Depok, 4 Januari – Departemen Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP UI) menambah doktor dengan mempromosikan Lalu M. Guntur Payasan WP menjadi doktor kriminologi ke-41 pada Kamis (4/1) di Auditorium Juwono Sudarsono. Lalu M. Guntur Payasan WP berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Complex Medical Crime dan Malpraktik Medik: Studi Kriminologi pada Robotic Telesurgery dan Internet of Medical Things” di depan dewan penguji.
Sebagai Ketua Sidang adalah Dekan FISIP UI Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto, dengan Promotor Dr. Arthur Josias Simon Runturambi dan kopromotor Dr. Iqrak Sulhin, serta sebagai dewan penguji, Prof. Dr. Tati Latifah Erawati Rajab, Prof. Dr. Agus Purwadianto, Dr. Ni Made Martini Puteri dan Prof. Dr.. Muhammad Mustofa.
Era internet of medical things (IoMT) membawa perubahan pada layanan kedokteran di mana perubahan tersebut mengubah cara dokter melaksanakan praktiknya. Salah satu contoh praktik IoMT ialah telesurgery. Beberapa robotic telesurgery sedang dan akan mulai dipasarkan pada waktu mendatang dan Indonesia direncanakan pada 2025 sudah melaksanakan praktik robotic telesurgery. Teknologi ini memungkinkan dokter melakukan operasi pada pasien dengan menggunakan robot yang dikendalikan dokter dari jauh melalui jaringan internet.
Penelitian Dr. Lalu berpijak pada dua permasalahan utama. Dari sisi empiris, penelitian ini melihat wacana penerapanan robotic telesurgery pada 2025 dan praktik kedokteran IoMT sebagai wujud transformasi layanan kesehatan. Sedangkan di sisi teoritis, penelitian ini mengidentifikasi adanya potensi kejahatan yang memungkinkan berdampak pada kerugian yang akan dialami pasien pada pelaksanaan robotic telesurgery dan praktik kedokteran IoMT.
Dr. Lalu mengatakan, hasil penelitiannya memperlihatkan adanya kecenderungan bahwa kerugian yang dialami oleh pasien akibat penerapan layanan kedokteran IoMT bukan saja diakibatkan oleh kesalahan dokter melainkan adanya dampak dari kompleksitas yang berperan dalam pelaksanaan praktik kedokteran bedah jarak jauh, yakni telesurgery triangle terdiri dari manusia, alat dan jaringan yang tidak terpisahkan dari layanan telesurgery dan/atau IoMT.
Kompleksitas sumber daya yang terlibat dalam pelayanan kedokteran IoMT kemudian dapat mempunyai andil masing-masing pada kegagalan/kerugian yang dialami pasien.
“Saya menemukan skema segitiga terbalik yang dinamakan telesurgery crime triangle. Adanya telesurgery crime triangle dapat digunakan untuk mengidentifikasi complex medical crime baik dari segi struktur (urutan pelaku kejahatan), kewenangan (kejahatan) dan dampak (korban dan reaksi sosial) yang timbul akibat pelaksanaan praktik robotic telesurgery dan praktik kedokteran IoMT,” jelas Lalu.
Pelayanan kedokteran dengan IoMT seharusnya dapat memberikan dampak yang signifikan baik dari segi efektivitas, efisiensi, mutu dan keamanan yang mengarah pada keselamatan pasien. Namun, perkembangan upaya kesehatan dengan adanya IoMT tidak serta merta dapat dilakukan tanpa kendala dan/atau masalah, antara lain telah terjadi permasalahan-permasalahan yang menyebabkan pelaksanaan praktik kedokteran ditunda atau tidak dapat dilaksanakan yang diakibatkan gangguan teknologi kecerdasan buatan pada peralatan medik. Hal ini dapat menimbulkan akibat yang fatal pada pasien seperti cacat, bahkan meninggal dunia. Pada kondisi seperti ini praktik tersebut nantinya berpeluang dapat disebut sebagai sebuah malpraktik medik dan/atau kejahatan. Kerugian akibat adanya kegagalan di atas sejatinya bukan merupakan malpraktik sebagai kejahatan profesi saja, namun lebih jauh adanya peran dari berbagai komponen baik dari segi manusia, alat dan juga jaringan.
Studi kasus kerugian yang disebabkan oleh bedah robot menunjukkan bahwa dokter pada akhirnya dinyatakan melakukan malpraktik, walaupun pada proses sistem peradilan yang menyebabkan kerugian bukan di area wewenang dokter.
Lebih lanjut Lalu menjelaskan, “Robot failure akibat tidak adanya perawatan, perbaikan dan kalibrasi alat adalah salah satu contoh permasalahan di luar wewenang dokter. Permasalahan manufaktur bukan murni area praktik kedokteran seperti kurang pelatihan atau kegagalan kegiatan pre-operasi. Sementara studi kasus pada alat radio terapi menemukan ketidakberfungsian alat yang disebabkan menunggu sparepart dan medical engineering (elektromedik) manufaktur alat yang berada di luar negeri.”
Kejahatan medis yang kompleks atau complex medical crime (CMC) merupakan konsep potensi kejahatan yang dapat terjadi pada penerapan robotic telesurgery dan/atau praktik kedokteran IoMT. CMC meliputi kejahatan korporasi, kejahatan siber, kejahatan pekerjaan dan kejahatan profesi (malpraktik). Struktur dan kewenangan CMC ialah kajian tentang kejahatan dan pelaku sedangkan dampak CMC ialah kajian korban dan reaksi sosial.
Dari hasil penelitiannya, Lalu menyampaikan rekomendasi bahwa masih banyak sisi empiris dan teoritis yang masih harus diidentifikasi sebelum pelaksanaan robotic telesurgery dan praktik kedokteran IoMT di Indonesia. Kebijakan yang berbentuk peraturan perundangan juga amat dibutuhkan, sehingga dalam pelaksanaan robotic telesurgery dan praktik kedokteran IoMT dapat memberikan kepastian baik pada pelaksana maupun pada pasien. Selain itu, pemenuhan kriteria-kriteria baik pada manusia, alat dan jaringan sebelum pelaksanaannya nanti juga harus benar-benar diperhatikan, misalnya menjamin kemampuan dan skill dari manusia dengan memastikan proses alih teknologi pada alat kedokteran IoMT atau robotic telesurgery serta menjamin proses izin edar dengan melakukan uji fungsi sebelum peralatan tersebut dapat diberikan izin edar di Indonesia.