Hadirnya perusahaan pertambangan batubara dengan metode tambang terbuka mengakibatkan terjadinya kontestasi para pihak untuk menguasai tanah yang di dalamnya terkandung batubara. Kontestasi para pihak itu mendorong akses petani pada tanah pertanian turut terganggu. Mempertahankan akses pada tanah pertanian dari ekspansi perusahaan pertambangan bukan perkara mudah, karena petani (transmigran) memaknai tanah dengan cara yang berbeda-beda.
Robert Siburian, mahasiswa doktoral Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, menganalisis upaya petani transmigran mempertahankan akses terhadap tanah pertanian dari ekspansi perusahaan pertambangan dalam disertasinya. Robert mencoba menjelaskan mekanisme yang dilakukan oleh petani untuk mempertahankan tanah pertaniannya. Studi kasus yang Ia ambil bertempat di Desa Kerta Buana, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme yang dilakukan petani untuk mempertahankan tanah pertaniannya terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu petani Bali dan petani bukan Bali. Pengklasifikasian itu didasarkan pada mudah tidaknya perusahaan membebaskan tanah dari kedua kelompok petani itu. Mekanisme yang dilakukan petani tersebut merupakan upaya untuk mempertahankan lanskap sosial yang sudah terbentuk di Desa Kerta Buana.
Desertasi ini mengantarkan Robert Siburian mendapatkan gelar doktor dalam sidang doktoralnya pada Rabu (29/11). Sidang yang bertempat di Auditorium Juwono Sudarsono ini diketuai langsung oleh Dekan FISIP UI, Dr. Arie Setiabudi Soesilo, M.Sc., dengan promotor Dr. Semiarto Aji Purwanto, M.Si.