Apa yang dibicarakan jika tiga dekan dari kampus terbaik Indonesia dan Malaysia berdiskusi? Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto, dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UI Dr. Bondan Kanumoyoso dan dekan Faculty of Arts and Social Sciences Universiti Malaya (FASS UM) Prof. Dr. Datuk Danny Wong Tze Ken bertemu dan berdiskusi dalam sesi plenary pertama konferensi internasional Persidangan Antarabangsa Kajian Malaysia Indonesia (PAKMI) yang digelar di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI pada Rabu (30/10).
Ketiga dekan membahas berbagai tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dan Malaysia di tengah perubahan dunia yang cepat hari ini. Mereka menyerukan upaya saling memahami dan kerjasama yang lebih erat di antara kedua bangsa, termasuk di antara lembaga-lembaga pendidikan tinggi dan para penelitinya. Sebagai catatan, UI dan UM menduduki peringkat pertama di negara masing-masing menurut lembaga pemeringkat QS World University Ranking pada tahun 2024 ini. UM bahkan melejit menjadi ranking 60 universitas terbaik dunia.
Dekan FASS UM, Prof. Dr. Datuk Danny Wong Tze Ken, menyampaikan tantangan yang muncul dari kebangkitan Tiongkok dan persaingan antara negara-negara besar bagi negara-negara ASEAN seperti Indonesia dan Malaysia.
Ia kemudian memaparkan strategi diplomasi budaya Malaysia terhadap Tiongkok untuk mengelola hubungan internasional yang semakin kompleks tersebut, seperti dengan mengembangkan Malay Studies Chair, Chinese-Malay Studies Center, dan Malay Language Center di Tiongkok.
Prof. Dr. Datuk Danny Wong Tze Ken menerangkan, melalui strategi diplomasi budaya ini, Malaya tidak hanya menjadi objek yang pasif dalam relasi Malaysia-Tiongkok, tetapi juga dapat meraup manfaat di berbagai bidang, termasuk pendidikan dan pariwisata. “Kini, lebih dari 50.000 mahasiswa dari Tiongkok telah datang ke Malaysia untuk belajar,” tutur Datuk Danny Wong.
Sementara itu, Dekan FIB UI Dr. Bondan Kanumoyoso mengajak para peserta konferensi yang berasal dari berbagai universitas di dunia, terutama Indonesia dan Malaysia, untuk menelusuri sejarah perkembangan Islam di kawasan, dan bagaimana perkembangan tersebut memunculkan masyarakat yang terbuka dengan berbagai budaya.
“Sejarah ini mengajarkan kita bahwa kawasan Asia Tenggara ini merupakan kawasan yang terbuka dan menyerap budaya dari mana-mana, sehingga tidak relevan untuk menggunakan label “keturunan Arab”, “keturunan Tionghoa,” atau Indo-Eropa untuk memecah belah. Semua identitas itu mungkin telah terserap di dalam kita semua,” tutur Dr. Bondan Kanumoyoso yang juga seorang ilmuwan sejarah ini.
Di sisi lain, Dekan FISIP UI, Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto memaparkan keterkaitan antara kebudayaan dan nasionalisme. Guru Besar Antropologi ini menegaskan, dinamika relasi Indonesia dan Malaysia sangat intens sepanjang sejarah, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan kedua negara. Relasi antar komunitas terus terjalin erat terutama di sekitar wilayah perbatasan.
Berbagai dinamika yang unik muncul seiring dengan pengalaman komunitas di dua negara terkait dengan interaksi yang berbeda dengan kapitalisme global. Program pembangunan kedua negara juga amat mempengaruhi pengalaman komunitas di Malaysia dan Indonesia dalam memandang globalisasi.
“Kondisi ini menyadarkan kita pentingnya kerjasama di antara kedua bangsa, termasuk di kalangan akademisinya, untuk bersama-sama memahami tantangan global dan regional yang dihadapi,” papar Prof. Aji yang kemudian memberikan daftar isu yang dapat menjadi titik kolaborasi di antara Indonesia dan Malaysia.
Ia juga menegaskan, konferensi PAKMI ini dapat menjadi salah satu platform yang memicu kolaborasi yang lebih dalam tersebut. “Kerjasama antara UI dan UM ini adalah contoh kolaborasi yang harus terus kita kembangkan,” tutur Prof Aji.
Sesi yang menghadirkan ketiga dekan tersebut merupakan rangkaian pembukaan dari The International Conference on Malaysian-Indonesian Studies atau Persidangan Antarbangsa Kajian Malaysia-Indonesia (PAKMI) ke-15 yang diselenggarakan pada 30 Oktober hingga 1 November 2024. Kegiatan ini diselenggarakan oleh FISIP dan FIB UI bekerjasama dengan FASS Universiti Malaya.