Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia menyelenggarakan Selo Soemardjan Memorial Discussion–Panel Session dengan topik Melawan “Keletihan Sosial” di Masa Pandemi pada Kamis (25/02) secara daring. Acara ini merupakan salah satu acara yang termasuk dalam rangkaian Dies Natalis FISIP UI ke–53.
Setelah beberapa fase pembatasan sosial, terlihat indikasi dimana masyarakat menjadi semakin tidak peduli akan kondisi pandemi yang berkepanjangan sehingga mengakibatkan kejenuhan, dan semakin mengabaikan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena ini disebut sebagai social fatigue (keletihan sosial) atau pandemic fatigue.
Ini adalah kondisi dimana kondisi mental masyarakat sudah jauh menurun dalam usaha melawan pandemi. Kondisi ini adalah fenomena global yang terjadi di hampir semua belahan dunia. Contoh di Amerika Serikat, survey Gallup pada awal tahun 2021 menunjukkan semakin sedikit orang yang mewaspadai virus ini.
Keletihan sosial ini berbahaya karena masyarakat menjadi semakin skeptis terhadap kebijakan pemerintah, kurang responsif terhadap pesan yang disampaikan dalam kampanye publik, dan kurang peduli pada protokol kesehatan. Kasus kerumunan di tempat hiburan, acara sosial dan kegiatan politik adalah penanda yang jelas dari kondisi keletihan sosial ini.
Pendekatan baru yang bersifat multidisiplin inilah yang diperlukan untuk memecahkan masalah ini dengan hadirnya diskusi panel ini yang bertujuan mengupas solusi praktis untuk mendukung usaha mitigasi pandemi COVID-19 secara lebih efektif dengan melibatkan pakar dan praktisi di bidang Sosiologi, Kesehatan Masyarakat, Komunikasi dan Pemerintahan, dengan narasumber yaitu : Baequni Boerman, SKM, MKes, Ph.D (Ketua Pengda IAKMI DKI Jakarta dan Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.); Dr. phil. Idhamsyah Eka Putra (Dosen Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia); Prof. Dr. Paulus Wirutomo, MSc (Guru Besar Sosiologi FISIP UI) serta moderator Imam B Prasodjo, MA, Ph.D. (Dosen Departemen Sosiologi FISIP UI).
Di Indonesia, setelah beberapa fase pembatasan sosial, terlihat indikasi dimana masyarakat menjadi semakin tidak peduli akan kondisi pandemi yang berkepanjangan sehingga mengakibatkan kejenuhan, dan semakin mengabaikan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terefleksikan pada data yang menunjukkan bahwa kebijakan pembatasan sosial yang diterapkan setelah pembatasan di awal tahun 2020 semakin tidak efektif menekan angka penularan baru.
Didalam kesehatan masyarakat, permasalahan Covid bisa dikendalikan. “Bahwasannya kunci dari permasalahan Covid ini adalah protokol kesehatan, seperti di Wuhan yang melaksanakan lock down diawal terjadinya pandemi maka angka positif Covid semakin turun. Tidak seperti di Indonesia, saat ini kita masih berjuang. Indonesia punya pekerjaan rumah yang besar, seluruh penduduk harus di vaksinasi, kalau kita mau menurunkan tingkat insiden rate dari kasus Covid di Indonesia karena vaksin ini sangat efektif untuk menurunkan angka positif Covid” jelas Baequni.
Selain itu masih banyaknya masyarakat yang enggan di vaksin karena berbagai faktor seperti tidak yakin tingkat keamananya, efektifitasnya, efek samping, kepercayaan agama dan lain sebagainya. Hal tersebut menjadi pekerjaan besar dan masalah untuk bidang sosial untuk meyakinkan masyarakat.
Di sisi Psikologis Idhamsyah menjelaskan “Keletihan sosial saat pandemi ini muncul karena informasi sering tidak konsisten, tidak jelas, banyak aturan, melakukan segala sesuatu melalui online dan ini tidak mudah karena naluriah manusia itu bergerak dan bersosialisasi berkumpul dan bertemu orang lain. Pandemi terjadi masyarakat tidak bisa berkumpul, muncul rasa kesepian, ketika orang sudah merasa kesepian hal itu memunculkan rasa letih”.
Usaha yang dapat dilakukan untuk menghadapi kondisi keletihan sosial yaitu hindari menyerap informasi yang kebenarannya belum terpercaya, jika bingung dan merasa banyak tenaga medis tidak dapat dipercaya maka cari orang terdekat yang bekerja di bidang ini untuk ditanyai.
“Kelelahan sosial itu adalah gejala pada masyarakat luas baik kolektif maupun individu berupa menurunnya bahkan hilangnya motivasi untuk bertahan, kepatuhan pada aturan dan lainnya. Mengapa kita merasa lelah karena daya tahan sosial bangsa Indonesia dalam rangka menghadapi Covid karena tidak punya pengetahuan, pemahaman atau kesadaran untuk bertahan bersama. Sejak awal pandemi pemerintah cenderung mengandalkan birokrasi, terpusat dan elitist” jelas Prof. Paulus.
Dari sisi Sosiologi, pentingnya pendampingan dan pendekatan komunitas itu yang diperlukan. Tantangan terberatnya menemukan mekanisme komunikasi yang efektif yang bisa mencerdaskan masyarakat. Indonesia saat ini mengalami kesadaran baru yaitu PPKM, secara sosiologis ini akan memperkuat ketahanan sosial masyarakat Indonesia. Kebijakan baru ini sangat cerdas, perlu diterapkan secara konsekuen, harus dijaga bersama dan disempurnakan untuk memasuki era baru untuk perubahan berikutnya.
Prof. Paulus memberikan statemen penutup bahwa PKPM merupakan kebijakan yang sangat tepat, karena pendekatannya manusiawi, menjadikan seluruh masyarakat menjadi subyek dan pelaku bukan hanya obyek dari kebijakan pemerintah, sifatnya merupakan pendekatan komunitas yaitu peran pemerintah pusat yang terlalu dominan dibagikan pada pemerintah daerah memberi ruang pada dinamika masyarakat, pendekatan gotong royong yang partisipatif supaya menghasilkan pemahaman kepada masyarakat.