Para kepala desa melakukan demo di depan Gedung DPR RI pada Rabu (25/1) dalam aksi menuntut perpanjangan masa jabatan yang sebelumnya enam tahun menjadi sembilan tahun dan meminta DPR RI merevisi masa jabatan. Aturan soal masa jabatan kepala desa diatur dalam Pasal 39 UU Desa, yang berbunyi (1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan; (2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Dosen Ilmu Politik FISIP UI Nurul Nurhandjati, S.IP, M.Si menanggapi isu mengenai usulan kepala desa tersebut. Sebelumnya, usulan ini telah menuai sorotan publik.
Menurut Nurul, desa merupakan self govenrment community, memang seharusnya desa memiliki pemerintahan sendiri dan memikirkan masyarakatnya sendiri.
“Tetang isu tersebut, sebenarnya dikembalikan lagi apakah itu keinginan kepala desa atau keinginan masyarakat desa? Kadang kita lupa apa yang menjadi perbincangan masyarakat, malah sebagian besarnya merupakan perbincangan para elit dan melupakan keinginan sebenarnya dari masyarakat. Jangan-jangan masyarakat desa tidak butuh perpanjangan masa jabatan kades dan ternyata masyarakat lebih membutuhkan pembangunan, diberdayakan serta sejahtera,” ujar Nurul.
Ia menambahkan, “mau panjang ataupun pendek masa jabatan kalau masyarakat desanya tidak sejahtera maka apa gunanya. Walaupun ada dana desa, kesenjangan antara kaya dan miskin di desa semakin tinggi dan semakin lebar. Menurut saya, usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa harus dikembalikan ke masyarakat dahulu, apakah masyarakat desa butuh usulan tersebut.”
Adakah kaitannya usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa dengan kepentingan politik 2024?
Menjelang pemilu 2024, normal ada sesuatu isu yang diangkat. Pasti nantinya ada partai yang mendukung perpanjangan masa jabatan itu lalu mendapatkan simpati dari masyarakat.
“Sebenarnya sesuatu yang wajar jika menjelang pemilu banyak gagasan yang diusulkan. Namun yang perlu dilakukan oleh masyarakat yaitu mengawal apakah usulan tersebut menguntungkan bagi masyarakat,” ujar Nurul.
Menurutnya, suara masyarakat sering dilupakan, menjelang pemilu banyak partai yang banyak mencari suara di desa karena suara masyarakat desa lebih banyak daripada suara masyarakat di kota.
Tidak cukupkah masa jabatan enam tahun bagi kepala desa?
Nurul menegaskan bahwa sebenarnya hal itu adalah masalah kepemimpinan, kalau pemimpinnya sudah berintegritas dan sadar bahwa diri maka harus melakukan inovasi dan kreativitas untuk masyarakat.
Dikutip dari media online Kompas, peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkhawatirkan wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun bakal menyuburkan praktik oligarki dan akan membuka keran abuse of power pada pemerintahan desa.
Senada dengan hal tersebut, Nurul mengatakan pemilihan kepala desa merupakan oligarki ditingkat desa, jadi bisa saja keluarga dari kepala desa tersebut maju mencalonkan diri, buktinya selama ini sudah banyak.