Pada Rabu (25/05) di Auditorium Juwono Sudarsono diadakan promosi doktor Departemen Ilmu Komunikasi, Rieke Diah Pitaloka menjadi doktor dari Departemen Ilmu Komunikasi ke-124 dengan predikat cumlaude. Artis sekaligus politikus tersebut berhasil menyelesaikan kuliah S3 dari Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul “Kebijakan Rekolonialisasi: Kekerasan Simbolik Negara Melalui Pendataan Perdesaan” didepan para penguji.
Sidang Promosi Doktoral Rieke dipimpin langsung oleh Dekan FISIP UI, Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto. Promotor doktoral adalah Dr. Hendriyani dengan Kopromotor Dr. Eriyanto dan Dr. Haryatmoko. Dewan penguji, Yanuar Nugroho, Ph.D, Dr. Sofyan Sjaf, Dr. Arie Sujito, dan Endah Triasturi, Ph.D.
Disertasi in merupakan deskripsi, analisis dan interpretasi atas data dan pendataan perdesaan pasca lahirya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Cara pandang atas data yang menjadi basis kebijakan mencerminkan tanggung jawab terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengabaian atas data sama halnya dengan membiarkan kebijakan public tidak terukur, tidak relevan dan tapa target yang jelas bagi masyarakat luas, serta subjektif.
Di sisi lain, polemik data yang tidak pernah terselesaikan akar persoalannya berarti melanggengkan data yang tidak menggambarkan kondisi dan kebutuhan riil rakyat. Di balik angka dalam data negara, ada nasib jutaan jiwa warga yang dipertaruhkan.
Data negara sesungguhnya merupakan agregasi data perdesaan, yaitu data tentang ruang dan waktu, serta kehidupan sosial perdesaan. Namun, dalam keseharian persoalan akurasi dan aktualitas data perdesaan seringkali diabaikan. Padahal, data tersebut digunakan sebagai basis kebijakan publik di segala bidang, termasuk kebijakan alokasi dan besaran anggaran pembangunan.
Rieke mengusulkan tujuh tujuan penelitian saat ini. Pertama mengungkap kualitas data perdesaan, berupa data birokrat dan data warga yang menjadi basis data kebijakan publik. Kedua, mengungkap kekerasan simbolik pada pendataan perdesaan top down yang berpedoman pada norma yuridis melalui rekonstruksi genesis data birokrat. Ketiga, mendeskripsikan afirmasi simbolik pada pendataan perdesaan bottom up yang berpedoman pada norma sosiologis melalui rekonstruksi genesis data warga. Keempat, memetakan arena dan aktor pada pendataan perdesaan top down dan bottom up, serta relasinya dengan meta kapital perdesaan. Kelima, mengungkap kekerasan simbolik pada pendataan perdesaan top down yang mereproduksi kebijakan rekolonialisasi. Keenam, mendeskripsikan dan menganalisis afirmasi simbolik pada pendataan perdesaan bottom up memproduksi kebijakan afirmatif. Ketujuh, menginterpretasikan kebijakan afirmatif sebagai implementasi amanat konstitusi untuk mencapai lima aspek kesejahteraan rakyat. Area studi, Desa Sibandang, Desa Pantai Bakti dan Desa Tegalallang.
Hasil penelitian menunjukkan kebijakan rekolonialisasi mengonfirmasi terbuktinya hipotesis, yaitu: semakin kuat doxa kekerasan simbolik pada norma yuridis pendataan, semakin kuat pseudo data, semakin kuat pseudo kebijakan publik; semakin kuat pseudo kebijakan publik, semakin kuat pseudo otoritas, semakin buruk perencanaan, pemrograman, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan kebijakan publik, semakin buruk pencapaian lima aspek kesejahteraan rakyat; semakin buruk pencapaian lima aspek kesejahteraan rakyat, perdesaan semakin termarginalkan; semakin kuat doxa kekerasan simbolik norma yuridis mereproduksi pseudo data, semakin berkesinambungan kekerasan simbolik; dan semakin berkesinambungan kekerasan simbolik, semakin dibutuhkan heteredoxa afirmasi simbolik, yang digambarkan dengan antitesa ‘the truth circle’ kebijakan afirmatif.
Rieke menjelaskan, “sintesa yang diusulkan dari disertasi ini adalah bagaimana membangun sistemik kebijakan publik berdasarkan pendataan desa berbasis pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga memungkinkan lebih banyak ruang untuk komunikasi dan partisipasi.”
Setelah selesai acara promosi doktor, Rieke mengatakan “saya juga sangat berterimakasih kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI. Pada jurusan komunikasi ini, saya benar-benar ditempa bahwa komunikasi itu bukan hanya tentang jurnalistik tapi saya sebagai politisi mendapat ilmu yang luar biasa bahwa kerja politik pun membutuhkan ilmu komunikasi yang tepat,” ujar Rieke saat diwawancarai oleh Humas FISIP UI.