dan Politik Lokal, Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Demokratisasi dan Civil Society, dan terakhir Teori Primordialisme, Etnosentrisme, dan Regionalisme.