Reformasi yang terjadi di tahun 1998 menghasilkan beberapa perubahan mendasar dalam aturan ketatanegaraan, salah satunya adalah perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berlangsung dari tahun 1999 hingga tahun 2002. Momentum reformasi dimanfaatkan oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai salah satu partai politik hasil fusi Pemerintahan Orde Baru tahun 1973. PPP tentu tidak ingin melewatkan momentum seperti ini dengan memperjuangkan aspirasi umat Islam melalui jalur konstitusional yang pada era Orde Baru tidak diberi ruang gerak sama sekali.
Hal ini yang melatarbelakangi Usni, salah satu kandidat doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia untuk menyusun disertasi yang berjudul Partai Politik Islam di Indonesia Studi Tentang Dinamika Politik Partai Persatuan Pembangunan dalam Memperjuangkan Pasal 29 dan 31 pada Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 Tahun 2000-2002.
Usni menjalani sidang terbuka promosi doktor yang bertempat di Auditorium Juwono Sudarsono pada Jumat (6/7). Sidang diketuai oleh Wakil Dekan FISIP UI Prof. Dr. Dody Prayogo, MPSt., dengan promotor Prof. Dr. Burhan Djabir Magenda, M.A., ko-promotor Dr. Kamarudin, M.Si, serta anggota tim penguji yang terdiri dari Prof. (Riset) Dr. Lili Romli, M.Si., Dr. Isbodroini Suyanto, M.A., Julian Aldrin Pasha Rasjid, M.A., Ph.D dan Meidi Kosandi, SIP., M.A., Ph. D.
Dalam disertasinya, Usni mengungkapkan bahwa karakteristik PPP selama proses perubahan Pasal 29 dan 31 UUD 1945 bersifat akomodatif simbiotik. Akomodatif yang dimaksud adalah sikap yang dapat menyesuaikan diri berdasarkan kepentingan ideologi politik dan kenegaraan dari PPP sendiri. Sedangkan simbiotik adalah sikap politik PPP yang percaya bahawa agama dan negara pada dasarnya saling membutuhkan satu sama lain.
Sehingga, sikap akomodatif simbiotik PPP adalah karakteristik keislaman yang dapat menyesuaikan diri selama kepentingan politik terakomodir, dengan menempatkan kepentingan negara dan agama dalam hubungan yang saling membutuhkan.
Oleh karenanya PPP bukanlah partai poltik yang memiliki paradigma integralistik ataupun sekuler, melainkan memiliki kesamaan dengan berbagai partai politik lainnya, yaitu paradigma simbiotik meski menggunakan atribut Islam sebagai pembeda. Sikap akomodatif dari PPP pun tak lepas dari fenomena-fenomena yang terjadi di tubuh PPP sendiri, seperti pengelompokkan, polarisasi, ekspansi, dan institusionalisasi, serta artikulasi politik berdasarkan ideologi dan kultur keislaman PPP yang sarat akan perbedaan.
Usni berhasil mempertahankan disertasinya di muka sidang dan memperoleh gelar doktor Ilmu Politik dengan yudisium sangat memuaskan.