Peluncuran Buku Karya Mahasiswa Pascasarjana Kriminologi FISIP UI, “Berjalan Bersama Korban: Sejuta Jalan Hadirkan Keadilan” yang resmi diluncurkan pada Senin (04/04). Buku ini merupakan kompilasi tulisan tiga puluh penulis mahasiswa Pascasarjana Kriminologi Angkatan 2020 FISIP UI bertajuk korban. Buku ini menginisiasi wacana penanganan korban dari, berbagai aspek dan pelibatan aktor baik negara maupun masyarakat sipil.
Sejatinya korban terpenuhi pemulihan hak-hak dasarnya, baik fisik maupun non-fisik, akan tetapi hal tersebut mash terpinggirkan. Buku hasil studi dalam bidang viktimologi ini mengungkap banyak fakta menarik dalam hal kebijakan penanganan korban yang sudah ada dan inovasi terobosan kedepannya. Buku ini juga membangun argumentasi yang menarik dalam kritik perbaikan dari kebijakan yang sudah ada termasuk tawaran rekomendasi dari sudut pandang berbeda.
Dalam sambutannya, Dekan FISIP UI, Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto mengatakan bahwa buku ini sangat komperhensif dalam membahas berbagai persoalan yang terkait dengan posisi korban. Pentingnya buku ini dalam rangka memberikan alternatif cara pandang beragam kejahatan.
“Selama ini kita ketahui bahwa proses penanganan kejahatan lebih untuk menangkap penjahat dan ketika penjahat ditangkap lalu diadili, dianggap kasus sudah selesai secara hukum. Namun ketika berada di posisi korban, contohnya korban penipuan maka akan timbul banyak kerugian seperti uang dan waktu selama mengikuti proses peradilan, dalam buku ini disebut double victimization dan mengusik rasa keadilan. Saya berharap dengan terbitnya buku ini, tesis dan disertasi lainnya yang menarik bisa dibuatkan buku maupun jurnal.” ujar Prof. Semiarto.
Sebagai pengantar dalam buku ini Prof. Adiranus Meliala selaku dosen Viktimologi Lanjutan Departemen Kriminologi FISIP UI, mengatakan bahwa pada dasarnya buku ini adalah koleksi makalah yang merupakan tugas akhir mahasiswa Pascasarjana Departemen Kriminologi FISIP UI saat mengikuti kuliah Viktimologi Lanjutan pada Semester Genap Tahun 2020/2021, “karena latar belakang mahasiswa bervariasi, membuat buku ini menjadi berwarna. Cukup banyak topik yang ditulis oleh para mahasiswa termasuk jarang ditulis dan ditemukan di berbagai publikasi serta jurnal terkait viktimologi di dalam dan luar negeri. Hal ini tentu merupakan kelebihan tersendiri dari buku ini.
Perspektif kejahatan setelah sekian lama hanya fokus pada masalah kejahatan, pelaku kejahatan, aneka respon terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan. Padahal derita korban sungguh tak terperikan apalagi dilihat pada konteks konsepsi viktimisasi. Situasi viktimisasi juga terus terjadi pada saat peristiwa kejahatan telah terjadi, korban terus merasakan trauma akibat peristiwa kejahatan yang dialaminya. Persoalan beban psikologi, beban kesehatan dan beban keuangan menjadi elemen yang mengikuti dan membebani korban selama hidupnya pascakejahatan.
Pada bagian pertama buku, Mendorong Kebijakan Berpusat Ada Korban. Terdapat sejumlah tulisan tentang kebijakan yang telah ada di Indonesia, melalui kebijakan-kebijakan tersebut isu keadilan dapat ditegakkan. Kebijakan-kebijakan tersebut memperlihatkan bahwa Indonesia bukan negara terbelakang perihal dukungan terhadap korban.
Bagian kedua, Inovasi Layanan Publik. Tulisan-tulisan tentang inovasi yang bisa dilakukan guna membantu derita korban. Berbagai inovasi tersebut sebgaian besar belum menjadi kebijakan yang langgeng dan ajek, bagaimana bisa menjadi kebijakan, kalau pemahaman terhadap pria menjadi korban pemerkosaan saja masih menjadi kontrovensi.
Selanjutnya bagian ketiga, Sinergisitas Penanganan Korban. Tekanan pada bagian ini adalah kerepotan menghadapi problem koordinasi terkait berbagai instansi yang terlibat dalam rangka delivery suatu program dukungan terhadap korban.
Bagian terakhir dalam buku ini, Teknologi dan Siber: Sebuah Pendekatan Kontemporer. Berisikan topik-topik yang relative baru terkait viktimisasi menyusul hadirnya teknologi dan siber, namun sekaligus juga potensi perlindungan korban yang bisa dihadirkannya.
“Buku ini memberi kontribusi menyuarakan hak para korban kejahatan, mengkritisi kebijakan dan layanan bagi korban kejahatan dan pada akhirnya memberikan tawaran perumusan tentang konsep korban kejahatan. Gaya penjelasan yang ringan dan mudah dicerna, buku ini berhasil memaparkan korban kejahatan secara luas, bukan hanya mereka yang dirugikan secara langsung atas satu peristiwa kejahatan, tetapi juga mereka yang mengalami kerugian dan penderitaan secara tidak langsung, bahkan korban yang tidak pernah menyadari bahwa dirinya telah dirugikan dari suatu tindak kejahatan,” ujar Dr. Ni Made Martini Putri selaku Ketua Departemen Kriminologi FISIP UI.
“Saya meyakini bahwa pelaksanaan kegiatan hari ini berkontribusi signifikan dalam upaya mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia. Begitu juga untuk Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, semoga tetap menjadi inspirasi dalam memberikan kontribusi akademis terhadap penegakan hukum yang berkeadilan di tanah air” ujar Irjen. Pol. Ibnu Suhaendra selaku Deputi Penindak dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia.
Terakhir, Ibnu senang dengan hadirnya buku tersebut yang berkaitan dengan kriminalitas dan penanganan korban dapat menjadi bahan diskusi demi pembelajaran dan penentuan kebijakan yang akan diambil. Ia menyadari bahwa masukan, perspektif dan gagasan yang konstruktif dari akademisi diperlukan untuk terus meningkatkan pelayanan, perlindungan serta keberpihakkan pada korban kejahatan.
Unit Kajian Gender dan Seksualitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (LPPSP FISIP UI) mengadakan acara peluncuran buku yang berjudul “Dinamika Gender dan Seksualitas Kontemporer: Sebuah Antologi” pada Kamis (31/03). Buku yang berisikan hasil penelitian dengan tema gender dan seksualitas khususnya yang menangkap keragaman identitas dan ekspresi gender, relasi kuasa antara teknologi informasi dengan praktik-praktik seksualitas di Indonesia belum banyak dipublikasikan secara luas.
“Buku ini berangkat dari isu gender dan seksualitas di Indonesia. Problematika gender dan seksualitas yang terjadi di Indonesia semakin kompleks dan menantang. Di satu sisi seksualitas masih dipandang tabu untuk dibicarakan secara terbuka, di sisi lain sejumlah isu seksualitas hangat diperdebatkan di ranah public,” ujar Irwan
Lebih lanjut ketua Departemen Antropologi FISIP UI menjelaskan, dinamika gender dan seksualitas yang sedang hangat dan menjadi pertarungan wacana adalah isu kekerasan seksual. Sejak beberapa tahun terakhir, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang diajukan oleh pemerintah ke DPR pada tahun 2016 mengalami pasang surut dalam proses pembahasannya. “Lagi-lagi, perdebatan atas substansi RUU ini menunjukkan polarisasi antara kelompok yang mengusung moralitas dan agama dengan kelompok yang berperspektif HAM dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. Urgensi dari penghapusan kekerasan seksual juga dirasakan dunia pendidikan karena maraknya kasus-kasus yang diangkat oleh media sosial.”
Buku ini merupakan publikasi yang berupaya merangkum tulisan-tulisan para peneliti di bidang gender dan seksualitas di Indonesia, yaitu Irwan Martua Hidayana, Gabriella Devi Benedicta, Diana Teresa Pakasi, Restasya Bonita, Supozwa Begawan Asmara Lanank, Putri Rahmadhani, Reni Kartikawati, Sabina Puspita dan Ni Nyoman Sri Natih Sudhiastiningsih. Perubahan nilai, pemaknaan dan praktik seksualitas yang sangat cepat terjadi di Indonesia membutuhkan pembaruan teoretisasi dan konseptualisasi serta metodologi penelitian gender dan seksualitas di Indonesia.
Bagian pertama pada buku ini mengenai Seksualitas dan Media Digital, tulisan pertama oleh Retasya Bonita mengungkapkan bahwa konsumsi pornografi di internet pada dasarnya merupakan arena dominasi seksual laki-laki dan kekerasan seksual terhadap perempuan. Selanjutanya pada bagian pertama, Supozwa Begawan Asmara Lanank mengeksplorasi platform digital yang khusus untuk komunitas homoseksual yaitu Grindr. Aplikasi Grindr memberikan kemudahan bagi laki-laki gay untuk mencari pasangan seksual sesuai dengan keinginan dan hasratnya. Penulis memfokuskan pada pemaknaan posisi seks top, vers, dan bot dan bagaimana pemaknaan tersebut membentuk relasi di antara laki-laki homoseksual.
Bagian kedua buku ini adalah Hasrat dan Kenikmatan Seksual yang masih sedikit dibahas dalam kajian seksualitas di Indonesia. Tulisan Gabriella Devi Benedicta memfokuskan pada bagaimana hasrat dan keintiman seksual terbentuk pada kehidupan biarawati yang selibat. Selanjutnya dari Irwan Martua Hidayana membahas tentang makna seksual dan kenikmatan seksual pada pasangan heteroseksual di Jepara, Jawa Tengah. Terdapat perbedaan dalam pengalaman kenikmatan seksual antara laki-laki dan perempuan. Kenikmatan dan kepuasan seksual lebih sering dialami oleh laki-laki dibandingkan dengan pasangan perempuannya. Konstruksi budaya Jawa sering membuat perempuan sulit mengekspresikan keinginan mereka secara seksual. Sementara, laki-laki memaknai seks sebagai kebutuhan biologis dan kenikmatan yang dicapai melalui orgasme. Kemudian tulisan Diana Teresa Pakasi mengulas konstruksi maskulinitas melalui praktik pembesaran penis pada kelompok pemuda di Jayapura, Papua.
Sub tema pada bagian ketiga adalah Marjinalisasi Perempuan yang dibahas dalam dua tulisan. Tulisan Putri Rahmadhani memperlihatkan tentang pesepak bola putri yang berjuang untuk diakui keberadaannya dalam organisasi sepak bola yang dominan maskulin dan hierarkis. Kemudian tulisan Reni Kartikawati menyoroti isu global perkawinan anak dengan kasus adat merariq di Lombok, Nusa Tenggara Barat dari perspektif kriminologi. Merariq merupakan tradisi perkawinan usia anak, khususnya anak perempuan, yang sedang mengalami perubahan makna dan praktik karena terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat Sasak dalam beberapa dasawarsa terakhir.
Berikutnya, bagian keempat dari buku ini adalah Negara dan Seksualitas bagian ini menyajikan sebuah tulisan dari Sabina Puspita yang mendiskusikan tentang politik pengaturan seksualitas di Indonesia, bagaimana negara melalui kebijakan-kebijakannya mengatur seksualitas perempuan dan menunjukkan ideologi gendernya. Tulisan ini mengungkapkan bahwa orientasi negara terhadap seksualitas yang prokreasi-sentris menunjukkan keajegan dari rezim ke rezim dan dilegalisasi pada masa peralihan dari rezim otoriter ke rezim demokratis pada tahun 2000.
Bagian kelima yaitu Refleksi Praktik Penelitian, Bagian terakhir buku ini mengangkat refleksi dari pengalaman beberapa penelitian mengenai isu gender dan seksualitas. Dengan menganalisis dan menginterogasi pengalaman penelitian akan membantu memahami tentang metodologi yang digunakan. Riset kualitatif sering kali membuat peneliti berhadapan dengan kompleksitas realitas sosial dan proses penelitian itu sendiri. Persoalan membangun relasi dengan partisipan penelitian, positionality, kekawatiran, dan keraguan diri adalah beberapa hal yang muncul dalam penelitian.
Tulisan terakhir dari Ni Nyoman Sri Natih Sudhiastiningsih membahas tentang salah satu teknik dalam pendekatan etnografi dengan visual photovoice sebagai elemen penting dalam menganalisis, memahami dan mengkritisi makna dari sebuah fenomena yang terjadi. Photovoice sering digunakan dalam penelitian partisipatif, khususnya berbasis komunitas. Teknik photovoice membantu analisis kebutuhan komunitas atau kelompok masyarakat dalam perancangan program pemberdayaan secara lebih kontekstual.
“Melalui bab-bab dalam buku ini, tampak nyata keragaman dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam pemaknaan dan praktik seksualitas di Indonesia. Realitas ragam nilai dan praktik seksualitas tidaklah setara dalam masyarakat kita. Seksualitas senantiasa menjadi arena pertarungan identitas dan moralitas bangsa, masyarakat memberikan label terhadap praktik dan identitas seksual yang baik, sehat, bermoral dan sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa dengan seksualitas yang dianggap menyimpang, amoral dan membahayakan budaya dan generasi penerus bangsa,” ujar Diana Pakasi.
Menurut Diana, “Hal lain yang menjadi refleksi dari buku ini adalah realitas bahwa seksualitas meskipun sangat kontekstual, namun sangat terhubung, terutama dengan kemajuan teknologi informasi. Kekuatan sosial yang bekerja, yang mengontrol tetapi juga memampukan individu, tidak hanya proses modernisasi di tingkat lokal, tetapi juga globalisasi yang dibawa terutama oleh internet. Keterhubungan ini misalnya termanifestasi melalui beragam platform media sosial, aplikasi untuk kencan, forum di internet yang membentuk sosialitas (sociality) di mana seksualitas secara spesifik diekspresikan dan dipraktikkan.”
Penelitian mengenai gender dan seksualitas dalam buku ini diharapkan membuka mata mengenai keragaman gender dan seksualitas serta kerentanan, marginalisasi dan eksklusi yang khususnya dihadapi oleh minoritas gender dan seksual di Indonesia. Buku ini juga diharapkan dapat berkontribusi dalam upaya transformasi masyarakat kita yang lebih setara dan adil gender.
Departemen HI FISIP UI bekerja sama dengan Centre for International Relations Studies (CIReS) Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Politik (LPPSP) FISIP UI akan menyelenggarakan peluncuran buku berjudul “Diplomasi Ekonomi Indonesia di Kawasan Amerika Latin: Merangkul Mitra Baru-Chile, Meksiko, Peru” yang ditulis oleh Fredy B.L. Tobing, Asra Virgianita, Erwin Indradjaja, Maisa Yudono, Sindy Y. Putri, dan Hana Naufanita.
Kegiatan peluncuran buku ini dilaksanakan pada Jumat (26/03) secara daring via Zoom. Dengan menghadirkan para pembicara, H. E. Muhammad Anshor (Duta Besar RI untuk Republik Chile), H. E. Marina Estella Anwar Bey (Duta Besar RI untuk Republik Peru), H. E. Cheppy Triprakoso Wartono (Duta Besar RI untuk Negara Meksiko Serikat), dan Dr. Arif Sumantri Harahap (Pusat Kajian Amerika Latin Universitas Prof. Dr. Moestopo).
Chilie, Meksiko dan Peru merupakan negara-negara Amerika Latin dengan perkembangan sosial-ekonomi paling dinamis. Masing-masing memiliki tingkat pertumbuhan sebesar 1.5% , 2,0% dan 2,5% (World Bank, 2017). PDB (Produk Domestik Bruto) cukup baik serta aktif dalam organisasi internasional.
Dinamika internasional menunjukan pentingnya perubahan-perubahan orientasi strategis dalam hubungan perdagangan. Prospek Kerjasama perdagangan Indonesia dengan Chilie, Meksiko dan Peru bisa dicapai jika berbagai tantangan bisa diatasi. Tantangannya seperti orientasi terhadap pasar atau mitra dagang tradisional yang masih kuat, intensitas perdagangan belum bersifat komplementer, pemahaman karakter perdagangan yang masih lemah serta belum maksimalnya pemanfaatan forum-forum Kerjasama.
Menurut Anshor, “perdagangan barang bilateral Indonesia-Chilie pada tahun 2020, Impor Indonesia dari Chilie sebesar USD 108,9 juta sedangkan ekspor Indonesia ke Chilie sebesar USD 144,7 juta. Selain itu, penetapan Indonesia sebagai salah satu prioritas utama Chilie dalam memperkuat hubungan dan perdagangan luar negeri. Chilie juga merupakan pintu masuk ke pasar Amerika Latin karena memiliki FTA (Free Trade Agreement) terluas yang dapat dimanfaatkan untuk ekspansi pasar bagi komoditas Indonesia.”
Selain itu Marina menjelaskan, “hubungan bilateral RI dengan Peru dijalin sejak 12 Agustus 1975. Indonesia dan Peru memiliki delapan perjanjian Bilateral salah satunya persetujuan mengenai kerjasama ekonomi dan Teknik. Peru memiliki perdagangan surplus untuk Indonesia seperti kertas tisu dan shortening yang memiliki nilai yang cukup besar. Perjanjian dagang Indonesia-Peru pada tahun 2012, setuju untuk membahas perjanjian dagang dan membentuk Joint Feasibility Study (JFS) pada tahun 2013. Pengusaha Indonesia juga berpartisipasi pada pameran dagang di Peru seperti Expo Textile dan Peru Moda” ujar Marina.
Selaku Duta Besar RI untuk Negara Meksiko Serikat, Cheppy memberikan penjelasan bahwa hubungan perdagangan Indonesia dengan Meksiko pada tahun 2020 bernilai USD 269,457 (Impor). Tiga produk andalan Indonesia yang masuk ke Meksiko yaitu kendaraan setahunnya sekitar 12.000 sampai dengan 13.000 unit, sektor ini tidak terdampak pandemi justru pembelian meningkat hampi 2%. Selain itu alas kaki dan karet.
Potensi dan kendala hubungan antara Indonesia dengan Meksiko melalui Analisa SWOT yang dijelaskan oleh Cheppy yaitu yang pertama kekuatannya produk Indonesia dan Meksiko saling komplementer dan kualitas produk Indonesia bagus. Kedua kelemahannya upaya penetrasi pasar belum optimal dan biaya pengiriman barang mahal. Ketiga kesempatannya akses ke USMCA (United States–Mexico–Canada Agreement) dan Meksiko menjadi alternatif utama pengganti supply Tiongkok. Selain itu adanya ancaman dengan produk murahdari Tiongkok.
Fredy B.L. Tobing menjelaskan, “buku ini berisi 5 Bab. Bab pertama berisi tentang potret Kawasan Amerika Latin dulu dan kini. Bab kedua membahas perkembangan hubungan bilateral antara Indonesia dengan Chilie, Meksiko dan Peru. Bab ketiga mengenai tren prospek Kerjasama perdagangan Indonesia dengan Chilie, Meksiko dan Peru. Bab keempat Indonesia, Chilie, Meksiko dan Peru dalam konteks Kerjasama perdagangan multilateral. Bab kelima, pada bab ini menjelaskan bagaimana peluang dan tantangan Kerjasama perdangangan Indonesia dengan Chilie, Meksiko dan Peru: refleksi dan agenda.”
Pada Jumat (6/12) di Balai Sidang Universitas Indonesia,
Guru besar Sosial Humaniora meluncurkan sekaligus membedah buku “Meretas Batas
Ilmu” yang ditulis oleh Prof. Dra. M. A. Yunita Triwardani W, M.S., M.Sc. PhD (Dosen
dan Guru Besar FISIP UI), Prof. Melani Budianta, Ph.D (Dosen dan Guru Besar FIB
UI) dan Rahayu S. Hidayat. Buku ini juga di review
oleh Dra. Francisia Saveria Sika Ery Seda, M.A., Ph.D dan Prof. Kamanto
Sunarto, S.H., Ph.D.
Berawal dari ide untuk mengundang Guru
Besar Fakultas di bawah rumpun Sosial Humaniora dalam lokakarya untuk
membagikan tulisan dan ceritanya kedalam buku berjudul Meretas Batas Ilmu:
Perjalanan Intelektual Guru Besar Sosial Humaniora. Buku ini merupakan himpunan
dari kisah sepuluh Guru Besar bidang Ilmu Sosial Humaniora Universitas
Indonesia dalam mengawali, menumbuh-kembangkan dan menghasilkan karya-karya
ilmiahnya.
Rentang perjalanan yang panjang dari
setiap Guru Besar tidak berlangsung secara linear, mulus dan sederhana. Tidak
seluruhnya berawal dari rintisan karier yang sejalan dengan minat dan pilihan
nuraninya. Namun para Guru Besar merintis karier dalam disiplin ilmu dengan
landasan teoretis, konseptual dan metodologis yang ditumbuh kembangkan oleh
ilmuwan-ilmuwan manca negara, mereka ternyata mampu memadukan pengetahuan itu
dengan fenomena empiris sosial-budaya yang terwujud di bumi Indonesia.
Meretas batas disiplin ilmu pun
dilakukan agar dapat menyumbangkan karya ilmiahnya secara lebih optimal bagi
pengembangan ilmu dan kemaslahatan bangsa dan negara Indonesia. Pergulatan dan
perjuangan yang dialami mereka melalui dialektika beragam teori, konsep,
metodologi dengan kehidupan nyata masyarakat dan budaya Indonesia, melahirkan
karya-karya ilmiah yang unggul menuju lahir dan tumbuhnya “Ilmu
Sosial-Humaniora”.
“Ketika membaca tulisan kesepuluh
tulisan Guru Besar ini adalah percampuran pengetahuan yang seluruh hidup
digeluti dan juga pengalaman hidup. Jadi buku ini mengajak kita untuk mengenal
pikiran-pikiran dan juga sebagian hidup Guru Besar” Ungkap Francisia
Seda.
Francisia Seda
sebagai reviewer juga menjelaskan enam
pola besar didalam buku ini. Intinya adalah keilmuan tidak pernah linier atau nonlinier dan bersifat
multi-displin. Buku ini juga bukan hanya tentang keilmuan saja tetapi juga
tentang pegabdian masyarakat. Pengabdian masyarakat juga bagian dari perjalanan
pengetahuan.
Menurut Kamanto Sunarto dari enam
topik itu intinya memang uraian mengenai perkembangan ilmu dan perluasan
kekayaan intelektual. Ada satu hal yang menarik yaitu kesepuluh Guru Besar
Sosial Humaniora tetap melakukan dan melibatkan diri untuk pengabdian
masyarakat disela-sela kesibukannya menjadi Guru Besar. Karena pengabdian
masyarakat sering luput dari perhatian.
Hubungi Kami
Kampus UI Depok Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Jl. Prof. Dr. Selo Soemardjan, Depok, Jawa Barat 16424 Indonesia
E-mail: fisip@ui.ac.id
Tel.: (+62-21) 7270 006
Fax.: (+62-21) 7872 820
Kampus UI Salemba Gedung IASTH Lt. 6, Universitas Indonesia
Jl. Salemba Raya 4, Jakarta 10430 Indonesia