Riset, Publikasi, dan Pengabdian Masyarakat, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) menyelenggarakan Seminar Departemen yang berlangsung pada 10—11 November 2015, di Auditorium Komunikasi, Kampus FISIP UI. Mengusung tema “Pembangunan Indonesia 2016—2019” seminar ini mengundang sepuluh pembicara yang merupakan pakar dari perwakilan delapan departemen di FISIP UI. Para narasumber di hari pertama yakni Prof. Dr. Meutia F. Swasono, M.A., Prof. Dr. Paulus Wirutomo, M.Sc., Fentiny Nugroho, Ph.D, dan Drs. Ari Harsono, M.M. Sedangkan pada hari kedua materi disampaikan oleh Prof. Dr. Haula Rosdiana Msi. & Dra. Inayati Hifni, Msi., Dra. Ani Widyani, MA., Daisy Indira Yasmine, S.Sos., M.Soc.Sci., Dr. Nina Mutmainnah Armando, dan Aditya Perdana, S.Sos., M.Si.
Tema Pembangunan Indonesia 2016—2019 diangkat dalam seminar ini terkait pemerintahan baru Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) sejak Oktober 2014 membangkitkan optimisme yang tinggi di kalangan publik, baik di dalam maupun luar negeri. Latar belakang Presiden Jokowi yang tidak tersangkut dengan dinasti politik maupun institusi militer membuat publik berpikir bahwa gerakan untuk reformasi dan pemberantasan korupsi akan lebih mudah untuk dilanjutkan oleh pemerintahan baru tersebut. Hal ini kemudian ditambah lagi dengan visi yang diusung oleh pasangan Jokowi-JK pada Pemilihan Presiden 2014 menekankan pada reformasi politik, ekonomi, dan kebudayaan.
Visi pemerintahan Jokowi-JK sebagiannya mengandung visi pembangunan sosial. Yang dimaksud dengan pembangunan sosial adalah menempatkan rakyat sebagai prioritas utama dalam proses-proses pembangunan. Menurut Bank Dunia, pembangunan sosial dilakukan dengan mengakomodasi aspirasi rakyat dan membuat kebijakan pembangunan berbasis pengetahuan (evidence-based policy). Di dalam visinya, pemerintahan baru menekankan prinsip gotong-royong yang mengimplikasikan partisipasi masyarakat di dalam pembangunan. Di dalam uraian visinya lebih lanjut, misi yang ditetapkan mencakup di antaranya untuk “Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera”, yang sekaligus juga mengimplikasikan orientasi pembangunan pada manusia atau rakyat.
Yang terjadi di dalam praktiknya tidak mudah untuk mewujudkan pembangunan sosial tersebut. Selama 10 bulan memerintah, pembangunan yang dilangsungkan oleh pemerintah dipandang belum menunjukkan orientasi yang kuat pada aspirasi rakyat (Bloomberg View, 6 Agustus 2015). Indikator yang digunakan oleh pandangan ini adalah lambatnya pembangunan infrastruktur, tingginya inflasi dan inkonsistensi dalam regulasi. Tentu saja pandangan ini mengabaikan beberapa prestasi pemerintah dalam beberapa kebijakan keamanan sosial seperti BPJS. Namun banyaknya kebijakan berorientasi kerakyatan yang belum terlaksana, seperti misalnya dana desa, cenderung menguatkan argumentasi skeptis terhadap pembangunan sosial.
Tujuan pembangunan sosial adalah untuk mengatasi masalah-masalah sosial di dalam pembangunan. Masalah-masalah tersebut mencakup kerentanan terhadap krisis (vulnerability), rendahnya pengaruh dan partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan pembangunan (exclusion and isolation), meningkatkan kontrol masyarakat melalui transparansi dan akuntabilitas lembaga-lembaga negara (unaccountable institutions), rendahnya daya tawar rakyat vis-a-vis negara dan pasar (powerlessness), dan absennya negara dalam melindungi rakyat dari kekerasan (exposure to violence).
Bersinergi dengan hal di atas, dalam seminar ini Guru Besar Antropologi FISIP UI, Prof. Dr. Meutia F. Swasono, M.A., mengangkat topik pembahasan “Nilai dan Norma Budaya Nasional, Kebijakan Pembangunan, dan Permasalahan Kesejahteraan Rakyat.” Ia menyampaikan bahwa saat ini pengelolaan negara sedang mengalami tantangan berat yang memerlukan pembenahan. Lebih lanjut ia membahas diperlukan juga introspeksi dan penelaahan terhadap akar masalah. Intinya adalah ketidakpahaman mengenai amanah UUD 1945 yang telah disiapkan oleh para pendiri negara secara tulus dan dilandasi oleh kecintaan kepada rakyat Indonesia yang tak lagi dipahami pengelola pemerintahan dan para pengambil keputusan.
Menurut Meutia Swasono, pembangunan haruslah ditujukan untuk membangun manusia Indonesia melalui akar budaya bangsa kita sendiri, agar rakyat dapat memperoleh hak-hak sosialnya kembali, memperoleh peningkatan nilai tambah ekonomi dan sosial budayanya. Bangsa Indonesia harus menjadi bangsa yang tangguh, mampu mandiri, dan mencintai tanah air serta bangsanya sebagai landasan untuk menjalankan tugasnya membangun Indonesia di masa depan.
Universitas Indonesia memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk membantu pemerintah dan masyarakat untuk menerjemahkan visi pemerintah, termasuk di antaranya konsepsi pembangunan sosial di dalam visi tersebut. Untuk tujuan itulah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) menyelenggarakan Seminar Departemen tentang Pembangunan Sosial. Delapan departemen di lingkungan FISIP UI melakukan kajian dan memberikan rekomendasi tentang Pembangunan Sosial kepada pemerintah melalui Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas). Laporan kajian dan rekomendasi tersebut akan dipublikasikan dalam bentuk buku “FISIP Series” sebagai kelanjutan program-program serupa sebelumnya.