Depok, 31 Agustus 2022 – Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) menyelenggarakan simposium secara dalam jaringan (daring) tentang pemolisian komunitas di Jepang dan Indonesia. Acara ini diadakan sebagai bagian dari kepedulian Departemen Kriminologi FISIP UI terhadap pentingnya pemolisian komunitas dan untuk mempelajari pemolisian komunitas dari negara lain. Simposium mengundang pembicara dari berbagai latar belakang seperti akademisi, praktisi kepolisian, dan duta besar.
Saat ini, pemolisian komunitas menjadi salah satu konsep kunci dalam keberhasilan pemolisian. Pemolisian komunitas mengedepankan pemolisian bersifat demokratis yang melibatkan peran kepolisian sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.
Kepolisian dan masyarakat saling bermitra sebagai bagian dari proses pengendalian kejahatan. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki sistem pemolisian komunitas yang baik untuk menjadi sumber rujukan. Beberapa bentuk kegiatannya antara lain pelayanan masyarakat, upaya problem solving, pembangunan hubungan baik dengan masyarakat, serta berbagai kegiatan yang secara nyata dapat menjadi perwujudan rasa aman dalam masyarakat.
Dr. Ni Made Martini (Ketua Departemen Kriminologi) memberikan pengantar pada simposium kriminologi. Ia mengatakan bahwa bagi Departemen Kriminologi FISIP UI, mengemukakan kajian-kajian pemolisian dan kaitannya dengan masyarakat melalui perspektif kriminologi merupakan tanggung jawab keilmuan kepada publik yang harus terus menerus dilakukan. Pemolisian komunitas merupakan salah satu fungsi kepolisian yang sangat relevan dengan fungsi pelayanan publik Kepolisian. Melalui fungsi inilah, lembaga kepolisian menjalin interaksi langsung dengan warga yang harus Ia lindungi dan ayomi. Urgensi fungi pemolisian komunitas dalam masyarakat ini menjadi landasan kami dalam mendiskusikan kembali situasi pemolisian komunitas saat ini dan kedepannya.
KANASUGI Kenji menyampaikan bahwa Indonesia dan Jepang adalah mitra strategis, proyek-proyek kerja sama antara Jepang dan Indonesia tidak hanya tentang ekonomi, tetapi tentang kepolisian juga merupakan hal yang penting. Antusias terhadap kerja sama di kepolisian ini dirasakan baik oleh pejabat Indonesia ataupun Jepang.
Lebih lanjut Duta Besar Jepang untuk Indonesia itu mengatakan, Jepang dan Indonesia memiliki nilai-nilai universal yang sama seperti demokrasi dan supremasi hukum, dan kita telah menjalin sejarah panjang kerja sama di bidang yang luas termasuk politik, ekonomi, dan budaya. Tentu saja, kerja sama kita sebagian besar berkembang di bidang ekonomi, tetapi kita tidak boleh lupa untuk memperhatikan bidang penting lainnya seperti topik simposium hari ini, yaitu, kerja sama antara kepolisian Jepang dan POLRI yang telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun. Melalui proyek-proyek kerjasama tersebut, POLMAS (Pemolisian Masyarakat) dan teknologi forensik untuk melakukan penyelidikan ilmiah telah diperkenalkan dan dikokohan di seluruh Indonesia.
Dalam sambutannya Dekan FISIP, Prof. Semiarto Aji Purwanto, pada simposium ini mengarisbawahi pentingnya pendekatan yang mengedepankan hubungan yang lebih harmonis antara aparat polisi dengan masyarakat. Berbicara mengenai komunitas kita berbicara mengenai interaksi yang sangat dekat dan khas antar individu didalam sebuah komunitas, prinsipnya aspek-aspek pemolisian dan upaya-upaya menjaga law and order berjalan dengan prinsip yang sesuai dengan komunitas tersebut, hal itu merupakan sebuah pendekatan yang sangat menarik. Pemolisian di Jepang juga sangat erat kaitannya dengan culture value seperti semangat samurai yang dapat mengayomi komunitas setempat.
Dekan berharap nantinya departemen kriminologi mempunyai pusat kajian yang terkait dengan kepolisian dan komunitas sebagai mitra dari POLRI, yang nantinya berusaha polisi bisa bekerja dengan baik di masyarakat.
Pesan yang dapat dari simposium ini adalah pemolisian komunitas masih memiliki banyak potensi untuk dikembangkan dan diinovasikan di masa depan nanti. Masalah keamanan tidak hanya menjadi tanggung jawab institusi kepolisian, tetapi juga masyarakat. Meski demikian, bukan berarti kepolisian melepaskan tanggung jawabnya, kepolisian secara bersama-sama membangun dan membimbing masyarakat untuk mendapatkan rasa aman di lingkungan masyarakat. Peran kepolisian juga diperluas karena tidak hanya menangani masalah keamanan, tetapi juga memberikan pelayanan masyarakat dan membantu kepentingan publik. Kepolisian menjadi semakin dekat dengan masyarakat dan saling membutuhkan. Melalui simposium ini, timbul harapan adanya harmonisasi hubungan antara kepolisian Jepang dan Indonesia.
Simposium dilanjutkan ke sesi satu bertema “Persamaan Nilai-Nilai Kepolisian Jepang dan Indonesia” oleh Miyagawa Takayuki, Master of International Affairs selaku Atase Kepolisian Kedutaan Besar Jepang di Indonesia dan Brigjen. Pol. Prof. Dr. Chryshnanda D. selaku Guru Besar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Republik Indonesia.
Simposium dilanjutkan ke sesi dua bertema “Bagaimana Pemolisian Jepang Memengaruhi Pemolisian di Indonesia dan Sebaliknya?” oleh Toshiya Anzai selaku Koordinator Program JICA, Dr. Yundini Husni selaku Dosen PTIK, Prof. Adrianus Meliala, Ph.D. selaku Guru Besar Departemen Kriminologi FISIP UI, dan AKBP Dr. Bismo Teguh Prakoso selaku Wakil Kepala Kepolisian Resor Jakarta Barat.
Simposium ditutup dengan sesi tiga bertema “Masa Depan Pemolisian Komunitas” oleh Prof. Dr. Michi Ken selaku Guru Besar Graduate School of Asia-Pacific Studies, Waseda University, Irjen. Pol. Izawa Kazuo, Dr. Kisnu Widagso selaku Ketua Program Studi Sarjana Kriminologi FISIP UI, dan Kombes. Pol. Dr. Leonardus Harapantua Simarmata Permata selaku Anjak Bid Labfor Bareskrim Polri.
Sebagai upaya memaknai kemerdekaan RI yang ke-77, FISIP UI menyelenggarakan Kuliah Kebangsaan kedua dengan tema “Memaknai Kemerdekaan dengan Akselerasi Pembangunan Daerah yang sinergis, inklusif, dan berkelanjutan” pada Senin (29/08) dengan menghadirkan Wakil Gubernur Jawa Timur, Dr. H. Emil Elestianto Dardak, B.Bus., M.Sc. Acara ini diadakan sebagai bagian dari kepedulian FISIP UI untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan meningkatkan minat atas kajian-kajian kebangsaan di tingkat universitas. Kegiatan ini dirancang untuk menggali pemahaman dan pengalaman dari tokoh bangsa yang telah terbukti memimpin proses pembangunan daerah.
Terkait dengan tema kuliah tersebut, Dekan FISIP UI, Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto menyampaikan bahwa ibarat mengemudikan mobil, industri dan teknologi adalah gas bagi pembangunan ekonomi agar berjalan lebih laju. Sementara pertimbangan sosial-politik-budaya adalah rem untuk mengimbangi laju pembangunan agar selamat sampai tujuan. Dalam konteks ini, Prof. Semiarto mengapresiasi Pemprov Jawa Timur (Pemprov Jatim) yang selain memperhatikan aspek makro ekonomi dengan indikator pengembangan infrastruktur fisik, juga mempertimbangkan latar keragaman wilayahnya yang memiliki karakter yang berbeda-beda.
Dalam kuliah umumnya, Emil menyampaikan bahwa, walaupun Indonesia ingin membangun secara fair dari Sabang sampai Marauke tapi Jawa tetap adalah lokomotif yang penting untuk menjaga daya saing negara. Oleh sebab itu Jawa Timur dirancang terlebih dahulu untuk mendapatkan Peraturan Presiden (Perpres) No 80 Tahun 2019 yaitu tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan, Kawasan Bromo-Tengger-Semeru serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan.
Emil menjelaskan bagaimana Pemprov Jatim mengandalkan ekonomi kreatif sebagai motor pengembangan ekonomi. Portal ekonomi kreatif atau Porekraf merupakan sebuah inovasi dalam memfasilitasi pelaku ekonomi kreatif di Jawa Timur untuk menopang ketahanan masyarakat, memajukan pembangunan, mengembangkan inovasi, kreativitas dan daya saing, serta memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan ekonomi serta penciptaan lapangan kerja di Jawa Timur. Terkait dengan hal ini, Emil menegaskan bahwa untuk memajukan ekonomi diperlukan sumber daya manusia muda yang berpendidikan dan melek teknologi di segala bidang, termasuk pertanian.
Dalam paparannya, Emil juga menegaskan pentingnya technocratic leadership dimana tata kelola pemerintahan dibangun berdasarkan ilmu dan data. Bila ingin memajukan daerah, pemimpin harus membangun sistem tanpa perlu cari sensasi; jangan mengejar menang pemilu, tapi fokus membangun generasi penerus; tidak mengedepankan pencitraan, tapi membangun kebersamaan dan memberikan semangat kepada masyarakat.
Dr. Lucia Ratih K, S.Sos, D.E.A, dosen di Departemen Sosiologi FISIP UI yang bertindak sebagai moderator memyampaikan pesan bahwa tugas luhur ilmuwan sosial adalah bersama-sama dengan masyarakat dan para pemimpin mengkreasikan pendekatan-pendekatan yang tepat bagi transformasi sosietal. Kebijakan-kebijakan pembangunan sosial membutuhkan pemetaan isu-isu global, nasional dan lokal termasuk perubahan-perubahan sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Yang juga penting adalah sinergis antar aktor baik global, nasional maupun lokal, serta kerjasama lintas sektoral antara akademisi, pengusaha dan pemerintah daerah dalam pembangunan sosial.
Simposium Internasional Jurnal Antropologi Indonesia (ISJAI) ke-8 diselenggarakan oleh FISIP UI bekerja sama dengan FISIP Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) di Auditorium Unsrat pada Selasa (02/07). Dalam acara tersebut, Dekan FISIP UI Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto memberikan sambutannya. Ia mengatakan, bahwa kerjasama antar perguruan tinggi di Indonesia harus lebih intensif dilakukan. Guru Besar Antropologi FISIP UI itu mengatakan, “berkaitan dengan tema simposium ini, yaitu peran antropologi di masa krisis multidimensi, ketika berbagai krisis datang, maka para antropolog dituntut untuk memberikan penjelasan yang tajam, mendalam dan holistik.”
Pandemi Covid-19 telah melanda setiap negara di dunia, mempengaruhi kehidupan dengan cara yang luar biasa. Berbeda dengan pandemi Covid-19, tidak semua orang langsung merasakan dampak perubahan suhu global dan aspek perubahan iklim lainnya karena dampak perubahan iklim sebagian besar bersifat jangka panjang, ada sedikit tekanan bagi para pemimpin dunia untuk bertindak cepat untuk mengatasi masalah dan isu-isu dalam meningkatkan kesadaran masyarakat. Namun, tidak ada yang bisa lepas dari konsekuensi yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Jika dua atau lebih krisis terjadi secara bersamaan, itu menciptakan potensi risiko synchronous failure yang tinggi. Risiko ini dapat diperburuk oleh kekurangan kapasitas negara untuk menangani bencana dan berdampak secara simultan.
Keyakinan budaya dalam beberapa kasus dapat memobilisasi tindakan untuk mengatasi dampak bencana, tetapi dalam konteks lain juga dapat menghambat mobilisasi praktis dari pemerintah daerah dan masyarakat untuk menangani bencana. Mengingat dimensi sosial, budaya dan politik dari etiologi bencana dan manajemen krisis, Antropologi memainkan peran penting dalam menangani krisis ini.
Melalui simposium ini harapannya dapat memperoleh wawasan tentang bagaimana para antropolog dalam penelitian mereka dan bekerja sama dengan rekan-rekan di latar belakang disiplin lain telah terlibat dengan masalah ini. Perspektif antropologi dapat membuat perbedaan ketika mencoba untuk terlibat dengan isu-isu tersebut dan memberikan kontribusi dalam masyarakat kita untuk mencegah dan mengurangi bencana seperti itu.
Simposium Internasional Jurnal Antropologi Indonesia ini dibuka oleh Wakil Gubernur Sulawesi Utara, serta dihadiri oleh Hilmar Farid, Ph.D selaku Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc. sebagai Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
Sudah delapan kali Jurnal Antropologi Indonesia Universitas Indonesia menggelar simposium internasional. Kali ini dilaksanakan bekerjasama dengan Jurusan Antropologi Universitas Sam Ratulangi Manado.
“Secara pribadi, saya sangat senang mendapat kesempatan bekerja sama dengan rekan-rekan di Manado. Kerjasama antar perguruan tinggi di Indonesia harus lebih intensif dilakukan. Sehubungan dengan simposium ini, kami menawarkan kepada Universitas Sam Ratulangi dan seluruh peserta untuk lebih bekerjasama dalam menerbitkan artikel di beberapa jurnal dan buku, tidak hanya pada prosiding symposium,” ujar Dekan FISIP UI Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto.
“Menurut saya, sangat tepat memilih Manado untuk menjadi tuan rumah simposium kali ini. Sejak awal, Jurnal Antropologi Indonesia memang berniat mengadakan simposium internasional di luar kampus UI dengan harapan masyarakat lokal lebih banyak sarjana dapat bergabung sebagai pembicara dan peserta,” ujar Prof. Semiarto.
Selain pertimbangan itu, Manado juga merupakan representasi Indonesia yang berbeda dengan wilayah Indonesia bagian barat lainnya seperti Jawa dan Sumatera. Manado, dan banyak wilayah Indonesia bagian timur, mewakili Indonesia yang relatif kurang terpengaruh oleh peradaban Hindu, tetapi lebih mudah menerima pengaruh barat.
Lebih lanjut Dekan FISIP UI tersebut mengatakan, berkaitan dengan tema simposium ini, yaitu peran antropologi di masa krisis multidimensi, saya yakin Manado, Sulawesi Utara, dan Indonesia bagian timur dapat menjadi contoh bagaimana seharusnya para antropolog bekerja. Wilayah Indonesia Timur telah lama menjadi perhatian para antropolog di seluruh dunia. Mereka menghasilkan banyak teori dan penjelasan tentang struktur sosial, simbol, kekerabatan, kearifan ekologi, dll.
Dalam konteks saat ini, ketika berbagai krisis datang, maka para antropolog sekali lagi dituntut untuk memberikan penjelasan yang tajam, mendalam, dan holistik. Di sinilah kita sekarang akan bertabrakan dengan data, mendiskusikan temuan kita, dan menyempurnakan konsep untuk menghasilkan penjelasan baru.
“Saya pribadi terlibat dalam penyelenggaraan rangkaian simposium sebelumnya sejauh ini. Pada kesempatan yang baik ini, saya ingin mengajak para peserta untuk melihat sejarah acara yang rutin diadakan sejak tahun 2000 ini. Simposium ini tidak akan pernah terlaksana tanpa inisiatif dari Prof. Yunita Winarto, Pemimpin Redaksi Jurnal Antropologi Indonesia saat itu,” tutup Guru Besar Antropologi itu.
Dalam Talkshow Bung Karno Series yang tayang pada youtube BKN PDIP pada Minggu (02/07), Dekan FISIP UI sekaligus Guru Besar Antropologi FISIP UI, Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto memiliki pandangan bahwa budaya pop Korea mengentak dunia secara masif dan menakjubkan. Utamanya melalui kanal musik K-Pop dan film K-Drama.
Lebih lanjut ia mengatakan, “dunia pendidikan dan pemerintahan Korea adalah lembaga yang paling bertanggungjawab atas raihan positif ini. Menurut dia, tanpa sokongan kedua institusi itu industri seni dan kebudayaan Korea saat ini tidak akan bisa menggeser hegemoni Barat.” Menurutnya, pandangan yang terlalu konservatif terhadap budaya asing yang masuk ke Indonesia harus diantisipasi. Sebab, bangsa kita sudah teruji waktu untuk mengelola keragaman sosial budaya.
“Ini adalah pandangan pesimis dan penuh ketakutan, yang seperti ini bukan Bung Karno. Selain Presiden Pertama dan Proklamator, dia adalah pemikir kebudayaan yang unggul. Kita ingat dia memperkenalkan keroncong. Memang asli Indonesia tetapi instrumennya itu Portugis, Eropa. Tetapi notasinya tidak dibuat seperti Eropa tapi masuk ke langgam dari Jawa. Nah, taste-nya Indonesia,” ungkapnya.
“Tarian Maluku, itu kebudayaan barat masuk ke sana, tapi diberi taste Indonesia, menjadi Lenso. Kebudayaan adalah proses kreatif, jika dia unggul maka berubah dari nilai budaya menjadi nilai komoditas,” imbuh Aji.
“Korea dengan sengaja melakukan berbagai cara agar secara sistemik dan masif mampu menggeser dominasi kebudayaan barat. Oleh karena itu, mereka menggunakan Universitas-universitas terkemuka milik mereka sebagai ujung tombak,” tambahnya.
Prof. Semiarto menjelaskan, “dalam level negara, kita perlu strategi kebudayaan yang dirumuskan dengan baik. Korea dengan sengaja menggunakan budaya sebagai ujung tombak untuk mentransformasikan masyarakat mereka, dari yang awalnya industrial biasa menjadi industri terkemuka dan itu dimulai dari memasarkan produk budayanya sambil memperkuat etos kerja yang sesuai industri: bekerja keras, kreatif dan bertanggungjawab. Jadi proses itu jangan dilupakan. Kita butuh kebijakan kebudayaan. Secara sengaja kemudian Korea memberikan penghargaan kepada siapapun yang bersifat kreatif. Berani beda. Dimulai dari apresiasi terhadap anak-anak dalam proses penciptaan seni, negara berperan penting di dunia pendidikan. Ini menemukan kepercayaan diri.”
Korea hadir itu untuk memutus hegemoni barat, “kita bisa menggemari itu KPop dan KDrama karena relate (mengaitkan) dan justru dengan sinetron-sinetron Indonesia, kita tidak relate. Tentu selain faktor di kita, industri besar mereka menyediakan riset. Dunia industri itu akan terbantu dengan universitas yang melakukan riset. Pastinya, mereka menemukan ahli untuk ini mau dipasarkan ke mana. Indonesia adalah pasarnya. Apa sih yang kemudian menjadi ‘kegemaran apa, konteksnya seperti apa’ ini pasti dipelajari. Komentar adalah bagian yang sangat dipelajari, itu adalah feedback. Haters gunanya di situ,” jelasnya.
Meski begitu, menurut dia Indonesia tak perlu khawatir dengan adanya strategi kebudayaan ala Korea ini. Sebab, dalam kebudayaan, ia selalu bersifat resiprokal. “Ada interaksi, bukan suatu budaya masuk terus kita terima habis-habisan, di sini mengalami lokalisir, tanpa itu semua sulit terima dikonteks lokal. Tidak ada namanya masuk 100 persen. Selalu ada yang namanya pertukaran budaya,” ungkapnya.
Dunia sedang mengerucut dalam satu kebudayaan global akibat arus perkembangan teknologi informasi yang cepat. Dengan adanya itu, kita sekarang makin dipersonalisasi, semakin individual.
“Nilai-nilai kita perlu kita refresh. Generasi sekarang sangat terbuka. Ini berkas sekaligus tantangan. Mereka terbuka terhadap siapa pun dan apa pun. Kita kosmopolitan, tetapi Didi Kempot, Happy Asmara, Nella Kharisma, Via Vallen membuat kita tetap Indonesian. Ini adalah kolaborasi instrumen barat dan cita rasa lokal,” tandasnya.
Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Politik Universitas Indonesia dilibatkan oleh Pemerintah Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah dalam rangka meningkatkan penelitian potensi daerah. Nantinya, hasil penelitian yang dilakukan tim LPPSP di Kota Palangka Raya pada sektor tertentu akan dijadikan bahan rekomendasi dan masukan perumusan kebijakan pemerintah. Dengan begitu, akan berimbas pada peningkatan pembangunan, peningkatan kualitas sumber daya manusia yang muaranya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kerjasama dengan berbagai pihak sangat diperlukan guna mendukung percepatan pembangunan daerah. Pandangan dari luar yang didasarkan kajian mendalam akan lebih objektif dalam melihat dan menyimpulkan kondisi suatu daerah. “Keadaan itu juga meminimalkan potensi intervensi dan biasnya proses hingga hasil penelitian yang dilakukan,” kata Wali Kota Palangka Raya, Fairid Naparin.
Fairid mengatakan, selain bidang penelitian, kerja sama Palangka Raya dengan UI juga untuk meningkatkan dan memperluas sesuai perkembangan kondisi dan kebutuhan di lapangan.
“‘Kesepakatan ini juga mendukung implementasi visi dan misi pembangunan Kota Palangka Raya yang berkelanjutan dan menyeluruh dalam berbagai bidang”
Sementara itu, Dekan FISIP Ul, Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto mengapresiasi kerjasama antara kedua belah pihak, “kami semaksimal mungkin akan memanfaatkan keilmuan untuk membantu Pemerintah Kota Palangka Raya dalam menganalisa permasalahan yang terjadi serta merumuskan solusi dalam percepatan pembangunan, salah satunya seperti program pemetaan sosial dan kebutuhan warga terdampak bencana, misalnya terkait masyarakat terdampak banjir ” katanya.
Turut hadir pada acara penandatangan kerja sama itu seperti Kepala Bappeda, Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan, Kepala Bagian Pemerintahan, Ketua Research Cluster Urban Social Development Toward inclusive Society, Ketua Laboratorium Sosio FISIP UI dan Ketua Departemen Sosioloqi FISIP UI dan Ketua LPPSP Ul. Penandatangan kerjasama tersebut dilaksanakan di Auditorium Departemen Komunikasi FISIP UI pada Senin (13/06).
Kampus UI Depok Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Jl. Prof. Dr. Selo Soemardjan, Depok, Jawa Barat 16424 Indonesia
E-mail: fisip@ui.ac.id
Tel.: (+62-21) 7270 006
Fax.: (+62-21) 7872 820
Kampus UI Salemba Gedung IASTH Lt. 6, Universitas Indonesia
Jl. Salemba Raya 4, Jakarta 10430 Indonesia