Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No.11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan pada Maret lalu. Dalam peraturan tersebut, dinyatakan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah “berkewajiban memberikan pelayanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya kegiatan keolahragaan bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.”
Untuk mengkaji implementasi dari UU No.11/2022 tersebut di perguruan tinggi, FISIP UI menyelenggarakan seminar dengan tema “Undang-Undang Olahraga dan Dunia Kampus” yang diselenggarakan pada Selasa (08/10) di Auditorium Juwono Sudarsono, kampus FISIP UI, Depok. Seminar ini mendiskusikan peranan serta kesiapan penyelenggara pendidikan dalam memenuhi kriteria yang disyaratkan, guna mewujudkan kampus yang sehat dan berkarakter melalui pengembangan keilmuan terkait keolahragaan (sport science).
Pada sesi pertama, hadir narasumber Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto M.Si (Dekan FISIP UI dan Guru Besar Antropologi) dan Dr. Lilik Sudarwati A. S.Psi., M.H (Ketua Bidang Sport Science & IPTEK KONI Pusat). Pada sesi dua, hadir sebagai narasumber Edy Prasetyono Ph.D. (Dosen Ilmu Hubungan Internasional FISIP UI), Dr. Firman Agung Sampurna (Ketua Umum PBSI Pusat), Siti Fadia Silva Ramadhanti (Atlit Bulu tangkis Pelatnas dan Ranking 15 Dunia Sektor Ganda Puteri) dan Christal F. Mandagie (Atlit & Pelatih Bulu tangkis, Alumni FISIP UI).
Menurut Lilik, keolahragaan dalam Undang-Undang ini berfungsi untuk mengembangkan kemampuan jasmani, rohani, sosial dan membentuk watak kepribadian bangsa yang bermartabat yang tercakup dalam tiga ruang lingkup yaitu olahraga pendidikan, olahraga masyarakat dan olahraga prestasi.
Lebih lanjut ia mengatakan UU ini salah satunya bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kecerdasan, dan kualitas manusia. “Olahraga ada hubungannya dengan kesehatan jiwa, kesehatan dan ketahanan fisik akan mempengaruhi peningkatan produktivitas dalam pekerjaan,” ujar Lilik.
Berbeda dengan kondisi di luar negeri dimana sport science menjadi acuan dalam pengembangan atlit-atlit, sementara di Indonesia sama sekali belum berkembang atau digunakan sebagai rujukan. “Kondisi ini akan mengakibatkan Indonesia akan tertinggal jauh dalam prestasi olahraga di masa depan. Perguruan tinggi diharapkan hadir untuk mengisi kekosongan tersebut” kata Lilik lebih lanjut.
Sport science diselenggarakan untuk menanamkan nilai-nilai karakter dan memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan guna membangun gaya hidup sehat aktif sepanjang hayat. Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan dilaksanakan dan diarahkan sebagai satu kesatuan yang sistemis dan berkesinambungan dengan sistem pendidikan nasional. Maka menurut Lilik, sport science sangat penting saat ini, Kemenpora dan KONI butuh bantuan dari universitas untuk melakukan penelitian maupun kemajuan teknologi untuk olahraga.
Sementara Dekan FISIP UI, Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto mengatakan pentingnya olahraga menjadi suatu rutinitas (lifestyle). Olahraga, prestasi dan kebudayaan merupakan satu kesatuan. Tanpa dukungan budaya (sistem koginisi), prestasi olahraga tidak akan diapresiasi atau didukung oleh masyarakat.
Lebih lanjut Prof. Semiarto menjelaskan bahwa unsur terpenting dalam menjadikan olahraga sebagai suatu kebudayaan adalah keluarga. Di luar negeri, olahraga merupakan suatu bentuk kegiatan parenting, namun di Indonesia nampaknya belum terlalu diterapkan. Di Indonesia, olahraga sebagai gaya hidup lebih banyak dilakukan dalam komunitas, seperti komunitas bersepeda, komunitas lari dll. guna mempererat solidaritas sosial. Jadi ini menjadi tugas untuk bagaimana menumbuhkan budaya olahraga di tingkat keluarga yang berguna untuk mempererat hubungan antar anggota keluarga serta menanamkan nilai kesehatan dan kebugaran
Prof. Semiarto juga berharap FISIP bisa berkontribusi dalam mengembangkan sport science karena isu sosial budaya masih belum dianggap penting dalam sport science.
Edy Prasetyono mengatakan olahraga sebagai simbol superioritas dari suatu bangsa sekaligus memperkuat manusianya menjadi high quality. Melalui olahraga, juga dapat dilihat kemampuan suatu negara dan kapasitas negara tersebut. Dalam dunia pendidikan, Edy menjelaskan kampus merupakan pusat aktifitas olahraga dan seni yang terbentuk dari kombinasi atau interaksi dari ilmu pengetahuan atau akademik.
Menurut Agung, perkembangan industri olahraga menjadi sangat penting. Jika pengelolaan olahraga tidak baik maka mustahil untuk bisa memenangi pertandingan. Butuh tata kelola yang baik untuk pendapatkan prestasi yang bukan saja bergantung pada hasil kerja keras atlit saja, melainkan semua pihak yang terlibat baik itu pemerintah, club, orangtua, pelatih, sponsor dan lainnya.
Pada kesempatan seminar tersebut, Christal dan Ramadhanti bercerita tentang pengalaman mereka di dunia bulutangkis dan kaitannya dengan pendidikan mereka. “Atlit itu sebenarnya pintar-pintar, hanya saja mereka kurang percaya diri ketika berhadapan dengan pendidikan karena selama ini hidupnya hanya diisi dengan latihan.” Christal telah membuktikan bahwa atlit pun bisa berprestasi dalam bidang pendidikan, bahkan sampai mendapat gelar sarjana dari UI. Dalam diskusi tanya jawab dengan para narasumber terungkap bahwa berpendidikan tinggi amat penting bagi atlit untuk kehidupannya setelah melewati masa keemasan mereka. Hal ini mendorong Siti Fadia Silva Ramadhanti berkeinginan untuk dapat melanjutkan pendidikan tinggi di UI, yang di “Amin”kan oleh seluruh peserta seminar.