Pilih Laman
Sikap Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Terhadap Kasus Bailout Bank Century (2009-2014)

Sikap Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Terhadap Kasus Bailout Bank Century (2009-2014)

Sutrisno berhasil menyandang gelar doktor Ilmu Politik. Setelah berhasil mempertahankan hasil disertasinya yang berjudul “Sikap Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Terhadap Kasus Bailout Bank Century (2009-2014)” di hadapan para penguji. Sidang promosi doktor Sutrisno dilaksanakan pada Jumat (27/12) di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI.

Disertasi ini membahas tentang sikap politik PDIP sebagai partai oposisi dalam rezim non-parlementer terhadap kasus bailout Bank Century (2009-2014). Sebagai partai oposisi, PDIP menilai kebijakan pemerintah untuk menyelamatkan Bank Century merupakan kebijakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

PDIP berhasil membawa persoalan tersebut ke dalam proses politik melalui penggunaan hak angket DPR. Akhirnya DPR memutuskan Opsi C yang sejalan dengan sikap PDIP. Oleh karena itu fokus utama dalam penelitian ini adalah strategi PDIP dalam menyikapi kasus bailout Bank Century.

Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, secara garis besar oposisi di Indonesia termasuk model oposisi di negara dengan lebih dari satu pusat keputusan (opposition where there is more than tetapi dengan derajat pemisahan kekuasaan yang relatif. Kedua, sikap partai oposisi lebih tergantung pada sikap dan kepentingan elit partai politik daripada karakter sistem politik (liberal atau otoriter). Ketiga, oposisi di Indonesia terjadi dalam relasi antar partai yang bersifat cair, sehingga tidak selalu berhadapan secara diameteral dengan koalisi pemerintah.

Kesimpulan penelitian ini menunjukan bahwa oposisi yang dilakukan oleh PDIP didasari oleh faktor kepentingan dan kepemimpinan. Faktor kepentingan yang mengemuka adalah upaya meraih simpati di mata publik. Sementara faktor kepemimpinan yang menonjol adalah rivalitas personal Megawati dengan SBY. Dalam menyikapi kasus bailout Century, PDIP berhasil memerankan diri sebagai partai oposisi karena sejumlah faktor pendukung dan pengunaan strategi yang tepat.

Perilaku Memilih Masyarakat dalam Pilkada Kabupaten Karangasem Bali Tahun 2015

Perilaku Memilih Masyarakat dalam Pilkada Kabupaten Karangasem Bali Tahun 2015

Penelitian ini di latar belakangi oleh terpilihnya seorang perempuan kepala daerah yang berasal dari kasta yaitu Mas Sumantri yang berpasangan dengan Artha Dipa, dimana pasangan ini menjadi kandidat penantang dan menang Pilkada Karangasem-Bali tahun 2015.

Kadek Dwita Apriani berhasil menyandang gelar doktor Ilmu Politik. Setelah berhasil mempertahankan hasil disertasinya yang berjudul “Perilaku Memilih Masyarakat dalam Pilkada Kabupaten Karangasem – Bali Tahun 2015: Studi Kasus Kemenangan Perempuan Sebagai Bupati di Wilayah Berkultur Patriarki” di hadapan para penguji. Sidang promosi doktor Kadek dilaksanakan pada Jumat (27/12) di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI.

Kemenangan pasangan mas Sumantri dan Artha Dipa ini menjadi fenomena penting karena mereka mengalahkan dua kandidat yang diusung oleh partai besar dimana salah satu pasangan ini merupakan incumbent.

Fenomena empiris ini menjadi dasar terbentuknya pertanyaan penelitian dalam disertasi ini yaitu faktor-faktor apa yang menyebabkan kemenangan kandidat perempuan dalam pemilihan kepala daerah di wilayah berkultur partriarki seperti Kabupaten karangasem, Bali pada tahun 2015? Untuk menjawab pertanyaan penelitian ini digunakan dua teori utama yaitu teori perilaku memilih dan teori gender stereotype.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran dengan desain sekuensial eksplanatori yang terdiri atas dua fase utama yaitu fase kuantitatif yang disusul oleh fase kualitatif.

Temuan penelitian ini menunjukan bahwa faktor penyebab keterpilihannya Mas-Dipa dalam Pilkada Karangasem 2015, bukanlah faktor kasta dan gender, melainkan karena beberapa faktor lainnya, seperti: kandidat ini (Mas-Dipa) dipandang memiliki kualitas instrumental dan simbolis yang lebih baik dibanding dua kandidat lain, kinerja incumbent dalam sektor ekonomi yang dinilai buruk oleh pemilih, jumlah pemilih dengan identifikasi partai politik di kabupaten ini yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak memilikinya, dan pemanfaatan opinion leader di organisasi sosial tradisional seperti Banjar dan Dadia yang telah dibangun oleh suami Mas Sumantri sejak lama.  

Ini memperlihatkan bahwa keterpilihan perempuan kepala daerah di Karangasem tidak dapat dilepaskan dari efek familial ties.

Penelitian ini memberi kontribusi pada teori yang digunakan. Pada teori perilaku memilih, faktor kandidat, kinerja incumbent dan pengelompokan sosial tradisional Banjar dan Dadia terlihat lebih signifikan dibandingkan faktor lain seperti faktor kasta dan identifikasi partai politik.

Dalam pengelompokan sosial tradisional di Bali terlihat lebih spesifik dibandingkan faktor lain seperti faktor kasta dan identifikasi partai politik.

Dalam pengelompokan sosial tradisional di Bali terlihat peran opinion leader masih mempengaruhi pilihan politik masyarakat, namun kini pengaruhnya terbaca pada organisasi-organisasi sosial tradisional bersakala kecil seperti Banjar dan Dadia, bukan lagi pada level desa adat.

Pada teori gender stereotype, kontribusi penelitian ini terletak pada konteks fenomena yang dapat dikaji dengan teori ini. Teori gender stereotype tidak sepenuhnya dapat menjelaskan keterpilihan perempuan dalam Pilkada Karangasem 2015 karena konteks masyarakatnya yang berkultur patriarki.

Di luar dua teori utama tersebut, penelitian ini juga menunjukan implikasinya terhadap  konsep familial ties. Terpilihnya perempuan di wilayah berkultur patriarki turut disebabkan oleh hubungan kekerabatannya dengan laki-laki yang memiliki pengaruh dalam masyarakat, namun latar belakang kerabat laki-laki itu tidak harus politis dominan. Ia dapat merupakan elit ekonomi dan tokoh masyarakat.

Kontribusi lain dari disertasi ini terletak pada pemanfaatan metode campuran untuk mengkaji perilaku memilih dalam pemilihan kepala daerah dan pengembangan alat ukur guna melihat perilaku memilih dalam masyarakat Bali.

Berbagi dan Tidak Berbagi Pengetahuan Tentang Pestisida pada Petani Sayur Karo

Berbagi dan Tidak Berbagi Pengetahuan Tentang Pestisida pada Petani Sayur Karo

Penelitian ini membahas mekanisme terwujudnya keragaman, dinamika dan kontinuitas perilaku “berbagi dan tidak berbagi” (shared and unshared) pengetahuan antar subjek dalam suatu komunitas yang bersifat situasional dari waktu ke waktu. Mekanisme belajar dan transmisi pengetahuan yang terlaksana melalui “berbagi dan tidak berbagi”, menjadi bagian dari dan berada dalam kegiatan keseharian para praktisi dalam komunitasnya. Fenomena ini ditemukan dalam keseharian petani sayur Karo di Berastagi, Sumatera Utara.

Para praktisi tersebut merupakan individu-individu yang dalam situasi yang dalam situasi tertentu membagikan pengetahuannya dan juga menyembunyikan dari praktisi (subjek) lain. Keragaman perilaku “berbagi dan tidak berbagi” pengetahuan itu tidak hanya dilakukan beberapa subjek individual secara tidak menentu, tetapi juga secara bersama oleh kolektiva dan berkelanjutan.

Kajian tentang perilaku “berbagi dan tidak berbagi” pengetahuan itu diharapkan berkontibusi pada bahasan tentang dinamika dalam transmisi pengetahuan oleh para pelaku yang hidup dalam suatu komunitas praktisi. Pendekatan connectionism menjadi acuan dalam menjelaskan fenomena keragaman perilaku berbagi dan tidak berbagi pengetahuan, khususnya tentang pestisida.

Hasil penelitian menemukan tiga varian utama perilaku berbagi dan tidak berbagi pengetahuan dengan tiga konsekuensi pada struktur ekstrapersonal subjek. Konsekuensi itu mempengaruhi terbentuknya skema pengetahuan subjek yang juga beragam tergantung pada karakteristik setiap konsekuensi pada struktur ekstrapersonal. Karakterstik konsekuensi perilaku berbagi dan tidak berbagi pengetahuan itu ternyata menunjukan keagensian pada pelaku dan juga liyan.

Temuan disertasi ini memberikan kebaruan pada model penjelasan connectionism untuk mengungkapkan mekanisme terwujudnya keragaman. Temuan disertasi ini juga memperkuat fenomena keragaman agensi dan menambahkan temuan sebelumnya bahwa keragaman dan dinamika itu terwujud melalui mekanisme penyembunyian pengetahuan, konstruksi/seleksi relasi dan aliansi, serta kompetisi dan kepentingan ragam subjek.

Faktor kontekstual yang berkonstribusi pada terwujudnya keragaman itu terkait dengan kelangkaan sumber, serangan penyakit dan hama, tingginya fluktuasi harga, serta hawa atau cuaca. Sebagian dari faktor kontekstual ini terkait dengan dimensi historis, serta kondisi risiko dan ketidakpastian yang sehari-hari dihadapi petani.

Pengetahuan-pengetahuan mengenai masalah-masalah itu lah yang sebagian dibagi dan bagian lainnya tidak dibagikan, terutama terkait dengan pestisida. Fenomena berbagi dan tidak berbagi pengetahuan menyebar menjadi perilaku bersama mewujudkan shared concealment atau shared secrecy, dan mewujudkan pelaku yang memiliki kemampuan secretive agentic.

Sri Alem Br. Sembiring berhasil menyandang gelar doktor Antropologi, setelah berhasil mempertahankan hasil disertasinya yang berjudul “Katakan yang Benar, Jangan yang Sebenar-Benarnya: Berbagi dan Tidak Berbagi Pengetahuan Tentang Pestisida pada Petani Sayur Karo” di hadapan para penguji. Sidang promosi doktor Sri Alem dilaksanakan pada Jumat (27/12) di Auditorium Komunikasi FISIP UI.

Arah Kebijakan Pemolisian Komunitas dalam Penanggulangan Kecelakaan Lalu Lintas di Polda Metro Jaya

Arah Kebijakan Pemolisian Komunitas dalam Penanggulangan Kecelakaan Lalu Lintas di Polda Metro Jaya

Disertasi dari Dr. Rudi Antariksawan di latar belakangi oleh fungsi kepolisian, yaitu salah satu fungsinya di bidang pemeliharaan kemanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Pada Senin (23/12) di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI. Rudi Antariksawan berhasil menyandang gelar Doktor Kriminologi, setelah berhasil mempertahankan hasil disertasinya yang berjudul “Arah Kebijakan Pemolisian Komunitas dalam Penanggulangan Kecelakaan Lalu Lintas di Polda Metro Jaya” di hadapan para penguji.

Pada fungsi pemeliharaan kemananan dan ketertiban masyarakat, tugas polisi juga mencakup ketertiban dan kemanan di jalan raya. Pengaturan tingkah laku masyarakat berkendara juga menjadi perhatian bagi institusi kepolisian agar tercipta kondisi lalu lintas yang aman dan tertib. Mencegah dan penanggulangan kecelakaan lalu lintas juga menjadi fungsi hukum dari kepolisian.

Kecelakaan lalu lintas seringkali disebabkan oleh pengendara yang tidak patuh terhadap aturan sehingga membahayakan diri sendiri ataupun orang lain. Selain pelanggaran dari oleh pengguna kendaraan, hal lain yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas adalah kualitas jalan, faktor human error dan kelalaian kendaraan.   

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui arah kebijakan pemolisian komunitas dalam penanggulangan kecelakaan lalu lintas dan upaya pengembangan model community policing dengan memperhatikan partisipasi masyarakat dan peran kepolisian dalam penanggulangan kecelakaan lalu lintas.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa faktor signifikan yang mnejadi penyebab terjadinya kecelakaan perjumlah penduduk adalah faktor yang berkaitan dengan pengendara atau faktor manusia, dimana pelanggaran yang dominan adalah pelanggaran batas kecepatan. Dengan diketahuinya bahwa faktor utama kecelakaam adalah unsur manusia, maka kebijakan yang diambil untuk menanggulangi hal tersebut adalah kebijakan yang berkaitan dengan manusia, yaitu kebijakan pemolisian komunitas.

Polda Metro Jaya dalam melaksanakan penegakan hukum lalu lintas juga menerapkan strategi community policing dengan cara melakukan kegiatan-kegiatan yang berbasis komunitas. Kegiatan-kegiatan ini dirancang oleh Subdit Dikmas Ditlantas Polda Metro Jaya. Pelaksanaan kegiata-kegiatan ini merupakan bentuk dari tindakan preventif dari Ditlantas Polda Metro Jaya agar dapat mencegah pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh penggun jalan di wilayah hukum Polda Metro Jaya.

Returness ISIS Indonesia: Dekontruksi Pemahaman Terhadap Pandangan Dunia yang Adil

Returness ISIS Indonesia: Dekontruksi Pemahaman Terhadap Pandangan Dunia yang Adil

Pada Jumat (20/12) di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI, Didik Novi Rahmanto berhasil menyandang gelar Doktor dalam Kriminologi. Setelah mempertahankan hasil disertasinya yang berjudul “Returness ISIS Indonesia: Dekontruksi Pemahaman Terhadap Pandangan Dunia yang Adil” dihadapan para penguji.

Penelitian ini berdasarkan perkembangan isu terorisme yang menunjukan bahwa terorisme berdasar agama telah menjadi sebuah tren di dunia, mengingat bahwa agama merupakan salah satu alat propaganda yang cukup efektif untuk membuat manusia berani mengorbankan diri demi kepercayaan agama.

Dalam perkembangan dinamika terorisme, Islamic State of Iraq and Sham (ISIS) merupakan salah satu kelompok terorise yang mendapat perhatian sangat luas. Hal yang penting dilakukan ISIS dalam deklarasi tersebut adalah seruan kepada muslim di seluruh dunia untuk bergabung dan berjihad bersama ISIS.

Deklarasi negara khalifah dan propaganda tentang banyaknya keuntungan dan kemudahan oleh ISIS akhirnya meyakinkan banyak orang datang ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Orang-orang ini kemudian disebut sebagai foreign terrorist fighters (FTF) atau ada juga yang menyebut dengan foreign fighters.

Kejadian nyata yang menunjukan betapa bahayanya FTF gelombang 1 di Indonesia, dimana alumni Afghanistan yang kembali ke Indonesia menjadi pelaku serangan Bom Bali 1. Indonesia memiliki jumlah FTF signifikan, hingga tahun 2019 total sudah terdapat 2.377 orang FTF dengan rincian yang masih berada di Suriah dan Irak 1.413 orang, tewas 112 orang, deportan 554 orang dan returness sebanyak 120 orang serta berencana berangkat 178 orang.

Menggunakan metode penelitian kualitatif dalam membahas latar yang melandasi kepulangan WNI yang menjadi FTF di Suriah kembali ke Indonesia. Temuan hasil dari penelitian ini menunjukan terdapat tiga faktor utama yaitu expectation gap, radicalism dan individual obligation.

Serta tiga faktor penunjang yang mempengaruhi perilaku WNI untuk berangkat ke Suriah maupun mempengaruhi keputusan returness Indonesia untuk tidak kembali ke jaringannya yaitu interaction and exposure, ideal status and role based on religion, anomalie and frustation.

Faktor utama yang mempengaruhi seseorang untuk bergabung maupun berhenti menjadi teroris adalah pemahamannya terhadap dunia yang ideal karena pandangan mereka tentang dunia yang adil seperti Suriah  yang digambarkan dalam propaganda ISIS.

Sementara returness memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan tidak kembali ke jaringan terorisme karena adanya perubahan terhadap pandangan dunia yang ideal, returness tidak melihat Suriah sebagai dunia yang ideal.