Pilih Laman

Pandemi COVID-19 tidak hanya membutuhkan solusi dari bidang kesehatan dan ekonomi, tapi juga respon dengan pendekatan sosial budaya. Persoalan hidup bersama dengan Covid-19, bukanlah suatu yang mudah untuk dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun warga umum. Pendekatan Pembangunan berbasis komunitas dapat dirancang menjadi solusi untuk mengatasi tantangan tersebut. Contoh saja, komunitas spasial secara sosiologis berpotensi menimbulkan persamaan kepentingan dan solidaritas antar sesama warga.

Seri 04 Webinar FISIP UI 2020 membahas “Era Baru: Membangun Ketangguhan Sosial Menghadapi Pandemi Covid – 19” pada Rabu (19/8). Narasumber, Prof. Dr. Paulus Wirutomo, M.Sc (Koordinator RC Urban Social Development Toward Inclusive Society LabSosio FISIP UI) dan Dr. Imam B. Prasodjo, M.A. (Dosen Departemen Sosiologi FISIP UI), sebagai pembahas, Raphaella D. Dwianto, M.A., Ph.D. (Dosen Departemen Sosiologi FISIP UI) dan dr. Pandu Riono, MPH., Ph.D. (Dosen Departemen Biostatistik dan Kependudukan FKM UI).

Menurut Prof. Paulus, cita-cita sosiologi adalah membangun kualitas kehidupan sosial-budaya tetapi semua masalah sosial selalu memiliki sisi obyektif dan subyektifas. Maka prinsip pembangunan di Era baru harus bersifat sosietal (sistemik-holistic), bukan sektoral dan harus memperhitungkan dinamika sosial seluruh warga  negara. Tidak sekedar membenahi pendekatan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) untuk menghasilkan kedisiplinan masyarakat tetapi menyiapkan era baru “menata infrastruktur sosial”. Membenahi Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) bertujuan untuk menghasilkan kedisiplinan sosial untuk mematuhi protokol kesehatan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak). Prinsip pendekatan KIE harus disesuaikan dengan stratifikasi, diferensiasi masyarakat dan pendekatan komunitas. Hukuman tidak perlu “mematikan” tetapi konsisten. Edukasi sosial harus menghasilkan kecerdasan sosial yang menghasilkan ketangguhan sosial.

“Membangun masyarakat yang cerdas dan tangguh perlu penataan sosietal secara mendasar, oleh karena itu perlu membangun infrastruktur sosial, organisasi civil society non birokrasi yang dibangun oleh pemerintah sebagai wadah bagi warga komunitas untuk menciptakan kohesi sosial, keberdayaan, kemandirian. Merupakan sel yang kuat  untuk menopang pembangunan masyarakat yang lebih luas. Infrastruktur sosial yang berbasis komunitas. Mengapa komunitas? Sebab komunitas adalah unit sosial yang relatif kecil dan memiliki solidaritas (bukan sekedar  toleransi) serta kohesi sosial yang kuat karena diikat oleh kesamaan kepentingan dan ciri  sosial secara sosiologis, ini penting ditengah perkembangan masyarakat yang  semakin kompleks dan individualistic,” jelas Prof. Paulus.

Menurut Imam perlunya branding perilaku baru, yaitu proses dimana identitas perilaku baru dikomunikasikan pada publik, branding juga menciptakan keterkaitan hubungan dengan kelompok sasaran terhadap perilaku baru terkait yang diperkenalkan seperti protokol kesehatan maupun new normal. Arti sebuah brand perilaku baru, menentukan pembedaan corak sebuah cara pandang dan perilaku baru yang berbeda dengan yang lain, mempengaruhi kesadaran yang mengarahkan kelompok sasaran terhadap perilaku baru terkait dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan. Dengan begitu masyarakat Indonesia dapat membangun ketangguhan komunitas dengan berprilaku sesuai protokol kesehatan yang himbau oleh pemerintah.