Penetapan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) menyulut konflik politik yang terjadi dari tahun 2003 hingga 2012, yang berlangsung baik dalam judicial review di Mahkamah Konstitusi tahun 2003 dan tahun 2012, maupun di DPR yang ditandai dengan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) BBM di tahun 2012. Hal ini yang melatarbelakangi Ade Reza Hariyadi, mahasiswa doktoral Ilmu Politik Fisip UI, dalam menyusun disertasi yang berjudul “Konflik Politik dalam Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (Periode Tahun 2003-2012)”.
Disertasi tersebut berhasil dipertahankan di muka sidang yang diketuai oleh Julian Aldrin Pasha Rasjid, M.A., Ph.D dengan promotor Prof. Dr. Burhan Djabir Magenda, MA., ko-promotor Meidi Kosandi, SIP., M.A., Ph.D. dan dewan penguji Prof. Dr. Mohtar Mas’oed, M.A., Dr. Isbodroini Suyanto, M.A., Dr. Phil. Panji Anugrah Permana, SIP., M.Si., serta Dr. Nur Iman Subono, M.Hum. Sidang promosi ini berlangsung di Auditorium Juwono Sudarsono pada Senin (9/7).
Ade Reza Hariyadi menyoroti karakter ideologis dari Undang-Undang Migas yang disinyalir sangat liberal, ditunggangi dengan banyak kepentingan asing dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang otomatis mengancam hajat hidup orang banyak.
Ade Reza Hariyadi menggunakan banyak teori untuk mendukung gagasannya, di antara teori-teori tersebut adalah teori liberalisme ekonomi dari Friederich A. Hayek dan Teori nasionalisme ekonomi dari Friederich List. Teori liberalisme ekonomi Hayek meyakini bahwa kompetisi adalah jalan terbaik untuk mencapai kesejahteraan. Pemerintah dituntut seminimal mungkin untuk ikut serta dalam kegiatan ekonomi. Peran pemerintah dibutuhkan sepanjang mendukung dan membantu secara luas jalannya kompetisi. Sementara itu, teori nasionalisme ekonomi List berbicara pada sisi yang berlawanan: pemerintah harus campur tangan dalam kegiatan ekonomi, terutama soal proteksi bagi industri dalam negeri.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa karakter ideologis dari Undang-Undang Migas yang bersifat liberal telah meminimalisasi peran negara dalam mengatur pengelolaan Migas yang memicu penolakan di MK dan DPR dengan justifikasi pada nasionalisme ekonomi untuk mengembalikan peran negara dalam tata kelola migas. Justifikasi ideologis tersebut setidaknya memiliki dua fungsi operatif: (1) mengamankan sumber daya migas; dan (2) akses terhadap posisi kekuasaan politik. Gelombang nasionalisme ekonomi yang diartikulasikan lewat judicial review menunjukkan adanya tren baru dalam wilayah konflik politik di luar di DPR. Konflik tersebut berakhir dengan penyelesaian yang diterima seluruh pihak dan menjadi katup penyelamat (savety valve).
Dengan berakhirnya sidang, Ade Reza Hariyadi dikukuhkan menjadi doktor Ilmu Politik FISIP UI ke-111 dengan yudisium sangat memuaskan.