Etnis Tionghoa-Indonesia sudah ada di negara ini bahkan sebelum NKRI terbentuk. Beberapa pejuang beretnis Tionghoa turut andil dalam kemerdekaan bangsa. Kontribusi masyarakat Etnis Tionghoa banyak terlihat dalam pembangunan negara di berbagai bidang, seperti teknologi, ekonomi, dan ilmu pendidikan. Namun, stigma negatif masyarakat mengenai etnis minoritas di Indonesia ini masih ada sampai sekarang. Hal ini yang coba diteliti oleh Rustono Farady Marta.
Farady, meneliti dinamika identitas Etnis Tionghoa-Indonesia melalui media film. Menurutnya, film nasional merupakan media yang mampu merekam dinamika tersebut tanpa dibredel pemerintah. Ia meneliti film nasional menggunakan pendekatan diskursus lintas historis dan diskursus multimodalitas.
Hasilnya, dinamika identitas Etnis Tionghoa di Indonesia dapat diperiodisasi menjadi tiga masa, yaitu: Era Dilema Minoritas (1966-1998) dengan identitas terligitimasi, Era Euforia Kebebasan (1999-2003) dimana identitas etnis tersebut mulai terterproyeksi, dan Era Paradoks Tionghoa (2004-2015) yang menjadi identitas perlawanan.
Rustono Farady Marta berhasil mempertahankan disertasinya di depan sidang yang dipimpin Prof. Isbandi Rukminto Adi, Ph.D. dan para penguji yang merupakan para doktor dan profesor Ilmu Komunikasi. Sidang ini dilakukan di Auditorium Juwono Sudarsono pada Rabu (5/7). Ia lulus dengan predikat sangat memuaskan. Dengan demikian, Farady menjadi doktor ke-103 yang berhasil diluluskan oleh Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI.