Pilih Laman
Natalia Yewen: Pemerintah Harus Mengubah Pendekatan Terhadap Orang Papua

Natalia Yewen: Pemerintah Harus Mengubah Pendekatan Terhadap Orang Papua

Kita semua boleh bicara atas nama persatuan dan kesatuan NKRI. Namun sejatinya persoalan yang muncul saat ini adalah letupan besar dari berbagai persoalan yang tidak pernah dibahas secara serius sebelumnya. Pelanggaran HAM dan rasisme. Meski Indonesia secara tegas menyatakan menolak segala bentuk rasisme. Baik sebagai paham maupun tindakan yang terwajahkan melalui UU No 40 Tahun 2008. Namun nyatanya rasisme ada dan mengakar kuat. Insiden Malang dan Surabaya adalah bentuk nyata rasialisme oleh oknum aparat dan ormas yang dibiarkan oleh negara.

Natalia Yewen tokoh muda Papua dan pemerhati Papua mengatakan dalam dialog publik di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI, kesan pertama orang Papua terhadap Indonesia menurut saya dan menurut generasi saya yang orang Papua adalah kekerasan dan kekejaman militer terhadap orang Papua. Orang Papua beranggapan bahwa Indonesia bukalah negara yang toleransi terhadap Papua, Indonesia bukanlah negara yang ramah terhadap orang Papua dan Indonesia bukanlah negara yang menghargai ras orang Papua. Sudah berpuluh-puluh tahun orang Papua masih di intervensi oleh Indonesia tapi tidak pernah ada upaya yang serius oleh pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan masalah konflik di Papua, yang ada pemerintahan Indonesia menambah sesuatu diatas sesuatu. Budaya orang Papua berbeda, orang Papua tidak mengenal uang, orang Papua itu berkebun dan lain sebagainya, uang tidak ada guna untuk orang Papua. Papua mempunyai budaya yang sebenarnya pemerintah harus berusaha memahami. Pemerintah selalu menekankan NKRI harga mati di Papua, akibatnya orang Papua mati.

Pemerintah berusaha melakukan meindonesiakan Papua sedangkan yang harus dilakukan oleh Indonesia adalah menerima orang Papua secara utuh. Pemerintah harus pintar melihat ini karena Indonesia bukan hanya orang melayu saja tapi ada orang Papua juga. Seharusnya persoalan di Surabaya menjadi pelajaran untuk pemerintah agar tidak selalu mengintimidasi orang Papua. Pemerintah harus memberikan kepercayaan terhadap orang Papua, mengubah pendekatan terhadap orang Papua karena orang Papua kalau di keraskan maka akan lebih keras, maka pendekatan yang harus diubah. Untuk persoalan Papua, kita jangan meletakan rasa nasionalisme kita lebih tinggi diatas rasa kemanusiaan kita.

Rasisme sebagai doktrin secara sederhana menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu. Bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan karenanya memiliki hak untuk mengatur ras lainnya. Rasisme telah menjadi faktor pendorong diskriminasi sosial, segregasi dan kekerasan rasial termasuk genosida.

Jaringan Sosial sebagai Pendekatan Baru Meneliti Masyarakat

Jaringan Sosial sebagai Pendekatan Baru Meneliti Masyarakat

Unit Kajian Antropologi, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Politik (LPPSP), FISIP UI  menggelar Pelatihan Analisis Etnografi Jaringan Sosial. Pelatihan ini diadakan bekerja sama dengan Pusat Analisis Jaringan Sosial (PAJS). Jika dirunut sejak pertama kali diadakan sejak tahun 2018, pelatihan kali ini adalah yang ketujuh kalinya. Kali ini pelatihan diadakan pada tanggal 26-27 Agustus 2019 di kampus FISIP UI Depok. Kegiatan pelatihan ini diikuti oleh 19 orang dari berbagai institusi dan latar belakang, diantaranya adalah berasal dari latar belakang ilmu ekonomi, ilmu administrasi, Sosiologi, Psikologi, dan lain sebagainya. Para peserta ini berasal dari berbagai universitas, lembaga pemerintah, lembaga swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan pribadi.

Sebagai pemateri utama dari pelatihan ini adalah Drs. Ruddy Agusyanto, M.Si (Departemen Antropologi FISIP UI) dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian serta Rendy Ananta, S. Sos., M. H sebagai pendamping fasilitator. Pelatihan ini berupaya memberikan pemahaman tentang konsep dam pendekatan etnografi jaringan sosial sebagai pendekatan alternatif dalam meneliti masyarakat yang lebih dinamis dan kental akan gejala perubahan. Dengan kata lain, pelatihan ini menekankan bahwa jaringan sosial adalah paradigma dengan konsep kunci relasi sosial, sehingga, relasi sosial adalah unsur penting yang harus digali oleh peneliti ketika melakukan penelitian etnografi. Beberapa poin penting yang disampaikan dalam penelitian ini adalah bahwa relasi sosial antaraktor harus memiliki konten dan aliran dari konten tersebut harus jelas mengarah dari siapa kepada siapa. Selain itu, konten yang dimaksud harus stabil.

Materi-materi yang diberikan selama dua hari pelatihan adalah: Perubahan Sosial Budaya, Isu dan Konteks Lokal-Global, Dasar-dasar Berpikir Jaringan, Penerapan Analisis Etnografi Jaringan Sosial: Implikasi Paradigmatik, Komputasi dan Analisis, Research Design, dan Etnografi Analisis Jaringan Sosial. Jadi, aliran materi pelatihan selama dua hari ini disusun dari tingkat abstrak (teori) hingga tingkat paling praktik, yaitu metode dan analisis. Pelatihan juga memberikan pengenalan kepada salah stau sofware UCINet, salah satu software yang dapat digunakan untuk penelitian jaringan sosial. Selain itu, peserta juga diberikan kesempatan untuk membagikan hasil-hasil penelitian maupun proposal yang dimilikinya di dalam pelatihan. Pelatihan ini termasuk salah atu program rutin yang dimiliki oleh Unit Kajian Antropologi LPPSP FISIP UI sehingga kedepannya pelatihan akan kembali diadakan dengan pengayaan materi berdasar evaluasi-evaluasi yang sudah dilakukan (wap/arf).