Pilih Laman
Praktik Perkawinan Anak di Indonesia

Praktik Perkawinan Anak di Indonesia

Diana Teresa Pakasi, Ph.D Ketua Unit Kajian Gender dan Seksualitas LPPSP FISIP UI menjadi pembicara di acara talkshow Internasional Women’s Day Seks, Pacaran dan Perkawinan: Campuran Tangan Negara Dalam Seksualitas yang diadakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Politik (LPPSP) FISIP UI. Acara ini bertempat di Auditorium Komunikasi FISIP UI. Presentasinya didasarkan pada sejumlah kajian yang dilakukan pada periode 2017-2020 di Jakarta, Sukabumi, Rembang, Lombok Barat dan Lombok Utara.

Menurut hukum pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.

“Dalam refleksi riset kami, ada berbagai macam praktik-praktik perkawinan di Indonesia, misalnya perkawinan anak bukan hanya urusan dua orang calon pengantin atau urusan orangtua kedua belah pihak tetapi juga menjadi urusan banyak orang” Jelas Diana.

Kehamilan diluar pernikahan yang menyebabkan pernikahan anak terjadi, jika sudah seperti itu maka datang tekanan dari masyarakat, melibatkan peran orang tua, komunitas dan pemimpin agama. Jika perempuan sudah hamil diluar pernikahan maka ia tidak punya pilihan selain menikah dan tidak bisa melanjutkan pendidikan serta tidak dapat kesempatan untuk bekerja tetapi laki-laki bisa saja tidak mau bertanggung jawab dan lolos dari kewajiban menikah.

Selain faktor kehamilan diluar pernikahan, faktor umur menjadi salah satu terjadinya pernikahan anak, banyak kasus di beberapa daerah di Indonesia anak umur dibawah 20 tahun atau bahkan dibawah 17 tahun sudah menikah karena masyarakat sekitar berpikir lebih baik menjadi janda muda daripada menjadi perawan tua. Orang tua merasa malu dan tidak ingin anaknya menjadi perawan tua yang sehingga nantinya tidak ada yang ingin menikahi anaknya.

Kehidupan setelah pernikahan anak terjadi biasanya dikeluarkan dari sekolah hal ini biasanya terjadi kepada pihak perempuan jika hamil diluar nikah, kekerasan dalam rumah tangga karena emosi yang masih labil, rendahnya keterlibatan suami dalam perawatan prenatal dan postnatal istri serta masalah keuangan masih di support oleh orang tua yang biasanya orang tua dari pihak laki-laki.

Talkshow Kajian Gender dan Seksualitas

Talkshow Kajian Gender dan Seksualitas

Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Politik (LPPSP) FISIP UI melaksanakan kegiatan kajian gender dan seksual untuk menyambut Hari Perempuan Internasional pada tanggal 8 Maret nanti. Acara ini bertempat di Auditorium Komunikasi FISIP UI pada Selasa (03/03). Hari Perempuan Internasional juga sejalan dengan cakupan kegiatan penelitian dan advokasi yang sudah dilakukan oleh Unit Kajian Gender dan Seksualitas LPPSP UI sejak tahun 2016 sampai saat ini.

Tujuan penyelengaraan dari kajian ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hal-halyang sudah dan belum dicapai oleh perempuan lintas kelas, suku, agama, identitas dan seksualitas di tengah struktur masyarakat yang cenderung mengekang kebebasam dan kesempatan kaum perempuan. Talkshow ini menghadirkan beberapa narasumber yang membahas sub-tema yang berbeda, seperti Nadira Chairani, Diana Pakasi dan Sabina Puspita.

Pada sesi pertama talkshow Nadira Chairani yang membahas Pacaran Ngga Ya? Asumsi dan Situasi Pacaran di Indonesia.

Nadira menjelaskan, pacaran pada kalangan orang muda adalah topik yang selalu hangat tapi Indonesia tanpa pacaran, tujuan utamanya apa? Ternyata setelah dilakukan Forum Group Discusion, pernikahan menjadi cara dan dianggap sebagai pacaran yang halal, perkawinan juga masih banyak dipandang untuk menghindari zina.

Remaja menjadi rentan menikah muda untuk menghindari zina dan pacaran halal. Karena belum cukup umur, emosi juga masih labil akhirnya dikawinkan atau dinikahkan. Situasi ini menjadi rentan untuk terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, kehamilam beresiko, perkawinan anak dan perceraian pada kasus perkawinan anak.

Banyak orang muda khususnya yang masih bersekolah, menganggap bahwa pacaran bukan topik yang tepat untuk di diskusikan dengan orang tua mereka masing-masing. Mereka juga mengkhawatirkan dengan reaksi orangtua. Pacaran dianggap sebagai hal yang normal namun tidak selalu di setujui oleh masyarakat umum. Pacaran juga tidak dilarang namun tidak juga di lihat sebagai hal yang positif.