Perubahan perilaku komunikasi merupakan topik yang sangat menarik dan tidak ada habisnya untuk dibahas karena manusia pada dasarnya selalu berubah dan beradaptasi terhadap apa yang terjadi disekitarnya. Termasuk ketika terjadi pandemi Covid-19 yang tidak hanya berdampak pada isu kesehatan, ekonomi tapi juga gaya hidup menuju new normal.
Ketika masa pandemi, meskipun ada pembatasan dari interaksi tatap muka atau bertemu, ternyata kebutuhan sebagai manusia agar tetap eksis dan diakui akan tetap dibutuhkan dengan menggunakan teknologi digital dan media massa. Pandemi sudah cenderung melandai grafiknya. Situasi kehidupan kemungkinan bergeser menjadi endemi Covid-19. Saat ini, terjadi perubahan perilaku komunikasi terkait adaptasi teknologi.
“Kalau menurut saya pribadi, sebenarnya pada akhirnya yang tadinya kita harus beradaptasi ke digital dari konvensional. Itu apakah kita harus balik lagi ke konvensional? Sepertinya agak sulit. Karena orang-orang sekarang, khususnya bagi kaum muda, itu malah sudah enak di masa seperti ini,” kata Rizki Saga Putra, alumni Pascasarjana Ilmu Komunikasi FISIP UI dalam seminar nasional berjudul Perubahan Perilaku Komunikasi pada Masa Pandemi yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI pada Jumat (27/5).
Menurut Saga, orang sudah beradaptasi dan nyaman di dalam pola komunikasi hibrid. Sehingga untuk kembali lagi ke cara konvensional atau ke masa sebelum pandemi itu sudah tidak bisa lagi. “Nanti ada teknologi baru, itu tinggal masalah waktu, ketika kita akan beradaptasi kembali,” sambungnya seraya menambahkan bahwa sifat manusia diciptakan untuk beradaptasi terus selamanya.
Dari sisi aktivitas keagamaan menurut Hasian Laurentius Tonggo, alumnus Pascasarjana Ilmu Komunikasi FISIP UI, saat pandemi pada akhirnya memberikan pengalaman baru pada kelompok lansia melalui praktik-praktik ritual ibadah secara daring.
Ian menjabarkan, seperti yang dikatakan masyarakat, bahwa ekosistem gereja Katolik yang cenderung tradisional dari dulu sampai sekarang, hanya sedikit perubahan. Dengan asumsi, kalau mau beribadah harus ke gereja. Tapi bagi kaum muda kini ada pilihan hibrid. Walaupun terakhir kondisi sudah aman, namun lantaran sudah terbiasa, mereka tetap ingin menjalankan ibadah online.
“Pandemi telah memaksa pemeluk agama untuk beribadah menggunakan media berbasis teknologi yang kemudian membuka kesempatan bagi pemeluk agama kristiani untuk meninjau kembali bentuk-bentuk ibadah seperti khotbah yang berbeda dari yang biasanya. Hambatan juga terjadi, seperti sebagian besar masyarakat merasa ibadah daring tidak sama dengan luring, tidak bisa memberi kekhusyukan serta jaringan yang tidak stabil,” ujar Ian.
Ketika perubahan komunikasi terjadi karena manusia perlu beradaptasi dengan situasi yang berkaitan dengan informasi yang diterima secara daring dan memang kemampuan untuk adaptasi teknologi ternyata tidak sama pada setiap orang.