Departemen Hubungan Internasional FISIP UI mengadakan Seminar Nasional Online Kebijakan Penerbangan dan Antariksa VI (Webinar Nasional KPA VI) diselenggarakan atas kerja sama dengan Pusat Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa (KKPA LAPAN) dengan tema “Diplomasi Keantariksaan sebagai Instrumen Mencapai Pembangunan Indonesia yang Berkelanjutan” yang diselanggarakan pada Rabu dan Kamis (15-16/09/21).
Sesi Pleno 16 September 2021 Menghadirkan Pembicara Dr. Arie Setiabudi Soesilo, M.Sc (Dekan FISIP UI), Edy Prasetyono, S.Sos., MIS, Ph.D. (Dosen Senior HI FISIP UI), Dr. M. Rokhis Khomarudin, M.Si. Sebagai moderator Asra Virgianita, M.A., Ph.D.
Pada beberapa tahun terakhir sektor keantariksaan memainkan peran penting sosial politik dan ekonomi suatu negara meskin teknologi antariksa merupakan teknologi yang bersifat high cost dan high risk, tidak dapat dipungkiri keantariksaan merupakan salah satu tools yang sangat penting berkontribusi cukup besar bagi pembangunan nasional suatu negara.
Indonesia telah menyepakati agenda Sustainable Development Goals (SDG’s) bersama dengan negara lain yang telah disepakati para pemimpin dunia yang bertujuan untuk mengakhiri kemiskinan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi politik dan melestarikan lingkungan
Terkait hal ini Indonesia telah berkomitmen untuk melaksanakan atau mengimplementasikan program SDG’s dalam konteks ini teknologi keantariksaan merupakan alat dukung yang sangat efektif dalam pencapaian tujuan-tujuan SDG’s namun demikian Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan, kapabilitas Indonesia dalam penguasaan teknologi keantariksaan Indonesia masih tergolong negara berkembang.
Seminar Nasional Kebijakan Penerbangan dan Antariksa (SINAS KPA) merupakan forum tahunan dari Pusat KKPA-LAPAN. Forum bertujuan menjaring masukan, membahas, serta mendiseminasikan wawasan ilmu pengetahuan, sudut pandang, dan informasi dalam kerangka pikir ilmiah yang relevan pada bidang kajian kebijakan penerbangan dan antariksa.
Dr. Arie S. Soesilo, M.Sc memberikan paparan mengenai urgensi dan strategi implementasi dan diplomasi antariksa dalam masyarakat, “tantangan yang muncul dari persaingan dan kekuatan hegemoni yakni, Indonesia dan Asia dapat menjaga relevasinya tidak hanya sebagai penyedia sumber daya mentah dan tenaga kerja tetapi sebagai pemain aktif yang menentukan nasibnya sendiri dan tidak hanyut dalam eksploitasi negara besar. Tantangan di luar angkasa ini, menjadi masalah karena tidak semua orang Indonesia atau orang yang memiliki pendidikan tinggi memahami tantangan dan pentingnya memiliki daya saing di luar angkasa.”
Arie Soesilo menambahkan, bahwa Indonesia dapat mengambil peran diplomasi antariksa yang mengedepankan kepatuhan negara terhadap tata kelola global dan regional. Hal ini penting untuk memastikan akses dan pengembangan kekuatan yang adil bagi negara dan bangsa di dunia. Dalam konteks tujuan pembangunan berkelanjutan, teknologi antariksa menjadi salah satu tools yang diharapkan dapat mendorong pencapaian agenda pembangunan berkelanjutan 2030.
Sementara itu, Edy Prasetyono, S.Sos, M.s, Ph.D. dalam materi yang disampaikan menjelaskan potensi keantariksaan dalam geostrategi diplomasi Indonesia untuk pembangunan berkelanjutan.
“Esensi dari space adalah ruang yang selalu dieskplorasi dan dimanfaatkan oleh banyak kekuatan untuk memperoleh keunggulan terhadap pihak atau kekuatan lain. Merefleksikan apa yang terjadi di daratan atau bumi, Gray mengatakan bahwa geography adalah “the mother of strategy”. Pandangan tersebut menegaskan signifikansi ruang dalam strategi. Ketertarikan dalam diplomasi adalah bisa untuk tidak membuat satu pengaturan fleksibel yang menguntungkan negara-negara ekuator. Misalnya, seperti alokasi slot untuk satelit. Walaupun, kedaulatan dilarang tetapi tidak ada larangan eksplisit untuk hak berdaulat.” Ujarnya
Terdapat beberapa kekhawatiran dalam hal ini yaitu, peningkatan jumlah satelit, bahaya tabrakan dan jatuhnya satelit, militerisasi orbit dan aktivitas permusuhan (seperti spionase atau intelijen), serta perusahaan peluncuran satelit swasta.
Forum ini sekaligus sarana untuk menjalin kemitraan antar lembaga dan mendorong kerja sama antar peneliti, praktisi, akademisi, mahasiswa, dan masyarakat sehingga akan semakin meningkatkan kepedulian pada isu penerbangan dan antariksa untuk dapat menyokong kemajuan pembangunan Indonesia.
Departemen Hubungan Internasional FISIP UI bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan, Kementerian Luar Negeri RI menyelenggarakan “Webinar Nasional: Penguatan Peran Indonesia dalam Kerjasama Selatan-Selatan” pada Selasa (06/07) via ZOOM Meeting. Menghadirkan Pembicara Utama, Meutya Viada Hafid (Ketua Komisi I, DPR RI 2) dan Teuku Faizasyah (Dirjen IDP Kemlu RI, Ketua Tim Kornas KSS Indonesia).
Sejarah peran Indonesia bekerjasama dengan Selatan-Selatan sudah mulai ketika Indonesia menjadi pelopor Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955, hasil dari pertemuan tersebut menjadi dasar solidaritas dan kerjasama negara berkembang yang saat itu baru terbebas dari kolonialisme. Kerjasama Selatan-Selatan saat ini semakin relevan dan penting, utamanya dalam upaya pencapaian SDG’s. Pada saat pandemi ini telah menyebabkan banyak target SDG’s yang sulit untuk dicapai dan mengalai kemunduran, seperti SDG’s 1 untuk menghapus kemiskinan, SDG’s 3 untuk memastikan kesehatan yang baik dan kesejahteraan.
Menurut Meutya, Kerjasama Selatan-Selatan (KSS) merupakan skema kerjasama antar negara berkembang yang dilakukan melalui berbagaii hubungan bilateral dan multilateral secara mutual. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan solusi-solusi bersama bagi pembangunan negara Selatan.
“Indonesia dalam KSS mempunyai peran aktif salah satunya posisi Indonesia sebagai pemain global akan memberi nilai tambah dalam KSS dalam rangka mencapai kemandirian bersama yang dilandasi oleh solidaritas, kesetaraan dan saling menguntungkan. KSS juga mempunyai tantangan yaitu tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s), perubahan iklim, kerjasama multi pihak seperti kerjasama dengan kementerian, lembaga, universitas dan parlemen” tambah Meutya.
Penguatan Peran Indonesia dalam Kerja Sama Selatan-Selatan pada tahun 2010-2012 memperkuat koordinasi dalam kerangka koordinasi institusional untuk ikut memerankan diplomasi pembangunan. Tahun 2015-2019 meningkatkan kepemimpinan dan kontribusi Indonesia dalam Kerjasama Selatan-Selatan serta meningkatkan peran Indonesia dalam mencakup intervensi kebijakan pengembangan Kerjasama Selatan-Selatan. Rancangan penguatan selanjutnya tahun 2020-2024 yaitu optimalisasi Kerjasama pembangunan intenasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui peningkatan sumber-sumber dan mekanisme pendanaan baru serta perdagangan bebas aktif.
“Kepentingan nasional tentu saja menjadi perhatian juga, dalam konteks Kerjasama Selatan-Selatan di bidang politik yaitu citra positif peran dan kepemimpinan Indonesia serta memagari kepentingan Indonesia dari ancaman disintegrasi, bidang ekonomi Indonesia meningkatkan investasi dan perdagangan serta dalam bidang sosial budaya” jelas Teuku.
Teuku mengatakan, “Pada saat pandemi seperti saat ini KSS mempunyai empat tren pendekatan implementasi KSS global pasca pandemi Covid-19, yaitu inklusifitas dengan menerapkan kemitraan multipihak, fleksibilitas dengan prinsip demand-driven, transparan dengan melakukan sosialisasi dan membangun ruang komunikasi dengan multi-actors untuk mendapatkan masukan dan rekomendasi, serta resilence berfokus pada pendekatan jangka panjang yang didasarkan pada prinsip solidaritas.”
Selain itu upaya Pemerintahan RI dalam penguatan pelaksanaan KSS dengan penguatan kelembagaan penjuru bagi kerjasama pembangunan internasional, penyempurnaan mekanismie implementasi program bantuan, peran multi-stakeholder, perluas jaringan, meningkatkan promosi dan profiling KSS Indonesia serta pemanfaatan IT dan penyempurnaan database.
Direktorat Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata
(KIPS) Direktorat Jendral Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri bersama
Departemen Hubungan Internasional FISIP UI mengadakan kegiatan yang mengangkat
tema “Jaringan Masukan Peran dan Capaian Keanggotaan Tidak Tetap Indonesia di
Dewan Keamanan PBB Periode 2019-2020: Peluang dan Tantangan” pada Kamis (10/10)
di Balai Sidang UI Depok.
Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) Indonesia
membekali para pasukan perdamaian wanita dengan kemampuan gender-responsive dan kemampuan untuk membangun komunitas (community building). Kontribusi dan
peran personil perempuan Indonesia di MPP PBB menjadi dokter, perawat,
administrasi, promosi tentang PBB dan Indonesia. Kenaikan personil perempuan
dari Indonesia dari 77 personel per Januari 2019 menjadi 125 personel per
Agustus 2019, jumlah personel tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara
terbesar diantara negara ASEAN. Sejalan dengan komitmen Indonesia pada
implementasi Action for Peacekeeping
Initiative, Indonesia akan terus menambah personil perempuan.
“Kasus kekerasan seksual yang terjadi di wilayah konflik,
kebanyakan korbannya adalah perempuan. Mengapa kesopanan atau norma hukum tidak
ada di wilayah konflik? Karena tidak ada lagi yang menjalankan hukum. Pasukan
perdamaian hadir di wilayah konflik misi PBB adalah sebagai penjaga perdamaian,
penjaga kesepakatan penghentian kekerasan bersenjata” jelas Fitriani.
Salah satu tugas
pasukan PBB adalah mengawasi
pihak-pihak yang bertikai untuk tidak menjalankan kekerasan kepada warga
sipil yang seharusnya bisa kembali menjalankan kehidupannya sehari-hari.
Fitriani menjelaskan, tapi yang terjadi karena tidak
adanya keamanan, warga sipil yang paling lemah kebanyakannya adalah perempuan
mengalami kekerasan seksual, bahkan Sekjen PBB mengakui kekerasan seksual
adalah ancaman bagi hak individu untuk hidup bermartabat maka dari itu, agar
misi perdamaian PBB juga memperhatikan
adanya kasus-kasus kekerasan seksual dan bagaimana misi perdamaian PBB bisa
membantu untuk menghapuskan konflik tersebut.
PBB sendiri memberikan laporan seberapa besar kasus
kekerasan seksual terkait konflik yang terjadi dan kekerasan seksual dilakukan
oleh aktor bersenjata selama konflik. Pihak-pihak yang berkonflik menggunakan
kekerasan seksual sebagai taktik untuk penguasaan suatu daerah, khususnya dalam
konflik etnis. Oleh karena itu sering kali terjadi penggunaan taktik militer
menggunakan kekerasan seksual merupakan pernikahan paksa dan kehamilan paksa.
Hampir 50% perempuan mengalami tindak kekerasan seksual
dalam perang saudara di Liberia, banyak korban perkosaan berusia 5 dan 12
tahun. PBB telah mencatat lebih dari 2.000 tuduhan pelecehan dan eksploitasi
seksual oleh penjaga perdamaian PBB. Dampaknya adalah trauma fisik, psikologis,
kehamilan yang tidak diinginkan, PMS dan penolakan komunitas.
Pasukan perdamaian Indonesia untuk misi perdamaian PBB
tidak pernah melakukan kekerasan seksual, karena pasukan perdamaian Indonesia
sudah menekankan untuk menjaga harakat dan tidak merusak nama baik Indonesia.
Sebelum berangkat pasukan Indonesia juga harus mentandatangani bahwa mereka
menghargai hak asasi manusia, selain itu para pasukan sudah mendapatkan
pelatihan tentang gender.
“Awalnya pasukan perdamaian tidak peduli tentang
kekerasan seksual, dengan adanya sensitifitas dan tekanan dari media. Force Commander meminta agar anak
buahnya tidak melakukan tindakan kekerasan seksual, mereka sudah berkonflik dan
bersedih seharusnya para personil penjaga perdamaian melindungi. Kadang kala
diakui bahwa lebih berbahaya menjadi perempuan dari pada jadi pasukan disana.
Karena pasukan mempunyai persenjataan kalau perempuan disana tidak punya
apa-apa untuk melindungi dirinya sendiri” tambah Fitriani.
Dewan Keamanan PBB mengartikulasikan hubungan antara
kekerasan seksual dan pemulihan perdamaian dan keamanan, mengamanatkan pasukan
perdamaian untuk memastikan para pelaku dituntut, bahwa korban selamat
dilindungi, menerima keadilan dan kompensasi.
Peran khusus penjaga perdamaian perempuan adalah pemberi
pertolongan, tempat bercerita/pengumpul informasi, panutan dan mendekatkan
masyarakat khususnya dalam budaya. Tantangan meningkatkan jumlah perempuan
pasukan perdamaian untuk misi penjaga perdamaian, idealnya harus memenuhi
jumlah massa kritis yang seimbang untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat
setempat. Tantangan mengirim perempuan ke misi PBB juga datang dari persepsi
keluarga dan masyarakat, pelecehan seksual, diskriminasi gender dan bias
terhadap kandidat.
Indonesia telah menjadi anggota tidak tetap Dewan
Keamanan (DK) PBB untuk periode 2019-2022 selama lebih dari tujuh bulan, maka
dari itu dipandang perlu untuk secara aktif melakukan outreach ke berbagai kalangan masyarakat termasuk kalangan civitas
akademika, utamanya mahasiswa mengenai peran dan capaian Indonesia di DK PBB.
Outreach sangat penting untuk menyampaikan informasi faktual
mengenai manfaat dan peran aktif Indonesia dalam menjadi anggota tidak tetap DK
PBB serta untuk meningkatkan rasa kepemilikan dan menggalang dukungan publik
atas pelaksanaan keanggotaan DK PBB Indonesia.
Direktorat Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata
(KIPS) Direktorat Jendral Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri bersama
Departemen Hubungan Internasional FISIP UI mengadakan kegiatan yang mengangkat
tema “Jaringan Masukan Peran dan Capaian Keanggotaan Tidak Tetap Indonesia di
Dewan Keamanan PBB Periode 2019-2020: Peluang dan Tantangan” pada Kamis (10/10)
di Balai Sidang UI Depok.
Kegiatan ini bertujuan untuk menggalang dukungan publik
atas pelaksanaan keangotaan DK PBB Indonesia, diseminasi informasi mengenai
kontribusi, pencapaian, peran dan fungsi DK PBB Indonesia.
Mendatangkan empat pembicara yaitu, Grata E.
Werdaningtyas, M.Si sebagai Direktur KIPS Direktorat Jendral Kerja Sama
Multilateral Kementerian Luar Negeri. IGN. Kristanyo Hardojo sebagai Diplomat
Madya KIPS Direktorat Jendral Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri.
Fitriani, Ph.D sebagai peneliti Departemen Hubungan Internasional dan Dr. phil.
Yandry Kurniawan sebagai Dosen Hubungan Internasional FISIP UI.
Grata E. Werdaningtyas menjelaskan, prioritas keanggotaan
Indonesia pada Dewan Keamanan PBB ada empat, yaitu yang pertama adalah dialog
dalam penyelesaian konflik, harus menjaga international
peace and security harus menciptakan suatu mekanisme untuk mencegah
terjadinya perang. Kedua adalah sinergi antar organisasi kawasan dan DK PBB.
“Ketiga, mendukung global comprehensive approach untuk
perangi terorisme, radikalisme dan ekstrimisme. Isu ini tidak hanya menjadi isu
internasional tetapi juga menjadi isu dalam negeri kita sendiri. Keempat,
mendorong kemitraan global agar tercapai sinergi antara perdamaian dan
pembangunan berkelanjutan, seperti di negara konflik timur tengah sudah
dilakukan perjanjian damai tetapi tidak didukung oleh pilar-pilar untuk
menormalisasikan kehidupan akibatnya adalah terjadi perang lagi. Untuk
menormalisasikan suasana damai itu harus investasi di pembangunan dan di
demokratisasi. Selain keempat fokus itu, Palestina menjadi perhatian Indonesia sebagaimana
yang dimandatkan oleh Presiden RI Joko Widodo” tambah Greta.
Peran Kepemimpinan Indonesia pada Dewan Keamanan PBB
yaitu menjadi badan subsider, Indonesia menjadi ketua sejumlah Komite DK PBB
mengenai penanggulangan terorisme dan non-proliferasi. Menjadi penholdership, Indonesia merupakan co-penholdership untuk resolusi terkait
Afghanistan bersama Jerman. Indonesia juga memegang co-penholdership mengenai isu Palestina bersama Kuwait.
“Dasar pertimbangan partisipasi Indonesia dalam Misi
Pemeliharaan Perdamaian (MPP) PBB melalui proses yang panjang, berdasarkan
pasal 6 Perpres No. 86 Tahun 2015 tentang pengiriman misi pemeliharaan
perdamaian yaitu, kepentingan nasional, pertimbangan politis, keamanan dan
keselamatan personel, ketersediaan dukungan personel, materil, peralatan dan
pendanaan. Prinsip dasar misi pemeliharaan perdamaian PBB, consent of the parties, impartiality not neutrality itu harus adil
memang tidak mudah menjadi pasukan perdamaian, lalu non-use of force except in self defense and defense of the mandate”
Jelas IGN. Kristanyo Hardojo.
Peran pasukan perdamaian Indonesia di misi pemeliharaan
perdamaian PBB, yaitu pemeliharaan keamanan dan perlindungan warga sipil,
monitoring gencatan senjata, pelanggaran keamanan, patroli kemanan, pemeliharaan
laut, melayani kesehatan masyarakat, layanan pendidikan, sosial budaya
mepromosikan tentang PBB dan Indonesia. Sebaran personil Indonesia pada misi
permeliharaan perdamaian PBB berada di Afrika seperti Sudan, Yemen, Lebanon,
Congo, Mali dan Western Sahara. Indonesia berada di ranking 8, totalnya ada
2.909 personil termasuk 125 personil perempuan.
Capaian Peacekeepers
Indonesia di misi pertama
Berhasil
membantu mengungkap peredaran narkotika di Haiti
Turunkan
status keamanan salah satu ruas jalan dari “red” (dangerous) ke “yellow” (tidak
perlu UN security escort)
Damaikan
konflik suku Bantu dan suku Twa di Fatuma
Capaian Peacekeepers
Indonesia di misi kedua
Persuasi
ex-combatan untuk menyerahkan senjata secara sukarela dalam rangka Demobilizetion, Disarmament, Reintegration
(DDR), tercatat 45 senjata berbagai jenis bahan peledak, ratusan busur, ribuan
anak panah berhasil diterima oleh satgas Rapid
Deployment Battalion (RDB).
Capaian Peacekeepers
Indonesia di misi ketiga
Perlancar local peace process via security escort bagi Komite Mediasi
Baraza ke pedalaman untuk mediasi konflik suku
Persuasi
reintegrasi 422 personil kombatan dan keluarganya ke masyarakat secara aman
tanpa khawatir pembalasan atau penangkapan oleh FARDC/militer Congo, tercatat
lebih dari 1000 kombatan berhasil di reintegrasi
Beberapa isu krusial yang dihadapi oleh Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo antara lain ketegangan di Laut Cina Selatan dan peningkatan kapabilitas Cina yang berpotensi menimbulkan kekuatan (power shift). Perdebatan akademik di seputar kebijakan luar negeri dan diplomasi Indonesia sendiri lebih banyak terpusat pada konsep Poros Maritim Global dan Indo-Pasifik. Departemen Hubungan Internasional UI melaksanaan seminar nasional tentang kebijakan luar negeri Indonesia era Presiden Joko Widodo Jilid 2, dilaksanakan di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI.
Laksamana Madya (Purn.) Freddy Numberi mengatakan, ”bagaimana Indonesia menyikapi politik luar negeri dalam rangka merangkul negara-negara di kawasan Laut Cina supaya melihat masalah di kawasan Laut Cina, secara bersama-sama supaya zona peace bisa tercapai dengan baik. Situasi ketegangan di Laut Cina Selatan akhir-akhir ini cukup membuat kita khawatir. Ada 3 faktor yang mendorong sebuah negara melakukan invasi untuk merebut suatu wilayah/daerah tertentu, yang pertama melidungin kepentingan ekonomi, kedua niat untuk meningkatkan kemampuan militer dalam rangka kepentingan proyeksi kekuatan jangka pendek, sedang dan panjang, ketiga melindungi kepentingan vital strategis. Hal-hal tersebut sudah Cina lakukan, mereka tidak ingin di intervesi oleh orang lain. Cina sudah melakukan peningkatan kemapuan militer sejak tahun 2002, kemampuan militernya hebat. Kepentingan vital strategis, Cina berhasil dari minyak saja tiap hari Cina me-drive 283 dollar perhari.”
“Diplomasi di kawasan Laut Cina Selatan jelas melibatkan banyak aktor, negosiasi dan masalah yang dirundingkan lebih luas mencakup ekonomi, budaya, lingkungan, pendidikan dan militer. Diplomasi kawasan Laut Cina Selatan ini bersifat global, diplomasi mencakup bilateral regional multilateral” Tambahnya.
Dengan data yang ada, 290 barrel perhari atau setara dengan 174 juta dollar perhari atau 234 milliar rupiah perhari penghasilan dari minyak di kawasan Laut Cina Selatan belum yang lain-lain. Ini berarti suatu hari nanti negara di sekitar kawasan Laut Cina akan menderita, maka harus ada kebijakan untuk negara Indonesia yang merangkul negara di sekitar kawasan Laut Cina untuk kita bersama-sama menghadapi Cina ini, Indonesia juga harus merangkul Cina dalam konteks ekonomi itu sangat penting karena tidak bisa terlepas dari itu.
Kawasan Laut Cina Selatan merupakan wilayah strategis yang berbatasan dengan Vietnam, Cina, Filipina, Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura. Di beberapa bagian terjadi tumpang tindih yuridiksi yang menjadikan potensi konflik di wilayah ini cukup tinggi. Dengan kekayaan yang terkandung di kawasan tersebut. Laut China Selatan menyimpan perikanan yang menggiurkan, cadangan minyak dan gas. Kawasan perikanan Laut Natuna yang berbatasan dengan Laut China Selatan juga menyimpan cadangan gas alam penting bagi Indonesia.
[Cerita FISIP] Kontribusi Radhiyan Melalui GotongRoyong.in
Kalender FISIP UI
Hubungi Kami
Kampus UI Depok (Pelayanan Terbatas)) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Jl. Prof. Dr. Selo Soemardjan, Depok, Jawa Barat 16424 Indonesia
E-mail: fisip@ui.ac.id
Tel.: (+62-21) 7270 006
Fax.: (+62-21) 7872 820
Hubungi Kami
Kampus UI Salemba (Pelayanan Terbatas) Gedung IASTH Lt. 6, Universitas Indonesia
Jl. Salemba Raya 4, Jakarta 10430 Indonesia
E-mail: fisip@ui.ac.id
Tel.: (+62-21) 315 6941, 390 4722
Waktu Layanan
Administrasi dan Fasilitas Hari : Selasa dan Kamis
Waktu : 10.00 - 14.30 WIB (UTC+7)
Istirahat : 12.00 - 13.00 WIB (UTC+)
Catatan:
*) Layanan tutup pada hari libur nasional, cuti bersama, atau jika ada kegiatan khusus yang melibatkan seluruh staf/tendik.