FISIP UI Mengadakan Acara Hari Disabilitas Internasional
Lembaga penelitian dan pengembangan sosial dan politik FISIP UI mengadakan acara untuk memperingati hari disabilitas internasional bekerjasama dengan Wahan Inklusif Indonesia dan Pusat Kajian Sosiologi FISIP UI pada Kamis (12/12) di Taman Tunas Bangsa FISIP UI. Acara ini menghadirkan dua sesi talkshow dengan pembicara yang berbeda. Terdapat beberapa booth booth klinik disabilitas dan pameran karya anak disabilitas.
Pembicara pada talkshow yaitu Dr. Sanusi, M.Pd (Direktur Pendidikan Khusus Kementrian Pendidikan dan Budaya), Anisa Elok Budiyani (UNICEF), Adhi Kusumo Bharoto (Mahasiswa UI berkebutuhan khusus) dan Tolhas Damanik (Direktur Eksekutif Yayasan Wahana Inklusif Indonesia), mengangkat tema “Pendidikan Inklusif”.
Pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.
Yayasan Wahana Inklusif Indonesia didirikan oleh beberapa orang penggiat di bidang pengembangan potensi penyandang disabilitas dan pendidikan inklusif di Indonesia. Pendirian organisasi ini dimaksudkan untuk mendukung terpenuhinya hak-hak penyandang disabilitas di segala bidang di dalam kehidupan masyarakat yang inklusif serta dapat menjangkau anak berkebutuhan khusus, penyandang disabilitas dan masyarakat di seluruh Indonesia.
Menurut Adhi Kusumo Bharoto, “kebutuhan yang utama dan sangat penting untuk para teman disabilitas adalah bahasa contohnya seperti orang-orang tuli, banyak orang yang belum mengetahui orang tuli itu berkomunikasi dengan apa artinya masyarakat bisa belajar bahasa isyarat. Karena selama ini masyarakat menganggap orang tuli itu harus bisa bicara pelan, harus menggunakan alat bantu dengar, harus melakukan terapi pendengaran dan terapi wicara yang tujuannya adalah bisa terlibat dengan masyarakat umum”. Sebagai mahasiswa yang berkebutuhan khusus Adhi berharap lingkungan sekitarnya bisa berubah dan masyarakat mau mempelajari bahasa isyarat.
“Dalam hal pendidikan, anak-anak dengan disabilitas lebih mungkin untuk tidak bersekolah terutama ditingkat pendidikan menengah. Dalam kajian kami ada tiga penghalang utama anak disabilitas untuk mengakses pendidikan. Hambatan pertama dari pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat termasuk masyarakat disekolah hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan kita tentang disabilitas. Kedua, hambatan datang dari layanan pendidikan, masih belum menjawab kebutuhan dari anak-anak disabilitas. Hambatan ketiga berasal dari orang tua, anak disabilitas, sekolahnya merasa sendiri, mereka butuh koordinasi dan tidak bisa sendirian. Dari situlah UNICEF mengembangkan pendidikan inklusi”, tambah Anisa Elok Budiyani.
Pendidikan inklusif sangat penting untuk kesetaraan dan hak asasi manusia. Inklusif dibutuhkan tidak hanya dipendidikan tapi disetiap unsur kehidupan. Jika Indonesia ingin ramah dengan anak-anak dan orang-orang yang berkebutuhan khusus maka pemerintah harus mendukung program inklusif dibantu juga dengan masyarakat umum.