Pilih Laman
Bentrok Maut Morowali Utara Antara TKI dengan TKA

Bentrok Maut Morowali Utara Antara TKI dengan TKA

Bentrokan antara tenaga kerja asing (TKA) asal China dan tenaga kerja Indonesia (TKI) pecah di area di area pabrik smelter PT Gunbuster Nickel Industri (GNI), Morowali Utara, Sulawesi Tengah, pada Sabtu (14/1) malam. Dua pekerja, yaitu XE (30) TKA China dan MS (19) TKI asal Parepare, meninggal dunia dalam peristiwa nahas itu. Polisi mengatakan telah menangkap 71 orang terkait insiden itu, dengan 17 di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.

Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Ida Ruwaida menjelaskan konflik yang terbuka seperti di Morowali itu terjadi karena sudah ada akumulasi rasa ketidakpuasan atau kekecewaan. Hal itu, kata dia, mesti diindentifikasi lebih lanjut. “Karena ketidakpuasan itu kemudian akan membangun apa yang disebut sebagai sentimen. Sentimen basisnya apa? Basisnya identitas,” jelas Ida saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (17/1).

Ida lalu menyoroti upaya pencegahan yang mestinya dilakukan pemerintah guna antisipasi konflik antar pekerja. Mengingat adanya perbedaan yang dimiliki antar kedua belah pihak. “Pemerintah dan perusahaan seharusnya sejak awal sudah mengantisipasi potensi konflik antar pekerja. Mengingat latar belakang sosial, budaya, bahkan agama yang berbeda,” kata Ida.

Ida menilai TKA mestinya sudah memperoleh pengetahuan dan keterampilan sosial tentang budaya Indonesia, termasuk bahasa Indonesia. Sementara itu, TKI juga dinilai perlu untuk dikondisikan akrab bekerja sama dengan warga asing.

Pihak perusahaan juga dapat membuat sejumlah kegiatan yang dapat mencairkan hubungan antara TKI dan TKA. “Di era global seperti ini, kehadiran pekerja asing tak terhindarkan. Namun, kontrolnya tetap perlu dilakukan sejak rekrutmen hingga penempatan, promosi, bahkan insentif. Dasarnya juga jelas dan tidak diskriminatif,” jelas dia.

Ida menyebut yang bisa dilakukan saat ini adalah tindakan kuratif. Upaya kuratif dilakukan guna menangani perkara yang telah terjadi.

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230117091636-20-901293/bentrok-maut-morowali-utara-dan-bom-waktu-tenaga-kerja-asing-di-ri

Hubungan Kapital Sosial Keluarga Dengan Upaya Perlindungan Anak Pada Keluarga Miskin

Hubungan Kapital Sosial Keluarga Dengan Upaya Perlindungan Anak Pada Keluarga Miskin

Endry Fatimaningsih berhasil menyandang gelar doktor Sosiologi. Setelah berhasil mempertahankan hasil disertasinya yang berjudul “Hubungan Kapital Sosial Keluarga Dengan Upaya Perlindungan Anak Pada Keluarga Miskin di Kota Bandar Lampung” di hadapan para penguji. Sidang promosi doktor Endry dilaksanakan pada Jumat (06/01) di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI.

Terbatasnya modal ekonomi dan sumber daya manusia di keluarga miskin perkotaan bukan alasan untuk tidak menerapkan perlindungan anak. Keluarga dan anak merupakan dua konsep yang tidak terpisahkan. Di dalam keluarga, anak lahir, tumbuh dan berkembang. Sedangkan bagi keluarga, anak merupakan aset yang sangat berharga.

Anak dibutuhkan keluarga untuk berkembang dan berkelanjutan. Sementara itu dalam perspektif pembangunan manusia, membahas keluarga dan anak adalah membahas kualitas sumber daya manusa masa depan. Melalui berbagai fungsi dalam keluarga, diharapkan keluarga dapat melakukan perlindungan anak, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

Disertasi ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kapital sosial keluarga dan upaya untuk melindungi anak-anak dalam keluarga miskin. Studi ini berfokus pada berbagai kegiatan yang dilakukan oleh orang tua untuk anak-anak dalam tiga dimensi kapital sosial keluarga (norma, kepercayaan dan jaringan dalam keluarga).

Hasil penelitian menunjukkan, kapital sosial keluarga untuk upaya perlindungan anak, dimiliki, dikembangkan dan dimanfaatkan oleh keluarga miskin. Secara statistik, terbukti ada hubungan korelatif positif antara modal sosial keluarga dan upaya perlindungan anak di keluarga miskin. Melalui karakternya, tidak nol, tidak kompetitif dan produktif, modal sosial keluarga berpotensi untuk memfasilitasi upaya perlindungan anak bagi keluarga miskin.

Peluang dan Tantangan Lulusan Sosiologi di Era Revolusi Industri 4.0

FISIP UI memperoleh kehormatan untuk menjadi tuan rumah acara Asosiasi Program Studi Sosiologi Indonesia (APPSI) dan Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) untuk menggelar lokakarya nasional dengan tema, Profil Lulusan Sosiologi dan Sertifikasi Profesi: Peluang dan Tantangan di Era Revolusi Industri 4.0.

Lokakarya Nasional ini dilaksanakan pada 22-23 Oktober 2019 di Audiotirum Juwono Sudarsono FISIP UI Depok. Sebagai pembicara pada Lokakarya Nasional ini, Dr. Linda Darmajanti Ibrahim, MT dari Departement Sosiologi UI dan Rachmad Sugiyanto, S.Par, MBA dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi.

Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) merupakan lembaga bagi para Sosiolog. Lembaga ini pertama kali didirikan pada tanggal 14 Oktober 1989 di Jakarta dengan tujuan untuk mendorong penyebaran, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu Sosiologi agar mampu menghimpun dan menyalurkan pemikiran dan partisipasi anggotanya dalam usaha-usaha pembangunan bangsa Indonesia.

Acara dimulai oleh Ketua Umum APPSI, Dr. Ida Ruwaida, S.Sos, M.Si yang memberikan sambutan tentang tema yang diangkat pada Lokakarya Nasional ini. Lalu dilanjutkan dengan sambutan dari  Sekjen ISI Dr. Ari Sujito dan Dekan FISIP UI Dr. Arie Setiabudi Soesilo, M.Sc. Diakhiri dengan pembacaan doa oleh ketua pantia Dr. Drs. Ricardi S. Adnan, M. Si.

Setelah opening ceremony terlaksana dengan baik, seluruh peserta melanjutkan kegiatan Lokakarya Nasional. Rasa antusias terlihat pada seluruh peserta ketika pembahasan terkait metode-metode pembelajaran yang diberikan oleh Dr. Linda Darmajanti Ibrahim dan sesi tanya-jawab serta sharing session yang berlangsung. Setelah itu, dilanjutkan penjelasan tentang sertifikasi profesi dari Rachmad Sugiyanto, S.Par, MBA. Pada hari kedua dilanjutkan dengan sesi diskusi oleh para peserta Lokakarya Nasional.

Linda Darmajanti mengatakan, ketika menjadi sosiolog, menjadi lulusan yang tidak bisa digantikan oleh teknologi. Orang Sosiologi harus belajar tentang fenomena sosial. Masa sekarang, masa dimana revolusi industri 4.0, kita bicara tentang socio change (perubahan sosial) lulusan Sosiologi harus mampu menganalisa masyarakat. Berbicara tentang lulusan Sosiologi menurut kemeristekdikti adalah outcome-based education, yang pertama deksripsi yang jelas tentang kemampuan penting yang dapat dilakukan oleh mahasiswa saat lulus.

Kedua, mengorganisasi kurikulum, sistem pembelajaran dan penilaian secara terskruktur untuk memastikan bahwa proses pembelajaran terjadi, tanggung jawab moral adalah pada saat proses pembelajaran jadi kurikulumnya penting tapi bagaimana kurikulum itu diberikan didalam proses pembelajaran yang diberikan kepada lulusan-lulusan Sosiologi. Kemudian ketiga, keluarannya adalah lulusan tercapai dengan profil lulusan Sosiologi.

Lulusan Sosiologi diharapkan mampu berpikir kreatif, kritis dan inovatif serta memiliki keingin tahuan intelektual, mampu memanfaatkan teknologi informasi/industri 4.0, mampu menganalisis secara kritis fenomena sosial-budaya serta mampu meberika alternatif pemecah masalah terhadap beragam masalah yang timbul di lingkungan masyarakat dan negara.

Kegiatan kali ini memberikan konklusi, yaitu berhasil merumuskan profil lulusan sosiologi dan mengefektifkan revolusi 4.0 Kegiatan selama dua hari ini sangat produktif membicarakan banyak hal, APSSI merupakan produsen sarjana, ISI yang menaungi para alumni yang akan menaungi/menghimpun sertifikasi. ISI dan APSSI dua organisasi yang  saling memperkuat, APSSI sangat bermanfaat untuk ISI, dan sebaliknya.