Pilih Laman
Tantangan Membangun Ibu Kota Negara Baru

Tantangan Membangun Ibu Kota Negara Baru

Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, Vivi Yulaswati menegaskan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dengan pendatang menjadi fokus penting dalam proses pemindahan Ibu Kota Negara agar ketahanan masyarakat secara ekologis, ekonomi dan sosial budaya dapat terwujud. Pemindahan Ibu Kota Negara diharapkan dapat menguatkan ketahanan masyarakat Kalimantan, baik secara ekologi, ekonomi, sosial dan budaya, sehingga tidak menyebabkan terpinggirnya masyarakat lokal oleh pendatang.

Pendatang tidak hanya ASN namun juga keluarga dan pelaku ekonomi lainnya. Perpindahan ASN akan diikuti dengan keluarga dan pelaku ekonomi lainnya, yang diperkirakan sebesar 1,5 juta orang di masa mendatang. Masyarakat berharap agar integrasi kehidupan masyarakat yang berkeadilan dapat terjadi sehingga manfaat pembangunan IKN dirasakan oleh seluruh masyarakat Kalimantan khususnya dan Indonesia umumnya.

“Aspek sosial budaya masyarakat memiliki keberagaman karakteristik kebudayaan. Kearifan ekologi dan kebudayaan masyarakat mempengaruhi cara hidup secara turun temurun, harus terus dilestarikan dan dapat di manfaatkan bagi pembangunan Ibu Kota Negara baru serta terdapat berbagai organisasi kemasyarakatan, organisasi ini berperan penting untuk menjembatani masyarakat serta meredam konflik yang terjadi di daerah tersebut. Komposisi masyarakat Kalimantan Timur terdiri dari masyarakat asli (Dayak, Paser, Kutai) yang membentuk sebesar 17% dan masyarakat pendatang (Jawa, Bugis, Banjar, dll) yang membentuk sebesar 83% dari populasi Kalimantan Timur” jelas Vivi.

Tantangan aspek sumber daya manusia yaitu kesehatan dengan banyaknya masyarakat pendatang makan berpotensi tingginya penyakit menular karena buruknya kualitas air dan udara serta tantangan selanjutnya adalah pendidikan bagaimana pemerintah menyediakan transportasi dan akses ke sekolah nantinya. Tiga isu yang mengemukan di masyarakat yaitu identitas dan kebudayaan; tanah dan kempemilikan lahan; kesempatan bekerja dan berusaha.

Karakteristik ekonomi masyarakat Kalimantan Timur ditandai oleh tingginya tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), keberagaman mata pencaharian, baik jenis maupun skala usahanya, serta wilayah sebaran masyarakat. Dengan wilayah didominasi pertambangan 46%, terutama komoditas batu bara 47%, minyak 14% dan sawit 7%, sektor ini membentuk 68 persen PDRB Kalimantan Timur. Hal ini menunjukkan bahwa sektor unggulan seperti batu bara sulit menyerap tenaga kerja lagi. Sedangkan pada sektor unggulan lainnya seperti pertanian dan konstruksi, meskipun produktivitasnya meningkat, banyak tenaga kerja yang keluar dari sektor tersebut.

Smart City Dalam Membangun Warga Kota Menjadi Smart Citizen

Smart City Dalam Membangun Warga Kota Menjadi Smart Citizen

Ditengah berbagai permasalahan publik yang berkembang saat ini, sejumlah sivitas FISIP UI baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan, sedang/sudah melakukan riset (serta pengabdian kepada masyarakat) tentang sejumlah isu strategis. Untuk itu, FISIP UI mendiskusikannya dan memberikan rekomendasi kebijakan yang strategis bagi pihak-pihak terkait. Adapun ketiga topik atau isu strategis tersebut adalah demokrasi, masyarakat digital dan keadilan sosial. Pada kesempatan di sesi diskusi hasil riset ini, Prof. Paulus Wirutomo, MSc, Ph.D (Guru Besar Departemen Sosiologi FISIP UI) menjelaskan riset yang dilakukannya, yang berjudul “Urban Youth Digital Citizenship atau Kewarganegaraan Kaum Muda Kota”.

Indonesia telah mencanangkan Gerakan Nasional 100 Smart City sejak 2017. Tujuannya adalah untuk memperbaiki kualitas hidup warga kota. Smart City memiliki beberapa dimensi seperti smart economy, mobility, environment, people, living and governance. Riset ini mengkaji potensi dan tantangan Smart City dalam membangun warga kota menjadi warga yang cerdas (smart citizen). Riset ini memfokuskan untuk mempelajari bagaimana anak muda kota akan mampu meninggalkan budaya kewargaan yang diwariskan orangtuanya dalam menjalankan hak dan kewajibannya menuju kesadaran hak dan kewajiban secara modern.

Prof. Paulus menjelaskan “konsep kewarganegaraan merupakan topik yang sngat penting pada masa kini dan masa depan bernegara dan berbangsa. Konsep ini menekankan pada perkembangan konsepi dan persepsi warga negara maupun pemerintah dalam hal hak dan kewajiban, konsep citizenship bisa bersifat horizontal yaitu hubungan antara sesama anggota civil society. Contohnya sejauh mana suatu golongan memiliki sikap toleransi atau intoleransi pada golongan lainnya atau bolehkah pemerintah mendiskriminasi minoritas dan seterusnya”.

Konsep kewarganegaraan berbeda antar masyarakat, terutama yang memiliki latar belakang sejarah yang berbeda. Di kebudayaan Indonesia masa lalu, konsep kewarganegaran mempersepso pemerintah sebagai pihak yang memegang hak untuk memerintah, mengatur warganegara dengan kebijakan mereka. Saat ini budaya itu telah berangsur berubah, rakyat mulai punya pengetahuan dan kesadaran akan haknya, namun masih terdapat kesenjangan kekuasaan, misalnya hak rakyat atas tanah masih sangat ditentukan oleh hasil negosiasi antara pemerintah dan golongan elit atau pemilik perusahaan besar.

Di jaman digital sekarang ini diperlukan suatu literasi digital bagi warga negara baik keterampilan untuk mencari informasi maupun menolak disinformasi dalam rangka menuju demokrasi yang berkualitas, seperti halnya yang sudah diterapkan di negara-negara Barat (Belanda, Swedia dan Filandia) yang sudah melakukan kurikulum pelatihan untuk mengetahui mana informasi yang tidak berguna dan merugikan. Pembangunan sturktur masyarakat ditentukan oleh instrumen struktural seperti undang-undang, kebijakan dan peraturan pemerintah. Kekuatan dunia bisnis juga dapat menambah kekuatan struktural “ekstra-legal” atas kehidupan sehari-hari warga negara.

Jadi konsep smart city harus mampu menghasilkan pengembangan struktural dengan meningkatkan keseimbangan hubungan kekuasaan yang menguntungkan mayoritas dengan menciptakan keadilan tanpa diskriminasi dan masyarakat yang inklusif.

Tantangan Pemilu Berintegritas: Penyelenggara dan Pelanggaran Etika dalam Pemilu di Indonesia

Tantangan Pemilu Berintegritas: Penyelenggara dan Pelanggaran Etika dalam Pemilu di Indonesia

Pemilu mensyaratkan adanya para penyelenggara pemilu yang berintegritas tinggi unutuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan bagi semua pihak. Apabila ada para penyelenggara pemilu lemah yang ditunjukkan dengan keberpihakan dan ke-tidak netral-an dalam penyelenggaraan tersebut, maka besar potensi untuk menghambat terwujudnya pemilu yang berkualitas.

Penyelenggaran pemilu yang dimaksud adalah terdiri atas anggota KPU, anggota Bawaslu dan segenap jajaran dibawahnya. Sejak reformasi 1998, pemilu di Indonesia mengalami banyak perubahaan kelembagaan yang signifikan. Salah satunya adalah pembentukan penyelenggaraan pemilu yang mandiri dan bebas dari intervensi kepentingan politik.  

Pada kenyataannya, fakta pada lapangan pemilu banyak kecurangan dan banyak hal-hal pelanggaran yang dilakukan oleh oknum panitia pemilu maupun oleh pemilih. Isu seperti ini memang menjadi sangat sensitif terlebih lagi pada saat pemilu 2019. Isu tentang manipulasi dan malpraktik pemilu masih banyak dilakukan.

Dr. Aditya Perdana selaku Dosen Pascasarjana Ilmu Politik FISIP UI menjelaskan, “begitu banyak persoalan terjadi, banyak pelanggaran etika dalam pemilu yang terjadi dalam periode 2013-2017. Saya akan memaparkan beberapa kasus yang terjadi di empat daerah di Indonesia maupun diluar Indonesia yakni Aceh Barat Daya, Nias Selatan, Jayapura, Karawang dan Malaysia”.

Aceh Barat Daya

Ketua KIP (Komite Independen Pemilu) Aceh Barat Daya, M. Ja’far di berhentikan secara tetap oleh DKPP karena terbukti melanggar etika kemandirian yakni pernah menjabat sebagai salah satu pengurus Partai Aceh dalam proses seleksi penyelenggara pemilu. Disamping itu Ja’far pernah menjadi tim sukses salah satu kandidat di Aceh Barat Daya.

Aditya menambahkan, “setelah itu Ja’far dipecat oleh DKPP pada tahun 2016. Dalam temuan kami, Ja’far memang tidak menyatakan sebagai titipan dari Partai Aceh yang memang sengaja dilakukan untuk persiapan pemilu karena sepenuhnya keinginan pribadi. Namun kami beranggapan berbeda karena proses seleksi yang juga sepenuhnya melibatkan anggota DPRA tentu sulit dibantah adanya keterlibatan partai dalam penentuan komisioner terpilih tersebut”.

Nias Selatan

Panwaslu Kabupaten Nias Selatan merekomendasikan Pemungutan Suara Ulang di puluhan TPS dalam pemilu 2014 lalu. Bawaslu RI juga melakukan monitoring secara langsung terhadap Kabupaten Nias Selatan dan sempat merekomendasikan untuk PSU di Kabupaten Nias Selatan secara keseluruhan.

Akhirnya masalah pemilu di Kabupaten Nias Selatan diputuskan dengan penghitungan suara ulang. Pelaksanaan penghitungan suara ulang juga masih bermasalah karena tidak dilakukan sebagaimana rekomendasi panwaslu. Rapat pleno rekapitulasi suara tingkat kabupaten juga dianggap tidak transparan.

Jayapura

Ada pertarungan dan kompetisi elite sebelum Pilkada Kabupaten Jayapura diadakan pada tahun 2017. Bupati petahanan yang mencalonkan kembali diduga oleh lawan politiknya yaitu Ketua DPD Gerindra Jayapura melakukan mobilisasi dukungan di hari pemilu dan sebelumnya yakni melakukan pergantian petugas PPD (distrik) dan juga KPPS secara mendadak yang tanpa diketahui oleh KPUD.

Sementara itu Bupati juga menduga bahwa lawan politiknya melakukan intervensi kepada para penyelenggara (KPUD dan Panwas) dengan melakukan pendekatan personal yang sudah dipersiapkan secara matang. Berdasarkan hasil pertemuan dengan kedua belah pihak, memang terlihat adanya kepentingan untuk saling menjatuhkan masing-masing dalam proses Pilkada yang memang diakhiri dengan pelaksanaan pemungutan suara ulang.

Karawang

Seorang Caleg Perindo untuk DPR RI Dapil Karawang menyatakan bahwa ia telah memberikan uang sebesar enam ratus juta kepada 10 dari 12 Kecamatan yang dibantu salah seorang Komisioner KPUD Kabupaten Karawang. Pernyataan caleg ini kemudian dilaporkan kepada DKPP untuk kemudian diproses lebih lanjut.

“Setelah kami temui, indikasi yang ada menunjukan sosok sebagai broker politik yang ditampilkan oleh Komisioner KPUD tersebut untuk membantu pemenangan caleg tersebut. Namun ternyata hasil perhitungan suara berkata lain dan tidak memenangkan caleg tersebut. Caleg ini menyatakan kecewa dan membuka semua transaksi yang terjadi. Temuan kami memperkuat apa yang terjadi dalam pelaporan media bahwa memang terjadi transaksi dan tidak semua pihak terlibat dalam persekongkolan didalam tubuh KPUD Karawang” ungkap Aditya.

Kuala Lumpur, Malaysia

Menjadi tempat terjadinya pelanggaran etika pemilu di luar Indonesia, kasus ini bermuncul adanya penyebaran informasi terkait temuan sejumlah kantong surat suara yang telah dicoblos di beberapa lokasi di Kuala Lumpur dua hari sebelum pelaksanaan pencoblosan Pemilu 2019 dilaksanakan. Setelah ditelusuri oleh pengawas pemilu, dugaan tersebut secara resmi dilaporkan kepada pusar dan menyatakan bahwa pencoblosan itu benar adanya.

FISIP UI Mengadakan Kegiatan Jalan Santai “Campus Woles Walk”

FISIP UI Mengadakan Kegiatan Jalan Santai “Campus Woles Walk”

Puncak peringatan Dies Natalis FISIP UI pada tahun ini ditandai dengan Kegiatan Jalan Santai “Campus Woles Walk” dan Foto Bersama formasi “FISIP UI 52” Keluarga Besar FISIP UI. Istilah “Woles Walk”, menggunakan istilah anak-anak zaman sekarang “woles” yang arti sebenarnya adalah “slow” atau santai.

Woles Walk merupakan trade mark kegiatan jalan santai yang dibuat oleh Pengurus ILUNI FISIP UI saat ini. Kegiatan jalan santai ini sudah dilaksanakan lebih dari sepuluh kali di beberapa lokasi di kota Jakarta dan area perkemahan di Sukabumi.

Kegiatan Woles Walk diadakan Sabtu 15 Februari 2020 bertepatan dengan Peringatan Dies Natalis FISIP UI ke 52 dan akan diorganisir oleh Alumni FISIP UI Angkatan 1980 (Angkatan saat Dekan FISIP UI saat ini masuk sebagai mahasiswa baru FIS UI pada tahun 1980).

Selain melakukan Woles Walk para peserta juga diberikan katong plastik untuk ikut serta memungut sampah di area lingkungan FISIP maupun lingkungan UI. Rute Woles walk ini berawal dari Taman Tunas Bangsa FISIP UI menuju lapangan Rotunda didepan gedung Pusat Administrasi Rektorat UI.

Kegiatan Woles Walk ini sekaligus sebagai “Awal Rangkaian Perayaan 40 Tahun Persahabatan Alumni FISIP UI 1980”. Dilaksanakan secara khusus di area Kampus UI Depok, selain Alumni FISIP UI akan diikuti pula oleh Mahasiswa dan Karyawan FISIP UI, Peserta Tamu Rektor, para Wakil Rektor dan Direktur di lingkungan UI, serta Mitra FISIP UI.

Berbagai rangkaian acara sudah dilakukan untuk memeriahkan Dies Natalies ke-51 FISIP UI, mulai dari perlombaan olahraga dan tradisional, hingga acara orasi dan apresiasi telah dilakukan untuk memeriahkan Dies Natalis kali ini.

Rangkaian Dies Natalis ke-51 FISIP UI tersebut ditutup dengan “Panggung Gembira Dies Natalies ke-51 Keluarga Besar FISIP UI” yang dilakukan di Taman Tunas Bangsa, FISIP UI, Depok. Acara ini dibuka dengan pemotongan tumpeng yang dilakukan oleh Dr. Arie Setiabudi Soesilo, M.Sc dan penampilan Komunitas Tari FISIP UI (KTF UI). Lalu dilanjutkan dengan penampilan berbagai pertunjukan seni yang dilakukan setiap departemen yang ada di FISIP UI.

Pertunjukan tarian, paduan suara, drama, dan sebagainya ditampilkan departemen Antropologi Sosial, Hubungan Internasional, Komunikasi, Kriminologi, Ilmu Politik, Kesejahteraan Sosial, dan Sosiologi. Selanjutnya, pada kesempatan kali ini juga ada pengumuman pemenang dari rangkaian lomba olahraga dan permainan tradisional yang dilakukan sebelumnya.

Acara dilanjutkan dengan penampilan juara senam kreasi FISIP UI, penampilan tari maumere FISIP UI, pengumuman juara aneka lomba FISIP UI, pengumuman program beasiswa ILUNI FISIP UI dan ditutup dengan pembagian hadiah untuk pemenang perlombaan tenis meja, gigit koin, balap karung, bakiak dan senam kreasi yang di ikuti oleh seluruh warga FISIP UI yaitu pegawai FISIP UI, satpam FISIP UI, pedagang kantin FISIP UI dan seluruh departemen di FISIP UI. Doorprize utama yang diperebutkan pada Dies Natalis FISIP UI kali ini adalah satu buah motor matic.

Refleksi Dua Dekade Demokrasi Indonesia Era Reformasi

Refleksi Dua Dekade Demokrasi Indonesia Era Reformasi

Materi diskusi hari riset ini disajikan oleh Prof. Valinka Singka Subekti dalam rangka Dies Natalis FISIP ke-52. Membangun kultur demokrasi di Indonesia, beberapa tahun terakhir ini, dihadapkan pada berbagai tantangan. Sikap demokratis, yakni watak yang mengapresiasi perbedaan atau lebih mengedepankan prinsip inklusivitas, seolah semakin menguap.

Perbedaan masih juga seringkali memicu, bahkan dijadikan pemicu terjadinya gesekan sosial, bahkan konflik. Berbagai kasus gesekan/konflik pada pilkada dan pemilu serentak, terjadinya sejumlah kekerasan komunal di sejumlah wilayah, maraknya hoax di media sosial, dll, dapat menjadi cermin sejauh mana keberhasilan demokrasi di Indonesia.

Kondisi ini tentu semakin memprihatinkan, karena kelas menengah justru diharapkan bukan hanya mampu menjadi agen pendorong kultur demokrasi, tetapi bagi sebagian kalangan juga diharapkan mampu menjadi penggerak demokrasi sosial. Pada dasarnya keberhasilan demokrasi adalah sejauh mana kebijakan dan praktek politik yang ada mampu menyumbang pada terciptanya keadilan dan kemakmuran bagi seluruh atau sebanyak mungkin rakyat.

Prof Valina menjelaskan, UUD 1945 memiliki kelemahan mendasar sehingga menjadi sumber lahirnya pemerintah otoriter pada masa Soekarno dan Soeharto, seperti executive heavy, checks and balances lemah serta perlindungan HAM terbatas. Oleh karena itu diperlukan pengaturan ulang distribusi kekuasaan dalam cabang-cabang kekuasaan trias politika dengan pendekatan separation of powers.

Hasil amandemen UUD 1945 yaitu, MPR tidak lagi lembaga tertinggi negara dan semua lembaga negara setara kedudukannya, kedudukan eksekutif (presiden) kuat terhadap legislatif (DPR) dan kedudukan legislatif juga kuat terhadap eksekutif dan mereka tidak dapat saling menjatuhkan, presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintah dipilih langsung oleh rakyat, dapat diberhentikan melalui mekanisme impeachment, mempertegas mekanisme checks and balances antar lembaga negara termasuk kekuasaan membentuk UU di DPR, namun pada pihak lain presiden dapat mengajukan RUU dan setiap RUU dibahas bersama presiden dan DPR.

Dengan distribusi kekuasaan yang demikian diharapkan dapat mempertegas karakteristik sistem pemerintah presidensial. Pemilihan presidensialisme bertujuan menghadirkan stabilitas pemerintah dalam konteks masyarakat yang semakin terbuka dan dalam situasi dunia yang semakin mengglobal dan kompetitif. Pilihan ini merupakan cita-cita pendiri negara mengenai perlunya menghadirkan pemerintahan kuat pasca Indonesia merdeka.

Sistem demokrasi perwakilan dalam sistem pemerintahan presidensial memerlukan kehadiran sistem pemilu yang kompatibel, wakil rakyat yang jujur dan amanah, pers yang independen dan masyarakat sipil yang kuat. Sistem pemilu memberi dampak positif apabila rakyat memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara.

Rekomendasi dari hasil riset ini adalah mengevaluasi penyelengaraan pilkada langsung (2005-2020) agar pilkada mampu menghasilkan kepala daerah yang berintergritas dan berkualitas sehingga dapat mempercepat kemakmuran daerah dan kemakmuran Indonesia. Serta dapat memperkuat fungski legislasi DPD dalam rangka checks and balances intra parlemen, memperkuat otonomi daerah. Membangun budaya politik demokrasi, nilai-nilai demokrasi harus menjadi dasar sikap dan perilaku elite dan masyarakat luas.