Masa Depan Demokrasi Indonesia Pasca 2024: Seminar Kebijakan FISIP UI

 

Depok, 22 Februari 2024 – Memperingati Dies Natalis ke-56, FISIP UI menyelenggarakan Seminar Kebijakan yang berlangsung mulai Rabu (21/2) sampai Kamis (22/2) di Auditorium Jowono Soedarsono, FISIP UI, Depok. Di hari kedua Seminar Kebijakan, sesi pertama membahas mengenai “Indonesia Outlook Post 2024” dengan para pembicara Rahmat Bagja (Ketua Bawaslu RI), Prof. Valina Singka (Guru Besar Ilmu Politik dari FISIP UI), Letjen TNI (Purn) Bambang Darmono (Sekretariat Jenderal Forum Komunikasi (Foko) Purnawirawan TNI/Polri) dan Titik Mustikasari (Senior Vice President PT Bank Mandiri (Persero), Tbk).

Pemilu 2024 merupakan pemilu yang strategis karena pemerintahan baru yang terpilih akan mempersiapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) periode 2025-2045 atau untuk 20 tahun ke depan. Pemilu 2024 menjadi pemilu demokratis ke-6 sejak Indonesia merdeka dan harusnya kian menunjukkan kematangan Bangsa Indonesia dalam berdemokrasi.

Namun justru memasuki pemilu 2024, muncul kecurigaan dari masyarakat bahwa pemilu akan curang dan manipulatif. Masyarakat meragukan netralitas, independensi dan kapasitas penyelenggara dalam menghadirkan pemilu yang jujur dan adil.

Prof. Valina mengatakan, berbagai manuver tidak etis dari elite politik sebelum pemilu seperti isu perpanjangan masa jabatan presiden, isu penundaan pemilu, cawe-cawe presiden dalam pencalonan capres, dan isu pilpres satu putaran memperkuat opini publik bahwa pemilu tidak akan jujur dan adil.

Ia menekankan, bahkan pada saat tahapan pencalonan sedang berlangsung,  MK  memutuskan  persyaratan batas usia minimal 40 tahun capres dan cawapres ditambah dengan kalimat: ’atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’. Putusan MK mendatangkan kemarahan publik sehingga dibentuklah Mahkamah Etik MK.

Selanjutnya terjadi keriuhan dalam tahapan penghitungan suara.  Ada versi quick count, versi manual, dan Sirekap KPU. “Keadaan ini semakin menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat tentang fairness dan accuracy dalam penghitungan suara. Ketidakakuratan data dan informasi ini memperlihatkan tata kelola pemilu yang kurang profesional,” ujarnya.

Prof. Valina menambahkan, “Saya kira ekosistem politik yang kurang demokratis telah memberi kontribusi besar pada  kualitas dan integritas penyelenggara KPU, Bawaslu dan DKPP serta penyelenggaraan pemilu. Umumnya semakin demokratis satu negara maka semakin kuat pelaksanaan norma democratic values sebagai  dasar dari ethical political  behaviour penyelenggara negara maupun penyelenggara pemilu.”

“Sebenarnya, meskipun pemilu diselenggarakan pada konteks demokrasi yang  buruk, namun penyelenggara pemilu dapat mengambil peran sebagai ‘penyelamat demokrasi’ Indonesia dengan menghadirkan election with integrity. Tata kelola pemilu dengan election with integrity mengacu kepada moral values dan democratic values seperti: ethical behaviour, fairness, impartiality, accuracy, transparency dan accountability,” tegas Prof. Valina.

Sementara itu, Bambang Darmono menjelaskan realita demokrasi mengacu pada UUD 2002 (UUD 1945 sesudah amandemen), bahwa kedaulatan rakyat ternyata tidak sepenuhnya di tangan rakyat; Kekayaan negara hanya dinikmati segelintir orang; Oligarki yang tumbuh subur; Keadilan sosial hanya slogan untuk masyarakat pada setiap kampanye; Demokrasi Indonesia tidak berdasar Pancasila tetapi liberalisme. Dengan realita ini, menurut penilaiannya, pemilu Indonesia hanya menghasilkan politisi-politisi, bukan seorang negarawan.

“Jadi demokrasi Indonesia tidak berjalan pada trek untuk mencapai cita-cita bernegara. Buktinya, menjelang Pemilu 2024, diskursus perilaku pemerintah yang dinilai otoritarian; Lahirnya putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 yang dipersepsi hasil nepotisme dan melanggar UU KKN, Ketua KPU melanggar sejumlah pasal tapi tak diberi sanksi, lalu perilaku Presiden dipersepsi melanggar etika dan tidak negarawan,” jelasnya.

Ia menekankan, refleksi Pemilu 2024 terlihat dari UU Pemilu yang menguntungkan calon petahana. Isu kecurangan dan efek kekuasaan menjadi trending topic pascapemilu. “Jadi dibutuhkan existing democracy check and balances yang harus menjadi perhatian semua pihak. Masyarakat dan akademisi terus mengkritisi sistem demokrasi yang dijalankan Pemerintah. Solusi terbaik adalah perlu kaji ulang perubahan UUD 1945 untuk adendum UUD 1945,” tutup Bambang Damono, yang menurutnya Indonesia belum pernah sekalipun mempraktikkan Demokrasi Pancasila.

Di sisi lain, Bawaslu mempunyai pola pengawasan yaitu pencegahan, penindakan dan partisipatif. Tindakan pencegahan kerawanan Pemilu seperti politik SARA dilakukan Bawaslu bekerja sama dengan tokoh agama, mencegah politik uang dengan melakukan sosialisasi, menjaga data bersama tim tanggap insiden siber BSSN, menjaga netralisasi ASN, mencegah konten hoaks dan hate speech yang berkolaborasi dengan AJI, dan lain sebagainya.

“Upaya pencegahan Bawaslu dititik-tekankan kepada kegiatan yang bersifat pendidikan dan pelibatan masyarakat dengan orientasi utama pada tujuan meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam pengawasan Pemilu di Indonesia,” ujar Rahmat Bagja.

Rahmat Bagja menjelaskan, data pelanggaran yang diterima Bawaslu sebanyak 962 laporan dan 465 temuan. Hasilnya 408 pelanggaran dan 278 bukan pelanggaran serta 100 masih dalam proses penanganan pelanggaran. Jenis pelanggaran berupa 26 pelanggaran administrasi, 14 dugaan tindak pidana pemilu, 232 pelanggaran kode etik dan 95 pelanggaran hukum lainnya.

Ia mengatakan, sebagai tindak lanjut hasil pengawasan Pemilu 2024, Bawaslu melakukan pemeriksaan dan pencermatan terhadap dugaan pelanggaran pemilu, melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap potensi pemungutan suara ulang dan penghitungan suara ulang, dan susulan. Serta yang penting adalah pengawasan melekat terhadap proses perhitungan dan rekapitulasi hasil perhitungan suara masih terus dilakukan oleh Bawaslu. Ia juga menekankan bahwa setiap pelanggaran pemilu hanya bisa ditindaklanjuti jika ada data dan fakta yang mendukung, bukan karena persepsi semata.

Di akhir pemaparannya, Prof. Valina menyampaikan beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan di masa depan, antara lain, perbaikan sistem rekrutmen penyelenggara pemilu, perbaikan kerangka hukum pemilu, termasuk sistem dan teknis penyelenggaraan pemilu dan perbaikan tata kelola pemilu dengan mengedepankan moral values dan democratic values. Sementara pada konteks politik makro, perbaikan harus dilakukan, terutama reformasi partai politik dan penguatan etika politik, perbaikan kesetaraan akses pada sumber daya ekonomi dan politik, serta penguatan masyarakat sipil dengan memperkuat pendidikan politik dan pendidikan demokrasi.

Related Posts

Hubungi Kami

Kampus UI Depok
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Jl. Prof. Dr. Selo Soemardjan, Depok, Jawa Barat 16424 Indonesia
E-mail: fisip@ui.ac.id
Tel.: (+62-21) 7270 006
Fax.: (+62-21) 7872 820
Kampus UI Salemba
Gedung IASTH Lt. 6, Universitas Indonesia
Jl. Salemba Raya 4, Jakarta 10430 Indonesia

E-mail: fisip@ui.ac.id
Tel.: (+62-21) 315 6941, 390 4722

Waktu Layanan

Administrasi dan Fasilitas
Hari : Senin- Jumat
Waktu : 08:30 - 16:00 WIB (UTC+7)
Istirahat : 12.00 - 13.00 WIB (UTC+7)

Catatan:
*) Layanan tutup pada hari libur nasional, cuti bersama, atau bila terdapat kegiatan internal.