Kelompok etnik kayu Pulo dan kelompok etnik asli lainnya di teluk Humboldt, Kota Jayapura adalah rumpun kelompok etnik yang oleh Keesing disebut sebagai masyarakat tribal, masyarakat tanpa ekonomi sentral dan politik sentral. Kelompok etnik di sana dapat dikategorikan sebagai masyarakat pra-industri oleh Lewellen, dengan tipe masyarakat yang oleh Fried disebut rank society. Sejarah Perang Dunia membawa kelompok-kelompok etnik di Kota jayapura segera masuk dalam dunia modern, di mana kehadiran tentara Jepang 1942 dan Sekutu tahun 1944 membuka berbagai infrastruktur perang di sana. Setelah hengkangnya Pemerintah belanda, dan Papua kembali ke pangkuan NKRI tahun 1963, hingga kini kota Jayapura menjadi salah satu daerah yang lebih maju dan sangat polietnik, oleh karena itu sering disebut sebagai Indonesia mini.
Hanro Yonathan Lekitoo, mahasiswa doktoral Antropologi FISIP UI menyelesaikan disertasinya yang mengangkat topik relasi antar kelompok etnik di Jayapura. Menggunakan metode etnografi, Hanro mendeskripsikan realitas yang ada dengan kacamata konsep etnisitas dari Barth dan Eriksen, yang mengemukakan bahwa relasi antar-etnik bersifat cair dan konstruktif. Penekanan dari Barth lebih pada relasi individu dan keluarga dalam perspektif ekologi dan demografi, sedangkan Eriksen lebih kepada konteks kesejarahan. Dalam kaitan relasi antar-etnik orang Kayo Pulau dengan kelompok etnik lainnya di kota Jayapura, Hanro mencermati empat konteks, yakni kekerabatan, ekonomi, politik, dan keagamaan. Dalam kaitan keempat konteks tersebut, sifat inklusif orang Kayo Pulau dan kelompok-kelompok etnik asli di kota Jayapura selalu mencari persamaan dan merangkul kelompok etnik lainnya, merupakan nilai-nilai penting dalam mempertahankan kehidupan yang toleran dan harmonis.
Kajian mengenai relasi antar-kelompok etnik dilakukannya di kampung Kayo Pulau kira-kira 3 tahun lamanya, yakni mulai tahun 2015 hingga 2018. Penelitian dengan metode etnografi, di mana teknik observasi partisipasi, wawancara, serta studi literatur dari berbagai sumber digunakan. Analisis selain kampung Kayo Pulau, juga diangkat ke tingkat kota Jayapura dan kabupaten Jayapura di mana karakter sosial budaya penduduknya mirip.
Kini, penduduk asli kota Jayapura hanya 3,71 persen dan orang Kayo Pulau di kampungnya hanya 24,6 persen. Namun, mereka mampu bertahan dan beradaptasi di tengah pusaran modernisasi, serta daam konteks masyarakat yang polietnik dan berbagai tuntutan kehidupan dengan mengedepankan relasi antar-kelompok etnik, baik dalam konteks kekerabatan, ekonomi, politik, dan keagamaan.