


Praktik jurnalistik mengalami perubahan yang radikal. Kemapanan media cetak tergoyahkan dengan kehadiran media daring. Perubahan dalam produksi, konsumsi, dan preferensi penggunaan media telah menempatkan media cetak pada posisi kemunduran. Satu per satu media cetak mengalami penutupan karena tidak mampu bertahan.
Mubarok, Doktor Komunikasi FISIP UI meneliti mengenai “Rasionalitas Tindakan Jurnalis Lokal Sebagai Pariah Baru Dalam Dinamika Ranah Jurnalistik Digital”. Ia berhasil mempertahankan disertasinya tersebut di hadapan para dewan penguji dalam sidang promosi doktor pada Kamis (26/06) di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP UI, Depok.
Di Indonesia, menunjukkan bahwa omzet penjualan media cetak, baik nasional maupun lokal, terus menurun seiring dengan disrupsi teknologi. Koran nasional seperti Republika, Suara Pembaruan, Indo Pos, Koran Tempo, dan SINDO terpaksa menghentikan versi cetak dan beralih ke platform daring. Penutupan media cetak berlangsung seiring dengan peningkatan penggunaan media daring sebagai sumber informasi.
Disertasi ini berangkat dari kenyataan tersebut, ketika media cetak lokal semakin menurun, sementara teknologi komunikasi membuka peluang terhadap bentuk persaingan baru. Perkembangan internet dan perubahan konsumsi media yang memengaruhi kehidupan media cetak menimbulkan kondisi dilematis bagi para jurnalis.
Jurnalis merupakan bagian dari institusi media yang menjalankan proses rasionalisasi. Para jurnalis senantiasa melakukan penyesuaian terhadap rasionalitas tindakan mereka, sesuai dengan kondisi yang dihadapi baik di lingkungan kerja maupun dalam masyarakat.
Rasionalitas tindakan manusia akan memandunya dalam menghadapi perubahan di berbagai ranah kehidupan. “Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana rasionalitas tindakan jurnalis media lokal dalam merespons perubahan arena jurnalistik yang drastis,” ujar Mubarok.
Mubarok menjelaskan kesimpulan dari penelitian nya ini menunjukkan adanya dualitas rasionalitas. Rasionalitas substantif dan rasional yang instrumental.
Lebih lanjut Mubarok menjelaskan bahwa temuan mengenai rasionalitas dualitas juga menunjukkan bahwa rasionalitas tindakan individu tidak dapat dipisahkan secara tegas. “Artinya, dalam setiap konteks sosial yang dihadapi individu, kuadran rasionalitas tindakan akan muncul menyesuaikan dengan konteks tersebut.”
“Kesimpulan penelitian menunjukkan adanya dualitas rasionalitas. Sebagai implikasi, harapan untuk menghasilkan media daring lokal yang bernas dan idealis semakin kabur karena proses rasionalisasi yang dilakukan,” jelas Mubarok.
Menurutnya, pengelola media daring lokal harus mengikuti logika bisnis digital. Persaingan yang sangat kompetitif dan berorientasi keuntungan memaksa pengelola media daring melakukan beragam rasionalisasi. Selanjutnya, muncul pariah baru dalam praktik jurnalistik yang ditentukan oleh selera warganet.
“Kesimpulan lainnya adalah munculnya pariah baru dalam praktik jurnalistik. Rasionalitas dualisme berimplikasi pada lahirnya posisi pariah baru bagi para jurnalis media lokal. Kondisi ini melahirkan pariah baru yang berlawanan dengan logika bisnis media cetak,” ujarnya.
Jurnalis muda yang lebih menguasai teknologi dan algoritma digital lebih mudah beradaptasi dengan kaidah media daring. Sebaliknya, para jurnalis senior yang telah berpengalaman di media cetak selama puluhan tahun justru tergopoh-gopoh dalam menyesuaikan diri.
Mubarok mengatakan, situasi ini menempatkan jurnalis muda dalam posisi yang lebih berpengaruh dibandingkan jurnalis senior yang bermigrasi dari media cetak ke media daring. Pariah baru ini menghapus sekat antara jurnalis senior dan junior. Nilai suatu berita tidak lagi ditentukan oleh pengalaman kerja, tetapi oleh sejauh mana berita tersebut mampu menghasilkan keuntungan digital.
Ia menekankan, “ketika idealisme jurnalistik semakin sulit ditemukan, maka implikasinya adalah melemahnya kekuatan pers sebagai alat demokratisasi. Proses rasionalisasi dalam pengelolaan media daring lokal berpotensi menimbulkan kekeringan dalam kualitas pemberitaan. Ketika terjadi standardisasi berita dan penerapan prinsip-prinsip seragam untuk mengejar keuntungan digital, maka aspek kualitas cenderung diabaikan.”
“Oleh karena itu, harapan terhadap media lokal sebagai bagian dari kekuatan demokratisasi semakin terlihat sebagai bentuk utopia yang sulit diwujudkan. Kerentanan berikutnya adalah ancaman eksistensi media daring lokal karena bergantung pada pemasukan dari kerjasama pemberitaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah sumber terbesar pemasukan media daring lokal adalah kerjasama pemberitaan dengna pemerintah dan instansi lokal. Kerjasama pemberitaan membuat media kehilangan objektivitas pemberitaan,” jelas Mubarok.