





Himpunan Mahasiswa Kriminologi FISIP UI mengadakan Bapas Goes to Campus yang berkolaborasi dengan Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan pada Selasa (06/09) di Auditorium Mochtar Riady. Dengan mengangkat tema “Getting Up Close with Bapas” kegiatan ini bertujuan agar mahasiswa khusunya mahasiswa kriminologi mendapatkan informasi dan pemahaman lebih mendalam mengenai fungsi, peran, serta aktivitas dari Bapas (Balai Pemasyarakatan) oleh narasumber yang bekerja langsung di Bapas.
Balai Pemasyarakatan (Bapas) adalah lembaga atau tempat yang menjalankan fungsi Pembimbingan Kemasyarakatan terhadap klien yang meliputi pendampingan, pembimbingan dan pengawasan. Lantas, siapa yang disebut dengan Klien Pemasyarakatan atau Klien?
“Di dalam bimbingan Bapas terdapat warga binaan seperti terpidana bersyarat, narapidana, atau Anak yang Berhadapan dengan Hukum yang telah mendapatkan Pembebasan Bersyarat/Cuti Bersyarat/Cuti Menjelang Bebas) dan Anak yang dikembalikan kepada bimbingan orang tua atau wali sesuai dengan putusan pengadilan,” jelas Putu Aryuni.
Bapas tempat dilaksanakannya pembimbingan kemasyarakatan, tugas Bapas adalah mempersiapkan masyarakat untuk menerima kembali warga binaan yang telah siap untuk kembali ke Masyarakat. Tugas dan fungsi Bapas yaitu Penelitian Kemasyarakatan (Litmas), pengawasan, pembimbingan dan Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).
Lebih lanjut Putu menjelaskan bahwa, pendampingan terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) adalah upaya yang dilaksanakan oleh Pembina Kemasyarakatan (PK) Bapas untuk membantu para klien anak ini mengatasi suatu permasalahan.
Nanang selaku Pembina Kemasyarakatan menekankan bahwa pendampingan terhadap ABH ini wajib oleh PK Bapas dari tingkat pertama pra-ajudikasi sampai dengan tingkat post-ajudikasi, bukan hanya sampai disitu saja namun PK Bapas juga mendampingi ABH sampai dengan bimbingan lanjutan.
“Sistem peradilan ABH adalah anak yang telah berumur diatas dua belas tahun tetapi belum berumur delapan belas tahun yang diduga melakukan tindak pidana, sebelum berusia dua belas tahun putusannya adalah menyerahkan kembali ke orang tua atau mengikutsertakan dalam program pendidikan, pembinaan dan pemibimbingan di instansi pemerintah atau Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS),” ujar Nanang.
Menurut Mamik, anak-anak yang berhadapan dengan hukum merupakan kelompok yang rentan sehingga berhak mendapatkan perlindungan istimewa dan berusaha memastikan bahwa hak-hak anak dihormati dalam semia interaksi dengan sistem peradilan.
Langkah yang diambil harus didasarkan pada kepentingan terbaik anak dan harus menjamin bahwa anak tidak mengalami kekerasan dalam bentuk apapun seperti kekerasan psikis maupun seksual sebagai akibat dari interaksi mereka dengan sistem peradilan anak.
“Temuan hasil riset dari PUSKAPA UI pada tahun 2020 terhadap situasi anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu jumlah anak yang dipenjara menurun, namun penahanan terhadap anak tetap konsisten terjadi, anak-anak yang gagal diversi di kepolisian, di kejaksaan, di pengadilan lalu berakhir di tahanan itu hal tersebut dapat merebut hak kebebasan anak,” jelas Mamik.
Selain itu temuan berikutnya dijelaskan oleh Mamik, “diversi semakin banyak diterapkan tetapi dampak dan akuntabilitasnya belum dilakukan secara transparan, diversi sering kali menjadi ‘transaksi’ bagi pelaku anak. Pendampingan hukum dan non-hukum tidak tersedia dengan proporsional lalu upaya rehabilitas dan reintegrai minim sumber daya yang memadai.”
Perampasan kemerdekaan atau pemenjaraan harus menjadi upaya atau langkah terkahir, Mamik menekankan bahwa standar internasional menyatakan bahwa pada anak-anak yang telah dinyatakan bersakag melakukan tindak pidana, pemenjaraan hanya sebagai upaya terakhir. “alternatif hukuman penjara dapat mencakup perintah bimbingan dan pengawasan, program pengasuhanm hukuman percobaan, maupun konseling,” ujarnya.
Sebagai pembicara Dra. Mamik Sri Supatmi,M.Si (Dosen Kriminologi UI), Putu Aryuni Damayanti (Plt. Kepala Bapas Klas I, Jakarta Selatan), Wawan Irawan (Kasi Bimbingan Klien Anak Bapas Klas I, Jakarta Selatan), Nanang Mahmud (Pembina Kemasyarakatan Ahli Muda), Ferry Melissa (Pembina Kemasyarakatan Ahli Pertama), Putri Rizky Priamsari (Pembina Kemasyarakatan Ahli Pertama).