Meskipun Badan Pangan Nasional telah memastikan bahwa Indonesia memiliki cadangan pangan yang cukup untuk memenuhi konsumsi masyarakat, upaya menjaga stok pangan nasional jangka panjang tetap perlu digalakkan, salah satunya melalui perubahan budaya konsumsi masyarakat.
Indonesia merupakan negara terbesar kedua di dunia dalam keragaman biodiversitas dengan 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, 75 jenis sumber minyak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran dan 110 jenis rempah dan bumbu.
Hal ini menunjukkan Indonesia memiliki banyak sumber pangan alternatif yang bisa dikonsumsi. Saat ini, mayoritas masyarakat Indonesia sangat mengandalkan nasi sebagai sumber karbohidrat. Padahal, hanya mengandalkan satu komoditas saja itu berisiko. Setiap daerah memiliki karakteristik lahan yang berbeda-beda, sehingga sangat mungkin satu komoditas tertentu berhasil ditanam di lahan tertentu dan gagal di lahan lain.
Selain itu, tantangan climate change bisa mengancam produktivitas sawah, sehingga akan merusak kualitas komoditas pangan yang dihasilkan dari ekosistem sawah. Penganekaragaman konsumsi pangan bisa menjadi solusi untuk pemenuhan gizi yang variatif dan seimbang.
Dewan Guru Besar Universitas Indonesia mengadakan webinar policy brief dengan tema pembahasan “Quo Vadis Ketahanan Pangan, Gizi, dan Budaya Konsumsi?” secara daring pada Rabu (4/5). Dekan FISIP UI sekaligus Guru Besar Antropologi, Prof. Semiarto Aji Purwanto menjadi salah satu narasumber yang mengisi webinar ini.
Dalam paparannya yang berjudul “Pangan dan Budaya Masyarakat Indonesia”, ia mengatakan bahwa ketahanan pangan sebuah bangsa tidak terlepas dari pola makan dan budaya makan.
Dekan FISIP yang lebih akrab disapa Prof. Aji, menyayangkan kegemaran anak muda Indonesia yang menkonsumsi produk fast food, makanan cepat saji produk asing berpotensi melemahkan ketahanan pangan Indonesia.
Hal demikian dapat terjadi karena ketahanan pangan bukan hanya bicara produk pangan tetapi lebih luas bicara tentang ekosistem pangan dan pengadaan pangan. Lahan, petani, distribusi, ekonomi, dan tentu juga terkait dengan kesejahteraan masyarakat.
Lebih lanjut Porf. Aji menjelaskan, sehingga bicara ketahanan pangan adalah bicara tentang bagaimana mengubah pola pikir terhadap makanan produk lokal, agar menjadikan produk para petani Indonesia, makanan tradisional menjadi produk yang diminati dan dicintai.
Melalui Badan Pangan Nasional, berbagai upaya dan imbauan telah dilakukan untuk mencapai ketahanan pangan nasional melalui perubahan budaya pangan dan konsumsi masyarakat. Pertama adalah gerakan B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman) yang bertujuan untuk mengajak masyarakat mengenal ragam jenis pangan lokal, mencoba, sampai memanfaatkannya sebagai pangan alternatif dan semakin mengetahui seperti apa pola konsumsi yang seimbang serta aman.