Tahun 2014 merupakan tahun penting bagi Indonesia. Ada dua momen politik yang saling berbaku kait dan menentukan perjalanan bangsa ini di tahun-tahun mendatang. Pertama adalah Pemilu Legislatif, dan yang kedua adalah momentum Pemilihan Presiden yang akan membentuk pemerintahan baru Indonesia selama lima tahun ke depan. Sistem pemilu (election) dan proses pemungutan suara (electoral process) merupakan bagian penting dari mekanisme pembentukan negara demorasi (democratic state building). Berbagai bentuk kecurangan, termasuk pelanggaran terhadap ketentuan perundangan yang mengatur pemungutan suara, perlu dideteksi sejak awal agar membuka ruang bagi upaya pencegahan, penangkalan, dan minimalisasi dampak negatif kecurangan dan/atau pelanggaran tersebut. Dimana pun, demokrasi menjadi arena kontestasi sehingga pelaksanaan pemungutan suara maupun suasana politik di antara dua siklus pemilu menjadi pertaruhan setiap kontestan.
Berkenaan dengan kondisi tersebut, Center for International Relations Studies (CIReS) FISIP UI melakukan penelitian yang berjudul Manipulasi Pemilu, Pelanggaran Elektoral, dan Aparat Keamanan yang dilakukan oleh Kelompok Peneliti yang beranggotakan tiga akademisi senior yang sejak lama telah terlibat aktif dalam agenda-agenda reformasi sektor keamanan di Indonesia: Kusnanto Anggoro, Ph.D, Edy Prasetyono, Ph.D, dan Hariyadi Wirawan, Ph.D.
Tujuan dari monograf ini adalah menunjukkan bahwa praktik kecurangan dan/atau pelanggaran dalam pemilu dan pemungutan suara sangat mungkin terjadi di negara yang mengalami transisi demokrasi seperti di Indonesia. Belajar dari pengalaman-pengalaman di masa lalu, praktik kecurangan dan/atau pelanggaran tersebut bukanlah sesuatu yang baru dan sebatas mengalami perubahan dalam taktik pelaksanaannya di lapangan. Lebih khusus lagi, di masa lalu, praktik tersebut tercatat banyak terjadi dan melibatkan aparat keamanan. Dalam konteks Indonesia yang menjalani reformasi sektor keamanan pasca bergulirnya Reformasi, telaah mengenai keterlibatan aparat dalam kecurangan dan/atau pelanggaran dalam pemilu dan pemungutan suara tersebut menjadi penting mengingat salah satu pilar utama dari reformasi sektor keamanan adalah memastikan bahwa aparat keamanan tidak lagi terlibat dalam urusan politik keseharian dan tidak lagi menjadi alat bagi kelompok tertentu atau lebih populer disebut sebagai netralitas aparat. Temuan dalam monograf ini memperlihatkan bahwa meskipun derajat pelaksanaan kecurangan dalam pemilu dan/atau pemungutan suara oleh aparat keamanan tidak lagi bersifat masif seperti pada periode Orde Baru, terdapat beberapa catatan yang harus diperhatikan oleh aparat keamanan terkait dengan netralitas mereka dalam pesta demokrasi. Catatan tersebut antara lain adalah perlunya peningkatan dalam pelaksanaan di lapangan, terutama di daerah, untuk lebih menegakkan netralitas aparat dalam pemilu sebagai mandat dari reformasi sektor keamanan. Pengawasan yang lebih khusus dan berlapis oleh berbagai kalangan juga menjadi catatan lain yang harus diperhatikan. Penulisan monograf ini sendiri merupakan bentuk perhatian kalangan akademisi, terutama yang terlibat secara aktif dalam agenda-agenda reformasi sektor keamanan, terhadap keinginan untuk melihat netralitas aparat keamanan dalam Pemilu 2014.