Bagaimana memahami perubahan keagamaan di Asia Tenggara sebagai wujud persilangan dan pertentangan politik kebudayaan? Dalam buku “Hierarchies of Power: Evangelical Christianity and Adat Transformation in Indonesian Borneo”, Imam Ardhianto menjelaskan pertanyaan tersebut.
Buku Hierarchies of Power adalah sebuah usaha untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan mengambil kasus pertumbuhan gereja injili dan persinggungannya dengan adat sejak awal abad 20.
Dalam kegiatan ini, Imam Ardhianto akan mempresentasikan monograf terbarunya itu bersama dengan Jan S. Aritonang (Sekolah Tinggi Teologi Jakarta), Michaela Haug (Albert-Ludwigs-Universität Freiburg), dan Dave Lumenta (FISIP Universitas Indonesia) sebagai pembahas.
Peluncuran buku tersebut dilaksanakan pada Selasa (21/03/2023) di Auditorium Mochtar Riadry FISIP UI dan diselenggarakan ole Asia Research Centre (ARC UI) bersama Divisi Riset, Publikasi ilmiah, dan Pengabdian Masvarakat FISIP UI dan Departemen Antropologi.
Berbeda dengan beberapa publikasi ilmiah dari para sarjana sebelumnya yang terobsesi dengan proses kreatif agama lokal dalam mengakomodasi pengaruh agama yang dibawa oleh negara dan kolonialisme, buku ini menawarkan bahwa proses tersebut tidak sesederhana yang dibayangkan jika melihat varian bentuk keagamaan gereja injili yang dibangun atas dasar sikap keberjarakan dan keterputusan total dengan tradisi sebelum mereka berpindah agama.
Pada peluncuran buku ini mengundang audiens untuk mengintip pokok-pokok pemikiran dan temuan lapangan dari studi Imam Ardhianto di buku tersebut.
Dave Lumenta mengatakan ada banyak layers dan konteks soal asumsi, soal hirarki dan egaliter yang menjadi argumen utama di buku ini, bahwa kristiani tidak menghilangkan adat misalnya obat tradisional dan hubungan antara gender dan kristianiti.
Dalam kegiatan ini, mendiskusikan perubahan keagamana orang Kenyah sejak awal abad 20 hingga periode kontemporer di Central Borneo dengan secara khusus mengulas bagaimana ideologi kristen injil direspons oleh masyarakat Kenyah di berbagai periode dengan mengakomodasi, meninggalkan, dan mereka cipta adat dan posisinya dalam kehidupan masyarakat.
Di dalamnya, politik otoritas keagamaan dan konteks geopolitik kewilayahan menjadi titik sentral dalam mengulas transformasi-transformasi tersebut.