Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Barat 2018 akan terselenggara segera dalam hitungan bulan. Berkaca dari pengalaman merebaknya isu SARA pada Pilkada DKI Jakarta setahun silam, berjalannya masa kampanye Pilkada Jawa barat ini perlu dikawal agar bebas dari sengkarut hoax dan Konflik SARA.
Pusat Studi Pemilu dan Partai Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Center for Election and Political Party (CEPP) UI menyelenggarakan seminar bertajuk “ Menyukseskan Pilkada Damai yang Bebas dari Hoaks dan Konflik Sara”, bertempat di Auditorium Gedung Komunikasi pada Rabu (25/04). Seminar ini menghadirkan Ketua KPUD Kota Depok, Titiek Nurhayati; Kepala Kesbangpol Kota Depok, Lienda Ratnanurdiany; dan Direktur CEPP FISIP UI, Reni Suwarso, Ph.D., sebagai pembicara.
Dalam kesempatan ini, Lienda menjelaskan bahwa kewenangan dan tugas Kesbangpol ibarat mata dan telinga Pemerintah Daerah dalam mendeteksi dini pemantik isu-isu SARA. Kesbangpol fokus melakukan koordinasi dan literasi politik melalui forum-forum yang mereka bentuk, seperti Forum Koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda), Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK). Kegiatan literasi politik mereka lakukan hingga sampai pada tingkat kelurahan dengan membagi berbagai materi pendidikan politik, termasuk diklat bela negara. Ia pun mengungkapkan bahwa sejauh ini belum ada kejadian konflik yang berarti.
“Di Depok kan ada 12 etnis, tapi sampai sekarang tidak ada konflik yang menonjol” ungkap Lienda.
Titiek menambahkan pemaparan tentang strategi KPU mencegah kampanye hitam dan politisasi SARA. Strategi-strategi tersebut berupa keluaran aturan-aturan, di antaranya adalah KPU mewajibkan partai politik atau gabungan partai politik membuat akun resmi di media sosial untuk keperluan kampanye lalu mendaftarkannya ke KPU dan menyampaikannya pada Bawaslu serta POLRI, KPU juga mengatur desain dan materi setiap bahan kampanye dan alat peraga kampanye.
“Kita juga mengoptimalkan fungsi Rumah Pintar Pemilu atau RPP dan Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi atau KPPD untuk mengedukasi masyarakat agar bijak dalam menggunakan informasi” tuturnya.
Sementara, Reni menekankan tentang bagaimana cara meningkatkan partisipasi pemilih muda di Jawa Barat. Hal pertama yang harus dimiliki oleh pemilih muda adalah kemampuan berpikir kritis, cerdas, dan bertanggung jawab. Berpikir kritis yang Ia maksud adalah cara berpikir yang bisa melampaui keadaan superficial, mampu berpikir konsep dan abstrak.
“Jangan memiliki pola pikir yang hanya seeing is believing. Seperti kalian lihat botol air mineral ini, jangan hanya berpikir tentang warna air, bentuk kemasan, dan hal-hal yang tampak saja. Tapi berpikir juga apa saja yang terjadi di balik eksistensi botol air mineral ini” jelas Reni menggunakan analogi botol air mineral di hadapannya.
Reni juga menyebut bahwa demokrasi di Indonesia masih bersifat prosedural dan kecenderungan masyarakatnya yang termasuk low-trust society, sehingga anak-anak muda harus mengutamakan logika dalam melihat dan mempercayai apa yang terjadi dalam politik, apalagi yang menggunakan pendekatan SARA.
“Intinya, Indonesia di tahun 2045 ngga akan eksis kalo hari ini kita masih ribut-ribut SARA” pungkas Reni.