Hampir empat bulan berlalu sejak nama Anies Baswedan diusung sebagai calon presiden 2024 oleh Partai NasDem. Hingga saat ini belum ada koalisi yang ajeg terbentuk. Ada dua partai terdepan dalam rencana koalisi dengan NasDem: PKS dan Demokrat. Namun hingga sekarang dua partai tersebut belum mencapai mufakat. Nama yang disepakati jadi bakal pendamping Anies dinilai jadi batu penghalang koalisi yang akan berlabel nama Koalisi Perubahan tersebut.
Di tengah mandeknya komunikasi politik, sejumlah pengurus DPP Partai NasDem menyambangi Sekretariat Bersama Gerindra-PKB. Kehadiran NasDem di Sekber koalisi Gerindra-PKB membawa isu keretakan Koalisi Perubahan.
Hal ini diperkuat dengan statemen lantang NasDem untuk Demokrat soal kejelasan koalisi. Wakil Ketua Umum NasDem Ahmad Ali bertanya ke Demokrat apakah mereka masih berminat gabung dalam Koalisi Perubahan apabila Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tidak diusung sebagai cawapres.
Apakah kalau kemudian ternyata tidak sesuai kriteria yang ditetapkan oleh Anies, apakah Demokrat masih mau bergabung Koalisi Perubahan?”.
Di sisi lain, AHY mengaku tak ingin perdebatan soal sosok pendamping Anies justru menghambat rencana koalisi. AHY pun lantas menyerahkan sosok cawapres itu kepada Anies selaku Capres yang diusung.
“Untuk itu, Demokrat akan mengajak PKS agar menyerahkan keputusan bakal Cawapres kepada bakal Capres yang kita usung. Dengan demikian, tiga partai memiliki kesetaraan yang sama dalam koalisi,” kata AHY melalui keterangan tertulis.
Dosen Politik FISIP UI, Aditya Perdana menganggap Koalisi Perubahan harus menemukan titik temu soal pendamping Anies jika ingin bertahan. Di sisi lain, sosok cawapres yang dicari harus mampu mendongkrak elektabilitas Anies.
“Formulasinya itu udah ketemu belum buat bacawapres yang bisa naikkan elektabilitas Anies dan berpotensi untuk menang. Jadi, faktor cawapresnya itu juga penting untuk bisa menaikkan elektabilitas dan menyaingi pasangan lain,” kata Adit ke CNNIndonesia.com, Kamis (26/1).
Adit berpandangan sikap AHY yang menyerahkan bacawapres kepada Anies merupakan kompromi politik agar koalisi ini tetap bertahan. Namun demikian, Demokrat juga harus menegaskan tak akan kabur dari koalisi jika keputusan Anies tak sesuai harapan.
“Nantinya Demokrat sama PKS pun jangan protes kalau itu bukan kadernya, mereka juga jadi itu titik kompromi kalau menurut saya untuk kemudian bisa lanjut,” ucap dia.
Menurutnya, jika Demokrat-PKS bersikeras mengajukan sosok cawapres yang mereka inginkan, maka akan semakin sulit menemukan titik temu. Seperti diketahui, PKS sendiri menyorongkan nama Ahmad Heryawan, meski keputusan resmi akan dikaji melalui Majelis Syura PKS. “Mereka berpikir kalau sama-sama kuat enggak akan ada titik temu,” terangnya.
Kendati begitu, soal selanjutnya apakah Anies mampu menentukan cawapres yang akan diterima oleh Demokrat-PKS. Ia menerangkan, apabila hal itu terjadi, maka koalisi ini akan kuat. Tetapi jika tidak, maka koalisi akan berantakan. “Anies dengan power-nya bisa enggak mengatakan, ‘oke, cawapresnya si x’ dan yang lain setuju, kalau itu kejadian menurut saya itu udah kuat tapi kalau enggak, masih banyak intrik dan sikut-sikutan, udah berantakan lagi itu,” katanya.
Di sisi lain, menurutnya, kunjungan NasDem ke markas Gerindra-PKB itu merupakan upaya dalam membuka peluang untuk memperbesar peluang kemenangan. “Sehingga, dalam kondisi itu mereka sedang membuka ruang dan peluang untuk bisa bertemu dengan siapa aja dan koalisi dengan siapa aja, jadi perbesar peluang mereka,” ucap Adit.