Korea Selatan dan Indonesia merupakan dua negara demokratis yang menggunakan pemilihan umum (pemilu) sebagai satu-satunya alat politik yang absah untuk melakukan pergantian kekuasaan. Sepanjang sejarahnya, pemilu di kedua negara tersebut telah terlaksana dengan hasil yang memuaskan, yaitu terpilihnya seorang presiden secara demokratis.
Namun, dasawarsa kedua abad ke-21 ini telah menghadirkan tantangan bagi pemilu dan politik elektoral secara keseluruhan. Di Korea Selatan, pemilu 2022 telah menghantarkan seorang populis sayap kanan Yoon Suk-yeol ke kursi kepresidenan. Sementara itu, di Indonesia kita menyaksikan tercederainya pemilu oleh gerakan populis sepanjang 2014-2019.
Jae Hyeok Shin (Asisten Profesor Ilmu Politik dan Hubungan Internasional Korea University) berdiskusi dengan para mahasiswa terkait permasalahan politik elektoral di Korea Selatan dan Indonesia ke depannya. Kegiatan ini dilaksanakan pada Senin (16/1) di Ruang E.103A.
Jae Hyeok Shin menjelaskan perspektif teori sistem pemilu di Korea Selatan serta menceritakan presiden Korsel dari masa ke masa. Selain itu ia menjelaskan tentang pemilu Korea Selatan telah menunjukkan bahwa perbedaan di provinsi asal pemilih, posisi ideologis dan generasi memainkan peran besar dalam membentuk preferensi pemilih di tempat pemungutan suara.
Menurutnya, berdasarkan data survei pasca pemilu, faktor-faktor kunci tersebut berinteraksi mempengaruhi perilaku memilih dalam enam pemilihan presiden dari tahun 1992 hingga 2017. Selain itu, perpecahan ideologis dan generasi sering memecah belah pemilih dari provinsi Gyeongsang dan dengan demikian menggerogoti regionalisme di provinsi tersebut; perpecahan itu terkadang memiliki efek yang sama pada pemilih dari provinsi Jeolla juga.
Ia mengatakan ada kesamaan election antara Korsel dengan Indonesia yaitu pada reformasi pemilu, sistem pemilu yang berpusat pada partai dan yang berpusat pada kandidat bagaimana reputasi pribadi kandidat tersebut. Kemudian ia menambahkan politik yang berorientasi pada patronase terjadi baik di Korsel maupun Indonesia, politik patronase tetap menjadi pusat pertukaran politik, terutama di negara-negara berkembang.
Jae Hyeok Shin merupakan Asisten Profesor Ilmu Politik dan Hubungan Internasional di Korea University. Beliau memperhatikan institusi politik, pemilu, partai, dan demokrasi di Asia Timur dan Asia Tenggara. Beliau meneliti berbagai topik seperti transisi ke demokrasi dan aturan-aturan pemilu di negara-negara seperti Filipina, Indonesia, dan Korea Selatan.
Dengan diadakannya kegiatan ini mahasiswa diharapkan memahami politik elektoral kontemporer di Korea Selatan dan Indonesia; memahami pentingnya pemilu dalam penyelenggaraan negara dengan sistem politik demokrasi; dan dapat mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada beserta solusi-solusinya.
Seminar ini diselenggarakan oleh Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI. Seminar ini mengangkat isu Hak Asasi Manusia dikaitkan dengan pemenuhan kesejahteraan sosial di tiap bidang dan level praktik pekerjaan sosial. Pembicara dalam seminar ini, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia periode 2022-2027 sekaligus Alumni Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI, Dr. Atnike Nova Sigiro, M.Sc.
Pemerintah dituntut untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Persamaan di muka hukum, perlindungan hukum dan asas legalitas bertujuan untuk menghindarkan negara atau pemerintah bertindak sewenang-wenang.
Hak Asasi Manusia menjadi dasar moral bagi negara atau pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya, yang pada akhirnya memiliki peran startegis dalam pelaksanaan pembangunan manusia Indonesia.
Selain peran pemerintah yang dituntut mewujudkan perlindungan Hak Asasi manusia demi kesejahteraan rakyatnya, masyarakat sendiri berperan dalam upaya penegakan HAM. Perspektif HAM menjadi hal yang ditekankan dalam pertolongan individu dalam memperoleh tujuan dari kesejahteraan sosial.
Menurut Atnike, ilmu kesejahteraan sosial dan ilmu sosial secara umum erat sekali kaitannya dengan Hak Asasi Manusia.
Atnike menjelaskan, bahwa isu kesejahteraan sosial seringkali di identikan hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) yaitu hak atas kondisi sosial dan ekonomi dasar yang diperlukan untuk menjalani kehidupan yang bermartabat dan bebas. Jadi erat sekali persoalan Ekosob dengan kajian-kajian dalam ilmu sosial dan ilmu kesejahteraan sosial
Kerangka norma HAM terkait kesejahteraan sosial di Indonesia sudah mengadopsi dan sudah mengakui HAM sebagai salah satu nilai, prinsip, perspektif yang digunakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dilihat dari UUD 1945 ayat 28H (1) dan UU No. 11/2009 Kesejahteraan Sosial, Pasal 1 (1).
Lebih lanjut ia mengatakan, peran ilmu kesejahteraan sosial berbeda dengan pendekatan ilmu yang menangani manusia yang hanya melihat perubahan manusia pada tingkat individu, ilmu kesejahteraan sosial melihat bahwa perubahan pada tingkat individu atau bahkan tingkat kelompok tidak mungkin terjadi tanpa adanya perubahan pada lingkungan sekitarnya.
“Menjamin pemenuhan hak terkait kesejahteraan sosial bukan lagi sebagai hal yang melekat tetapi menjadi hak yang dapat diklaim. Intervensi ilmu kesejahteraan sosial yaitu mendorong perubahan struktur sosial yang opresif, pemberdayaan, perspektif etnis-sensitif dan persepektif perempuan/gender,” ujarnya.
Sebagai penutup, Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc yang sekaligus Guru Besar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial menangapi bahwa equity, equality dan justice sebagai suatu konsep payung yang sangat tergantung pada konteks bagaimana masyarakat terpenuhi dalam perkembangan kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya.
Kaum muda mewakili masa depan negara mereka dan memainkan peran sentral sebagai agen utama perubahan dan kemajuan masyarakat. Untuk mewujudkan potensi seperti itu, pendidikan dan komunikasi antar negara menempa jalan untuk kemajuan yang lebih besar. Oleh karena itu, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia diharapkan akan berperan penting dalam berbagi pemahaman antar negara.
Dialog dengan Menteri Pendidikan Republik Singapura, Mr. Chan Chun Sing pada Rabu (19/10) di Auditorium Mochtar Riady yang di ikuti oleh 53 mahasiswa perwakilan sarjana dan pascasarjana yang berasal dari 7 departemen. Diskusi dipandu oleh Sekretaris Fakultas, Dwi Ardhanariswari Sundrijo, Ph.D sebagai moderator.
Menteri Chan Chun Sing, mengunjungi Indonesia dalam kapasitasnya sebagai Presiden Dewan Organisasi Menteri Pendidikan Asia Tenggara. Ia datang ke FISIP UI bersama Duta Besar Republik Singapura untuk Indonesia H.E Mr. Kwok Fook Seng, Melissa Khoo (Deputy Secretary for Higher Education and Skills) dan para delegasi.
Dekan FISIP UI, Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto menyambut Menteri Pendidikan Singapura dan merasa sangat senang atas kehadirannya karena diharapkan para mahasiswa FISIP dapat berdiskusi dengan baik dan mendapat pengetahuan yang baru. Dalam sambutannya, Prof. Semiarto juga menjelaskan sejarah singkat mengenai UI dan FISIP.
Dalam acara dialog tersebut Menteri Pendidikan Singapura menjelaskan hubungan historis antara Indonesia dan Singapura, membahas berbagai isu terkait pendidikan, diantaranya masalah kesetaraan, masalah kesehatan mental dan kekerasan seksual di kampus. Mahasiswa FISIP sangat antusias, hal ini di lihat dari banyaknya pertanyaan yang diberikan kepada Menteri Pendidikan Singapura itu.
Mengenai pendidikan, Menteri Chan mengatakan bahwa mahasiswa harus selalu siap menghadapi hari esok, harus mampu mengantisipasi pertanyaan yang muncul esok, dan memberi jawaban yang relevan untuk masa depan. Menteri juga menegaskan mahasiswa harus terus belajar, dan terus memperkaya diri dengan pengetahuan dan kemampuan. Menurutnya, walaupun pada ijazah tidak tertera expiry date, tetapi pasar kerja secara tidak langsung memberikan keberlakuan ijazah. Sehingga untuk tetap dapat bersaing di pasar kerja, seseorang harus terus ‘memperbaharui’ ijazahnya.
Dalam sampaiannya, Menteri Chan juga menegaskan keyakinannya bahwa mahasiswa-mahasiswa FISIP UI adalah orang-orang pilihan yang akan membawa perubahan besar di masa depan. Ia tak lupa mengingatkan, bahwa, mengutip ucapan Uncle Ben dari Spiderman bahwa “to those with great abilities, come great responsibility”.
Menutup dialog, mewakili seluruh mahasiswa yang hadir, Hendri Joveto, ketua BEM FISIP menyampaikan harapannya, Indonesia dan Singapura dapat membangun pendidikan yang merata dan terjangkau. Membangun pendidikan yang adil dan manusiawi adalah kunci untuk pengembangan lebih lanjut dari kedua negara. Ia juga mengatakan bahwa kedepannya mahasiswa bisa dapat terlibat dalam diskusi mengenai pendidikan.
Hubungi Kami
Kampus UI Depok Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Jl. Prof. Dr. Selo Soemardjan, Depok, Jawa Barat 16424 Indonesia
E-mail: fisip@ui.ac.id
Tel.: (+62-21) 7270 006
Fax.: (+62-21) 7872 820
Kampus UI Salemba Gedung IASTH Lt. 6, Universitas Indonesia
Jl. Salemba Raya 4, Jakarta 10430 Indonesia