Perubahan iklim telah nyata terjadi dan berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Perubahan iklim mempengaruhi sektor pertanian secara multidimensi mulai dari sumber daya, infrastruktur pertanian, sistem produksi pertanian, hingga aspek ketahanan dan kemandirian pangan, serta kesejahteraan petani dan masyarakat pada umumnya.
Dampak perubahan iklim juga dapat bersifat langsung dan tidak langsung dan mencakup aspek biofisik maupun sosial ekonomi. Di tengah situasi yang menyulitkan, muncul berbagai inisiatif di tingkat basis. Inisiatif adaptasi dilakukan para petani untuk mengurangi risiko yang timbul. Sementara disebagian lain juga muncul upaya mitigasi yang dilakukan petani atau gabungan keduanya.
Salah satu inisiatif dikembangkan petani yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Tanggap Perubahan Iklim di Indramayu dan Sumedang. Dengan kapasitas yang memadai, para petani tidak hanya terhindar pada dampak buruh perubahan iklim namun lebih jauh berkontribusi pada ketahanan dan kedaulatan pangan.
KRKP bersama Warung Ilmiah Lapangan Universitas Indonesia mengadakan diskusi bersama Perkumpulan Petani Tanggap Iklim Indramayu dan Sumedang dalam Obrolin Pangan: “Petani Berdaulat Tanggap Perubahan Iklim”.
Ayip Said Abdullah sebagai Koordinator Nasional KRKP (Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan) memberikan sambutan, “Pandemi Covid juga memberikan pelajaran kepada kita bahwa sistem pangan di Indonesia belum cukup kuat untuk mendorong stabilitas pangan yang memadai. Menghadapi tantangan di produksi salah satu yang paling penting adalah soal perubahan iklim. Untuk memoerkuat sistem pangan di Indonesia maka mau tidak mau kita perlu menguatkan upaya kapasitas dan inisiatif di level basis, level grassroot, level petani untuk menghadapi perubahan iklim ini. Saya berharap diskusi kali ini menjadi ruang untuk bertukar pengalaman dan meneguhkan kolaborasi yang lebih kuat untuk memberikan dukungan yang penuh kepada petani untuk menghadapi perubahan iklim.
Tema kali ini sangat tepat untuk berdaulat panggan maka petani harus bisa tanggap dengan perubahan iklim dan mengantisipasi apa yang akan terjadi seperti bencana banjir, longsor, badai dan lain sebagainya yang akan terjadi di masa depan.
“Dengan kondisi iklim yang tidak selalu sama setiap musim maka perlu adanya pertanian tanggap perubahan iklim, yang mana petani mampu mengantisipasi dan mengambil keputusan untuk tanggap konsekuensi perubahan iklim yang bertujuan untuk mengurangi atau menghindari gagal panen serta mempertangguh ekosistem dan produksi. Pola dan strategi tanam disesuaikan dengan kodisi iklim maka petani harus berdaulat atas lahannya sendiri serta perlu adanya jasa layanan edukasi dan literasi” jelas Prof Yunita.
Prof Yunita mengatakan, melalui Warung Ilmiah Lapangan (WIL) petani dibantu untuk pengukuran curah hujan setiap hari di setiap stasiun pengamatan yaitu di sawah atau di ladang, pengamatan agroekosistem, evaluasi hasil panen antar petani, antar musim yang berbeda, penyebaran skenario musiman, penyajian pengetahuan baru dan digitalisasi data curah hujan.
Nandang, perwakilan kelompok petani Sumedang menjelaskan “strategi petani hortikultura menghadapi ‘La Nina’ pada tahun 2020. Skenairo musiman bulan November 2020, La Nina akan terus berlangsung di akhir tahun hingga sekurang-kurangnya bulan Februari 2021. Curah hujan yang tinggi di atas normal 85% akan berdampak negatif bagi tanaman hortikultura. Dengan melihat skenario musiman dan data curah hujan Oktober-November 2020 maka diperlukan strategi tanam yang dapat mengurangi dampak negative dari efek La Nina pada tanaman hrtikultura dengan cara pembuatan terasering, memperdalam saluran air, memasang mulsa dan sungkup atau penerapan teknologi baru seperti tanam ubi jalar didalam polybag.”
Prof. Sue Walker, Agrometeorlog dari University of the Free State, Afrika Selatan, memberikan kesimpulannya “petani Indonesia telah melanjutkan pembelajaran dan mengaplikasikan informasi dan pengetahuan, belajar tentang curah hujan lokal, pengambilan keputusan petani telah meningkat oleh pengetahuan ilmiah yang baru, kelompok pertemanan antar petani dan rasa keterlibatan kebersamaan menyajikan dukungan timbal balik.”