Media sosial memberikan ruang yang besar bagi individu-individu untuk mengekspresikan dirinya. Dalam konteks politik, ruang digital ini membuat individu lebih suka menunjukkan pandangan dan sikap politiknya. Perbedaan-perbedaan pandangan dan sikap politik di media sosial seringkali justru menghasilkan pengkotak-kotakkan kelompok antara yang memiliki pandangan sama dengan kelompok yang dianggap memiliki pandangan berbeda. Penelitian-penelitian terkini menunjukkan bahwa media sosial membuat polarisasi politik di masyarakat semakin menguat. Di Indonesia sendiri, polarisasi politik terjadi selama Pilkada Gubernur DKI Jakarta 2017 yang memecah masyarakat menjadi kelompok pro-Ahok dan anti-Ahok. Polarisasi politik ini merupakan kelanjutan dari polarisasi politik saat Pilpres 2014 antara pendukung Jokowi dan pendukung Prabowo. Kemudian, dua bulan setelah Pilkada DKI Jakarta tersebut Presiden Jokowi mengajak rakyat untuk mengkampanyekan “Saya Indonesia, Saya Pancasila” di media sosial.
Rupanya, proses difusi berita politik yang terjadi selama berlangsungnya kampanye tersebut menarik hati Sudarto, mahasiswa doktoral Ilmu Komunikasi FISIP UI untuk menjadikannya sebagai topik penelitian disertasinya. Ia melakukan survei terhadap pengguna media sosial untuk menganalisis ekspresi individu mengenai kampanye tersebut berdasarkan karakteristik generasi. Hasilnya, penelitian ini menemukan bahwa difusi berita politik berjalan moderat. Dari tiga kategori responden (generasi milenial, generasi X dan generasi baby boomer), difusi berita pada generasi milenial berjalan paling lambat, sedangkan pada generasi baby boomer paling cepat dari kelompok generasi lainnya. Berdasarkan kerangka teori yang digunakan, Sudarto menginterpretasikan bahwa generasi milenial kurang terlibat pada isu-isu nasional, khususnya pada topik politik. Polarisasi politik yang paling kuar terjadi di generasi X dan paling lemah di generasi milenial, sedangkan generasi baby boomer cenderung partisan terhadap pemerintahan dibandingkan kedua generasi lainnya.
Melalui Analisis PLS (Partial Least Square), penelitian ini menyimpulkan bahwa partisanship merupakan fungsi eksposur yang berpengaruh dalam kecepatan mendapatkan berita politik, sedangkan kelompok “hard core” (ekstrim partisan) merupakan fungsi ekspresi yang berpengaruh dalam pembentukan opini publik.
Sudarto berhasil meraih gelar doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya ini di hadapan para dewan penguji dengan promotor Prof Dr. Ibnu Hamad, M.Si dan Ko-Promotor Dr. Hendriyani, M.Si. Sidang Doktoralnya digelar secara terbuka di Auditorium Juwono Sudarsono pada kamis (28/06).